Jeirry Sumampow: Pembuat RUU Pesantren Tak Paham Sekolah Minggu dan Katekisasi

RUU tersebut menunjukkan bahwa isinya masih dominan perspektif satu agama, yaitu Islam.
Ilustrasi Sekolah Minggu (Foto: Sinode Gereja Bethany)

Jakarta, (Tagar 24/10/2018) - Rancangan Undang-undang (RUU) hak inisiatif DPR tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menuai polemik terutama mengenai pengaturan lembaga pendidikan keagamaan di luar Islam.

Ada dua pasal yang menjadi polemik dalam RUU tersebut yakni pasal 69 dan 70 yang mengatur mengenai syarat peserta didik dalam kegiatan sekolah minggu dan katekisasi dalam Agama Kristen dan harus mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama setempat.

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam siaran pers, Selasa (23/10), menyampaikan keberatan mengenai kedua pasal tersebut.

"Pendidikan sekolah minggu dan katekisasi, yang juga hendak diatur dalam RUU ini pada pasal 69-70, sesungguhnya adalah proses interaksi edukatif yang dilakukan oleh gereja-gereja di Indonesia, yang merupakan pendidikan nonformal dan masuk dalam kategori pelayanan ibadah bagi anak-anak dan remaja," demikian salah satu poin dalam pernyataan resmi PGI.

PGI juga menyorot soal syarat pendirian pendidikan keagamaan yaitu memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 orang serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota.

Jeirry Sumampow, aktivis Kristen dan lintas agama, menyebutkan RUU tersebut menunjukkan bahwa isinya masih dominan perspektif satu agama, yaitu Islam. 

Jeiiry menambahkan pembuat RUU ini tak memahami tentang sekolah minggu dan katekisasi. Menurutnya sekolah minggu dan katekisasi seperti dalam RUU tersebut bukan begitu dipahami oleh Agama Kristen. 

"Dan kalau substansi itu yang akan dimasukan, maka akan secara langsung mengganggu aktivitas kebebasan beragama orang Kristen," ujarnya.

Baca Juga: PGI Keberatan RUU Pesantren Atur Syarat Sekolah Minggu dan Katekisasi

Ia meminta agar ada ruang diskusi membahas masalah ini, terutama dengan pembuat RUU tersebut.

"Apakah memang regulasi itu hanya mau mengatur soal internal tentang pesantren sebagai sebuah Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam atau juga ada keterkaitan dengan pihak di luar pesantren? Jika memang juga mengatur pihak (agama) lain maka harus ada percakapan dulu agar pengaturan tak merugikan atau mendiskriminasi kelompok agama lain. Jangan sampai regulasi itu mengganggu kebebasan beragama kelompok agama lain," ujar mantan Humas PGI ini.

Jeirry SumampowJeirry Sumampow (Foto: Istimewa)

Ia meminta DPR membuka ruang diskusi membahas masalah RUU ini dan aspirasi kelompok agama lain yang terkait didengar dan diakomodir. "Supaya regulasi itu nanti bisa diterima bersama dan diimplementasikan untuk kemaslahatan kehidupan bersama," katanya.

"Inisiasi percakapan bisa dimulai oleh PGI dengan mengajak kelompok lintas agama. Sebaiknya buat kajian dan masukan sejak awal sebelum RUU ini lebih jauh dan menimbulkan keresahan. Bagaimana pun kita harus mendorong bahwa RUU ini harus berdiri di atas kepentingan kebangsaan kita, kepentingan bersama sebagai NKRI," tambahnya. [] 

Berita terkait
0
Vonis Bebas WN Malaysia Majikan Adelina Lisao Lukai Keadilan
Kemenlu katakan putusan Mahkamah Persekutuan Malaysia bebaskan terdakwa Ambika, majikan Adelina Lisao, mengecewakan dan lukai rasa keadilan