Jawa Barat di Peringkat 4 Jumlah Kumulatif HIV/AIDS

Di Jawa Barat terjadi lonjakan kehamilan di beberapa daerah, jika ibu hamil tidak ikut program pencegahan ada risiko bayi lahir dengan HIV/AIDS
Ilustrasi. (Foto: thebrockreport.net).

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Dalam laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 29 Mei 2020, tentang Perkembangan HIV/AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2020, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1987 sd. Maret 2020 di wilayah Jawa Barat adalah 49.440 yang terdiri atas 41.878 HIV dan 7.562 AIDS. Jumlah ini menempatkan Jawa Barat (Jabar) di peringkat ke-4 dalam jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS secara nasional.

Sedangkan kasus kumulatif HIV/AIDS nasional dari tahun 1987 sd. Maret 2020 berjumlah 511.955 yang terdiri atas 388.724 HIV dan 123.231 AIDS dengan 17.210 kematian.

4-peringkat aids jabarJawa Barat di peringkat ke-4 nasional dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS. (Tagar/Syaiful W. Harahap).

Yang jadi masalah besar di Jabar adalah banyak ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Tidak ada data untuk jumlah ibu rumah tangga pengidap HIV/AIDS di Jabar, tapi diperkirakan antara 10-20% dari jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi di Jabar.

HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga menunjukkan perilaku seksual suami mereka yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, antara lain:

1.Suami yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS,

2.Suami yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS,

3.Suami yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).

PSK adalah perempuan dengan perilaku seksuanyal yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena mereka melayani hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti. Ada kemungkinan salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS.

Yang perlu diperhatikan adalah PSK dikenal ada dua tipe, yakni:

(a).PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, PSK yang mengkal di lokasi atau lokalisasi pelacuran dan jalanan, dan

(b).PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek pada prostitusi online, pemijat plus-pulus, pemandu lagu plus-plus, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, cewek gratifikasi seks, dll.

Dalam prakteknya PSK langsung dan PSK tidak langsung sama saja tingkat risiko mereka tertular HIV/AIDS karena melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti. Maka, sering terjadi laki-laki tertular HIV/AIDS dari PSK tidak langsung karena mereka merasa perilaku seksualnya tidak berisiko tertular HIV/AIDS karena melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung.

Lagi pula tempat-tempat pelacuran terbuka, seperti lokalisasi Saritem di Bandung, Gang Semen di kawasan Puncak, dan di tempat-tempat lain di Jabar sudah ditutup. Itu artinya kasus-kasus infeksi HIV baru pada laki-laki terjadi melalu hubungan seksual dengan PSK tidak langsung. Sekarang ini lokasi atau lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial.

Laporan menyebutkan di beberapa daerah di Jabar terjadi lonjakan kehamilan di tengah pandemi Covid-19 karena program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan kondisi pandemi jadi masalah yang sulit untuk menjalankan program tes HIV bagi ibu-ibu hamil. Itu artinya bayi-bayi yang akan lahir pasca pandemi Covid-19 berisiko lahir dengan HIV/AIDS.

Penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya terjadi selama kehamilan, pada saat persalinan dan menyususi dengan air susu ibu (ASI). Pemerintah menjalankan program pencegahan penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, seperti pemberian obat antiretroviral (ARV) selama masa kehamilan. Tapi, dengan kondisi pandemi penjangkauan terhadap ibu-ibu hamil terkandala.

Pemprov Jabar sendiri tentulah kesulitan menurunkan insiden infeksi HIV baru melalui perilaku seksual nomor 1 dan nomor 2 karena hal itu ada di ranah privasi yang mustahil bisa dijangkau.

Sedangkan pada perilaku nomor 3 Pemprov Jabar juga tidak bisa menjangkau PSK tidak langsung karena transaksi seks terjadi melalui berbagai modus bahkan melalui media sosial.

Yang bisa dijangkau adalah PSK langsung tapi prakteknya harus dilokalisir. Sedangkan lokasi dan lokalisasi pelacuran sudah dibubarkan sehingga transaksi seks yang melibatkan PSK langsung pun terjadi melalui berbagai cara bahkan melalui media sosial.

Dengan kondisi di atas insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa akan terus terjadi di Jabar yang pada gilirannya menyebar di masyarakat sebagai ‘bom waktu’ yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Kasus Kumulatif HIV/AIDS di Indonesia Tembus 500.000
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia tembus angka 500.000 yaitu 511.955, Jawa Timur terbanyak disusul DKI Jakarta, Papua, Jabar dan Jateng
Jakarta Peringkat Kedua Epidemi HIV/AIDS Nasional
Laporan Kemenkes RI, 29 Mei 2020, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Jakarta 77.761 menempatkan Jakarta peringkat kedua epidemi HIV/AIDS nasional
Menelusuri Akar Kasus HIV/AIDS Pertama di Indonesia
Pemerintah menetapkan kasus HIV/AIDS pertama di Indonesia yaitu HIV/AIDS yang terdeteksi pada turis gay Belanda di RS Sanglah Denpasar tahun 1987
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.