TAGAR.id, Jakarta - Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira mengatakan bahwa ucapan Hasto Kristiyanto terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin menggeser Megawati Soekarnoputri dari posisi Ketua Umum PDIP bisa dikatakan benar.
Menurutnya, Hasto sebagai Sekretaris Jenderal merupakan sosok yang sering bertemu dengan Megawati. Posisi Ketua Umum PDIP sendiri dipandangnya sebagai salah satu posisi strategis di perpolitikan Indonesia.
"Bahwa menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan tentu mempunyai posisi dan kedudukan yang penting di dalam pengambilan keputusan politik di dalam negeri ini, bukan hanya partai, tapi di republik ini," ujar Andreas di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 3 April 2024.
"Oleh karena itu, saya kira bukan hal yang mengejutkan kalau ada orang, termasuk mungkin Pak Jokowi yang menghendaki itu (posisi ketua umum PDIP)," sambungnya.
Kendati demikian, ia menegaskan bahwa dalam Kongres V PDIP telah memutuskan bahwa Megawati ditunjuk sebagai ketua umum. Tegasnya, partainya memiliki mekanisme tersendiri dalam memilih pimpinan partai.
"Saya kira saya sebagai kader PDI Perjuangan kami punya aturan, dan kami tahu Ketua Umum PDIP itu adalah Ibu Megawati Soekarnoputri, dan kami memilih beliau di Kongres. Kami memilih beliau di Kongres partai dan putusan untuk menjadi ketua umum itu adalah putusan kongres partai," ujar Andreas.
Diketahui, Hasto sebelumnya menceritakan ihwal Jokowi yang ingin mengambil alih kursi ketua umum PDIP dari Megawati. Upaya tersebut terjadi jauh sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Lanjutnya, ia menceritakan di kabinet Jokowi yang terdapat "menteri powerful" dan "menteri super powerful". Menteri powerful itulah yang ditugaskan untuk menjembatani Jokowi dengan Megawati.
Setelah itu, Jokowi juga menugaskan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Ryaas Rasyid. Ryaas ditugaskan untuk membujuk Megawati agar posisi ketua umum PDIP diserahkan kepada Jokowi.
Menurutnya, upaya tersebut perlu diwaspadai oleh semua pihak, tak hanya PDIP. Ia pun membandingkan Jokowi dengan Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan. []