Israel Akan Putuskan UU yang Larang Reunifikasi Keluarga Palestina

Parlemen Israel akan putuskan apakah akan memperbarui UU sementara yang melarang warga negara Arab Israel untuk memperpanjang kewarganegaraan
Orang-orang berjalan melewati sebuah bangunan perumahan yang ditutupi bendera Israel setelah pekan lalu terkena roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza, di Ramat Gan, Israel tengah, Jumat, 21 Mei 2021 (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Parlemen Israel, 5 Juli 2021, akan mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan apakah akan memperbarui undang-undang (UU) sementara yang melarang warga negara Arab Israel untuk memperpanjang kewarganegaraan atau bahkan memberi izin tingggal kepada pasangan dari Tepi Barat dan Gaza. Legislasi tersebut pertama kali diberlakukan pada tahun 2003.

Para kritikus kebijakan itu, termasuk dari banyak anggota parlemen sayap kiri dan Arab, mengatakan langkah itu adalah tindakan rasis yang bertujuan membatasi perkembangan minoritas Arab Israel. Sementara para pendukung mengatakan UU tersebut diperlukan untuk alasan keamanan dan melestarikan karakter Yahudi Israel.

Undang-undang tersebut menciptakan serangkaian kesulitan bagi keluarga Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan Gaza. Kedua wilayah tersebut diperebutkan pada perang 1967 dan Palestina mengingkan kedua wilayah itu untuk negaranya di masa depan, sebagaimana dilansir dari Kantor Berita Associated Press, 5 Juni 2021.

Partai-partai sayap kanan yang dominan di Israel sangat mendukung UU tersebut, dan UU itu telah diperbarui setiap tahun sejak diundangkan. Namun, pemerintahan baru Israel juga mencakup penentang tindakan tersebut. Sementara itu, oposisi sayap kanan yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Benjamin Netanyahu telah memperingatkan tidak akan memberikan suara yang diperlukan untuk memperbarui undang-undang. Tujuannya untuk mempermalukan pemerintah baru Israel.

Pemungutan suara diperkirakan akan dilakukan pada Senin, 5 Juli 2021, malam waktu setempat.

Hukum Kewarganegaraan dan Izin Masuk ke Israel diberlakukan sebagai tindakan sementara pada 2003, pada puncak intifada kedua, atau pemberontakan. Saat itu orang-orang Palestina melancarkan sejumlah serangan mematikan di Israel. Para pendukung mengatakan orang-orang Palestina dari Tepi Barat dan Gaza yang diduduki rentan terhadap perekrutan oleh kelompok bersenjata dan pemeriksaan keamanan saja tidak cukup.

Anggota keluarga PalestinaAnggota keluarga Palestina memeriksa barang-barang mereka setelah Israel menghancurkan rumah mereka yang terletak di "Area C" Tepi Barat yang diduduki. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Undang-undang tersebut telah diperbarui bahkan setelah pemberontakan mereda pada 2005 dan jumlah serangan menurun drastis. Hari ini, Israel mengizinkan lebih dari 100.000 pekerja Palestina dari Tepi Barat untuk masuk ke wilayahnya secara berkala.

Karena undang-undang tersebut, warga Arab hanya memiliki sedikit peluang untuk membawa pasangan dari Tepi Barat dan Gaza ke Israel. Kebijakan tersebut mempengaruhi ribuan keluarga.

Hukum tidak berlaku untuk hampir 500.000 pemukim Yahudi yang tinggal di Tepi Barat, yang memiliki kewarganegaraan penuh Israel. Di bawah Hukum Pengembalian Israel, orang Yahudi yang datang ke Israel dari mana saja di dunia memenuhi syarat untuk kewarganegaraan (ah/ft)/Associated Press voaindonesia.com. []

Berita terkait
Warga Arab dan Yahudi di Israel Berjuang Agar Saling Percaya
Gejolak antara Israel dan militan Hamas di Gaza kembali menyalakan ketegangan di komunitas Arab dan Yahudi
Konflik di Jaffa Cermin Permusuhan Yahudi dan Arab di Israel
Kota Jaffa yang tenang jadi salah satu episentrum permusuhan etnis Yahudi dan Arab di Israel, pembangunan kota diskriminatif