Ibu Korban Kekejaman HAM 98: Prabowo Jangan Sampai Jadi Presiden!

'Mungkin Allah SWT tidak akan mengizinkan dia (Prabowo) memimpin sebagai pemimpin di Indonesia'
Budiarti, ibunda Gilang, saat berbincang bersama Tagar News di Jakarta. (Foto: Tagar/Morteza)

Jakarta, (Tagar 14/3/2019) - Pilpres 2019 memiliki dua peserta, yakni capres petahana Joko Widodo atau Jokowi dan terduga pelaku penghilangan paksa aktivis demokrasi 1997-1998, Prabowo Subianto. Keluarga korban pelanggaran HAM hingga kini juga tak pernah berhenti memperjuangkan hak-hak mereka atas keadilan, kebenaran, pemulihan dan jaminan ketidakberulangan.

Dikatakan Budiarti, ibunda Leonardus Nugroho Iskandar alias Gilang, korban keberingasan rejim militeristik era Orde Baru, bahwa capres oposisi tidak akan menang di Pilpres 2019.

Prabowo ia nilai sebagai sosok yang brutal, itu pun belum menjabat sebagai pemimpin. Maka itu, ia tidak dapat membayangkan apa yang terjadi nantinya, apabila mantan suami Titiek Soeharto itu menjadi pemimpin tertinggi di negeri ini.

"Saya yakin Pak Prabowo tidak mungkin menang. Sebelum memimpin negara saja sudah semena-mena sama rakyat. Karena saya merasakan, dan putra saya sendiri jadi korban kebiadaban Prabowo. Sudah disiksa semena-mena seperti ini saya gak bisa dapat keadilan. Anak saya dibunuh tanpa tahu kesalahan apa anak saya," ucapnya dengan nada tinggi kepada Tagar News di Jakarta, Rabu (13/3) siang.

"Saya tidak terpikirkan kalau Pak Prabowo yang jadi. Saya yang terpikirkan, Prabowo jangan sampai jadi presiden! Saya yakin ia tidak akan menang!" sambungnya.

Wanita berumur 61 tahun itu tidak takut mengatakan hal demikian. Ia menegaskan, di dunia ini yang ia takuti hanyalah Tuhan semata.

"Kalau ketakutan, saya tidak takut. Karena saya takut hanya kepada Allah SWT. Mungkin Allah SWT tidak akan mengizinkan dia (Prabowo) memimpin sebagai pemimpin di Indonesia," ujarnya.

Aktivis GilangLeonardus Nugroho Iskandar alias Gilang. (Foto: Twitter/Kontras)

Leonardus Nugroho Iskandar atau Gilang adalah seorang aktivis serta pengamen yang sering terlibat aksi dengan mahasiswa di Yogya dan Solo. Hal ini pula yang diyakini menyebabkan sosok ini aktif ikut dalam setiap aksi demonstrasi untuk menuntut gerakan perubahan pra-reformasi. Gilang dikenal kerap tampil sebagai orator yang tutup usia saat berumur 21 tahun.

Dia hilang pada April 1998 di Solo. 3 hari kemudian ditemukan di Magetan, Jawa Timur dalam keadaan meninggal dengan kondisi nahas, karena terdapat beberapa luka tembak dan sayatan sajam di tubuhnya.

"Jasadnya ditemukan di dalam hutan di Magetan, dekat Sarangan sama petani. Tangan kanan anakku diikat di pohon, mayatnya diuntel-untel plastik lalu dikubur asal-asalan, asal masuk lubang saja. Seingat ku ada 2 luka tembak di pundaknya dan 1 di ulu hati," ucap Budiarti dengan raut wajah pilu.

Budiarti pun tahu, bila sejauh ini Jokowi belum mengambil langkah konkret terkait penegakan persoalan HAM yang terjadi pada periode 1997-1998. Menurutnya, hal itu disebabkan oleh orang-orang di lingkungan Jokowi masih ada yang berbau orba.

"Selama Pak Jokowi belum mengungkap persoalan HAM, karena dilingkarannya itu tidak semua orang-orang bagus. Seperti Keluarga Cendana yang menjadi duri bagi Pak Jokowi. Padahal, Pak Jokowi itu orang baik," ucap Budiarti menegaskan.

"Harapan saya Pak Jokowi mudah-mudahan itu Allah memberi jalan untuk menguak ke arah pengungkapan kasus yang menewaskan anak saya Gilang," tambahnya.

Sebagai seorang warga Surakarta, ia kenal betul sosok Jokowi yang pribadinya dekat dengan rakyat kecil. Budiarti mengaku, beberapa kali berjumpa saat mantan Walikota Solo itu melakukan kegiatan 'blusukan' dan bekerja bakti bersama masyarakat sekitar.

Lebih lanjut, kata dia, mayoritas masyarakat Solo dalam keyakinannya akan memilih petahan untuk melanjutkan pemerintahan selama 2 periode.

"Ya, kalau masyarakat Solo selalu mendukung Pak Jokowi, karena jejak kepemimpinan di sana bagus sekali. Berbaur dengan masyarakat, perhatian sekali. Semisal, Jokowi sering jalan-jalan naik sepeda onthel, pakai celana pendek, pakai topi biasa, lalu kerja bakti. Dengan begitu ada orang-orang yang mengikutinya kerja bakti," kenangnya.

Sepengingatan Budiarti, kalau ada rumah-rumah yang berada di bantaran sungai kerap banjir, maka Jokowi akan merelokasi warga, dan memberikan solusi.

"Dia kalau memindahkan warga, memberikan bidang tanah dulu, ditempatkan di tempat layak seperti rumah susun. Jadi tidak ramai di media, walaupun digusur-gusur gitu," urainya.

"Ya saya yakin pak Jokowi pasti menang, karena jasa ia memimpin Indonesia sudah terbukti bagus kok," tutupnya.

Berita terkait
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.