Jakarta - Ibadah puasa di bulan Ramadan wajib dijalankan semua umat Islam, tapi terdapat beberapa golongan yang dikecualikan, boleh tidak melaksanakan ibadah ini. Seperti golongan orang yang sedang sakit dan tidak lagi mampu menahan lapar serta haus di siang hari.
Puasa Ramadan merupakan ibadah yang wajib dilakukan karena bagian dari rukun Islam. Kewajiban tersebut seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat Albaqarah ayat 183. "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Q.S. Albaqarah :183).
Orang yang tengah sakit dan dirawat di rumah sakit umumnya akan diberikan cairan infus dan suntikan obat ke dalam tubuhnya. Infus merupakan cairan yang berisi vitamin dan mineral melalui botol ke pembuluh darah (intravena). Infus menyediakan akses langsung kepada pasien bila obat perlu diberikan segera.
Barangsiapa yang mengambil rukhsah tersebut maka hal itu yang terbaik baginya.
Karena penyerapan langsung, obat-obatan yang diberikan melalui intravena biasanya lebih kuat daripada yang diambil dalam bentuk pil. Adapun suntik adalah memasukkan cairan obat ke dalam badan dengan jarum.
Setelah diinfus, tubuh orang sakit yang biasanya tidak dapat mengunyah makanan akan terasa relatif segar dan tidak terasa lapar, meskipun juga tidak kenyang. Sementara suntik ialah murni obat untuk menyembuhkan penyakit, bukan menggantikan makanan dan minuman.
Dalam kitab rujukan bagi mazhab Syafi'i, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, dijelaskan bahwa seandainya terdapat obat yang masuk ke dalam pangkal paha, baik menggunakan pisau atau yang lainnya (suntik) kemudian sari obat tersebut masuk ke dalam tubuh, maka hal ini tidak membatalkan puasa. Alasannya adalah karena pangkal paha bukanlah bagian jauf atau saluran yang mengarah ke dalam perut.
Fatwa Ulama
Ulama terkemuka Mesir, Dr. Yusuf al-Qardhawi pernah memberikan fatwa, bahwa keduanya, baik suntik maupun infus secara fikih tidak membatalkan puasa karena tidak melalui jalur ma’idah (perut besar/rongga perut), akan tetapi efek yang ditimbulkan khususnya infus yang membuat tubuh kembali segar mengakibatkan infus perlu dihindari pada saat menjalankan puasa.
Namun, Qardhawi mengatakan ada beberapa ulama kontemporer yang menyebutkan bahwa keduanya membatalkan puasa. Alasannya, meskipun keduanya tidak melalui jalur rongga perut, akan tetapi zat tersebut langsung diarahkan ke darah yang fungsinya adalah mengalirkan nutrisi atau sari-sari makanan ke seluruh bagian tubuh.
Selain itu, Ulama kontemporer yang membolehkannya memiliki asumsi meskipun zatnya langsung masuk ke darah, tetap saja ia tidak melalui rongga perut. Sebab tanpa melalui rongga perut seseorang tidak akan merasakan kenyang, lega (setelah haus), padahal yang dituntut dari mengerjakan puasa adalah menahan syahwat perut dan birahi.
Pendapat lain, Syekh Muhammad Shalih al-Munjid dalam kitab Fatawa al-Islam, menyebutkan bahwa jika suntikan itu berfungsi seperti makanan atau minuman, maka hal itu membatalkan puasa. Sebab ketika itu dilakukan berarti ia telah mengonsumsi makanan atau minuman.
Pendapat ini sama dengan yang pernah dinukil di dalam Sirrul Yaqut an-Nafis bahwa setiap infus atau yang masuk ke dalam tubuh dan berfungsi sebagai makanan atau minuman, maka hal ini membatalkan puasa.
Infus maupun suntik biasanya digunakan untuk membantu orang yang sedang sakit. Oleh sebab itu, sudah selayaknya seseorang mengerjakan puasa di lain kesempatan jika memang penyakitnya membuatnya tidak mampu mengerjakan puasa. Sebab Allah SWT senang dengan orang yang mengambil rukhsah yang diberikannya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Hamzah bin ‘Amr berikut:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُ بِى قُوَّةً عَلَى الصِّيَامِ فِى السَّفَرِ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « هِىَ رُخْصَةٌ مِنَ اللَّهِ فَمَنْ أَخَذَ بِهَا فَحَسَنٌ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَصُومَ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ »
“Wahai Rasulullah saya kuat untuk menjalankan ibadah puasa di perjalanan, apakah saya berdosa jika berpuasa? ‘Itu adalah rukhshah yang diberikan oleh Allah, barangsiapa yang mengambil rukhsah tersebut maka hal itu yang terbaik baginya, namun jika ia lebih suka untuk berpuasa, maka tidak mengapa baginya.” (HR: Muslim). []
Baca juga