Hukum Islam Tenaga Medis Pakai APD Salat Tanpa Wudu

Tata cara salat bagi tenaga medis yang memakai alat pengaman diri (APD). Bolehkan tenaga medis itu tidak wudu?
Viral Tenaga Medis Tak Lupa Ibadah di Tengah Tugas Lawan Corona, Salat Tetap Pakai APD. (foto: Instagram/@lambe_tyrah).

Jakarta - Sejumlah pertanyaan muncul terkait tata cara salat bagi tenaga medis Islam yang memakai alat pengaman diri (APD) ketika menangani pasien virus corona atau Covid-19. Salah satunya terkait bolehkah tenaga medis itu tidak wudu saat keadaan mendesak ingin salat?

Menjawab pertanyaan itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa. Bernomor 17 Tahun 2020, fatwa itu disahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta beberapa waktu lalu.

"Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci (wudu atau tayamum), maka dia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi (i’adah)," demikian bunyi fatwa tersebut.

Dalam kondisi sulit berwudu maka dia bertayamum kemudian melaksanakan salat

Menurut Hasanuddin, fatwa itu dapat menjadi pegangan salat bagi tenaga medis yang memakai APD ketika menangani pasien virus corona. Dia mengatakan fatwa ini penting agar tenaga kesehatan beragama Islam dapat menggarisbawahi salat fardu wajib hukumnya dalam kondisi apapun. Namun, ada sejumlah keringanan.

"Boleh melaksanakan salat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD yang ada. Sementara dalam kondisi sulit berwudu maka dia bertayamum kemudian melaksanakan salat," ujar dia,

Saat kondisi APD yang dipakai terkena najis dan tidak memungkinkan untuk dilepas atau disucikan, kata Hasanuddin, maka yang bersangkutan melaksanakan salat boleh dalam kondisi tidak suci dan mengulangi salat (i’adah) usai bertugas.

Dia mengatakan ketika kondisi jam kerja tenaga medis sudah selesai atau sebelum mulai kerja masih mendapati waktu shalat maka wajib shalat fardhu sebagaimana mestinya.

Hasanuddin menambahkan, dalam kondisi tenaga medis bertugas mulai sebelum masuk waktu Dzhuhur atau Maghrib dan berakhir masih berada di waktu salat Ashar atau Isya maka boleh melaksanakan shalat dengan jamak ta'khir. 

Sementara dalam kondisi bertugas mulai saat waktu Dzhuhur atau Maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan salat Ashar atau Isya, kata dia, maka yang bersangkutan boleh melaksanakan salat dengan jamak taqdim.

"Dalam kondisi ketika jam kerjanya berada dalam rentang waktu dua salat yang bisa dijamak (Zhuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya), maka dia boleh melaksanakan salat dengan jamak," kata dia.

Hasanuddin mengatakan bagi penanggung jawab bidang kesehatan wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas dengan mempertimbangkan waktu salat agar dapat menjalankan kewajiban ibadah dan menjaga keselamatan diri.

"Tenaga kesehatan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman untuk melaksanakan shalat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan diri," tutur dia.

Berita terkait
Hukum Islam Jenazah Positif Corona Tidak Disalati
Pasien positif terinfeksi virus corona yang meninggal dunia apakah perlu dimandikan dan disalati?
Bisakah Jenazah Positif Corona Menularkan Virus?
Dijelaskan dokter terkait jenazah positif corona atau Covid-19 apakah bisa menularkan virus tersebut.
Ruangan Ber-AC Tingkatkan Risiko Terpapar Corona?
Ruangan berpendingin udara atau ber-AC apakah akan meningkatkan risiko terpapar virus corona?
0
5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membeli Hunian di Sentul
Selain Bekasi dan Tangerang Selatan, Bogor menjadi kota incaran para pemburu hunian di sekitar Jakarta. Simak 5 hal ini yang perlu diperhatikan.