Hindari Pedofilia, Orangtua Perlu Kenali Teman Anak

Orang tua harus mengajari anak-anak mereka mengeluarkan suara atau berteriak ketika seorang pria mulai melakukan kejahatan seksual terhadap dirinya
Ilustrasi (bersosial.com)

Jakarta, (Tagar 26/3/2017) - Tiga tahun lalu, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan kisah seorang predator seks asal Sukabumi, Andri Sobari alias Emon, yang mencabuli sekitar 110 anak.

Emon mengiming-imingi korbannya hadiah berupa uang, janji mau dibelikan sepeda motor mini, hingga berbual mengajari ilmu bisa terbang, lari cepat, dan sebagainya. Semua itu dilakukan Emon agar calon korbannya mau menuruti perintahnya seperti disodomi.

Pada akhir 2016, Emon kemudian divonis hukuman 17 tahun penjara. Namun seberapa lama pun hukuman yang diberikan kepada pelaku, bukan berarti bisa langsung menyembuhkan luka batin para korban.

Kasus tersebut juga memicu lahirnya Perppu Kebiri yang kemudian disahkan menjadi Perppu 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.

Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang gay, lesbian, sodomi, dan pencabulan. Dalam fatwa itu disebutkan pelaku harus dihukum berat.

Beberapa tahun kemudian, kasus pelecehan pada anak belum juga hilang. Pada pertengahan Maret 2017 masyarakat kembali dikejutkan dengan terungkapnya grup pedofil di jejaring sosial Facebook "Official Candy's Groups".

Semua bermula dari laporan masyarakat mengenai keberadaan grup tersebut kepada pihak kepolisian. Tidak tinggal diam, polisi langsung mengungkap kasus tersebut.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol M Iriawan mengatakan dalam grup tersebut setiap anggota saling berbagi materi mengenai pelecehan dan pencabulan terhadap anak-anak. Mereka dengan bangganya mengunggah anak-anak yang menjadi korbannya.

Grup Facebook tertutup yang beranggotakan 7.000 anggota tersebut dikelola oleh empat tersangka yakni Wawan alias Snorlax, Dede Sobur alias Illu Inaya alias Alicexandria, DF alias T-Day dan SDW alias Siha Dwiti.

"Salah satu syarat bergabung dalam grup tersebut adalah tidak boleh mengunggah konten atau anak yang sudah pernah diunggah sebelumnya," kata Kapolda Metro Jaya.

Iriawan mencatat setidaknya ada 500 film dan 100 foto bermuatan pornografi dalam grup tersebut. Konten-konten yang ada di grup tersebut memperlihatkan bagian tubuh anak, termasuk saat pencabulan dilakukan.

Bahkan, pelaku juga membubuhkan identitasnya untuk memastikan konten yang dibaginya itu asli perbuatannya.

Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan bahwa kasus kekerasan pada anak merupakan fenomena gunung es. Hanya sedikit yang muncul di permukaan.

"Kejahatan pedofilia merupakan kejahatan serius sehingga membutuhkan intervensi serius," ujar Giwo.

Dia mengatakan bahwa Facebook merupakan media sosial yang tidak seharusnya digunakan untuk kepentingan kejahatan seksual.

Oleh karenanya, Kowani meminta korporasi yang langsung maupun tidak menfasilitasi kejahatan seksual ditindak tegas.

"Kriminalisasi terhadap pelaku harus dilakukan agar tidak terjadi perilaku berulang. Kami juga meminta pemerintah meningkatkan proteksi maksimal bagi pengguna medsos sehingga anak tidak rentan jadi korban," imbuh dia.

Selain itu, tidak boleh ada toleransi sekecilpun bagi pelaku kejahatan seksual karena hal ini telah menjadi komitmen besar Presiden Jokowi.

"Masyarakat, sekolah, orangtua harus hati-hati dan memastikan anak usia sekolah tak menggunakan Facebook untuk kepentingan negatif," kata Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia itu.

Kenali Teman Anak

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meminta para orang tua untuk mengenali teman sepermainan anak yang bertujuan mencegah tindak pedofilia.

"Orang tua harus mengenali teman sepermainan anak-anak kita dan juga harus memberi tahu mana bagian tubuh anak yang boleh dipegang orang lain dan mana yang tidak boleh," ujar Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kemdikbud Sukiman.

Kemudian orang tua juga harus memastikan anak-anak yang berusia di bawah delapan tahun dalam pengawasan saat bermain. Orang tua harus meningkatkan komunikasi positif dengan anak sehingga ia terbuka untuk menceritakan semua pengalamannya.

"Jika anak telah menjadi korban, orang tua harus memeluk dan mendengar keluhan dengan sabar, jika ada gangguan kesehatan dan kejiwaan segera bawa ke dokter atau psikolog. Orang tua harus melaporkan kejahatan tersebut ke kantor polisi, agar pelakunya ditindak," cetus Sukiman.

Pedofilia merupakan perilaku menyimpang pada orang dewasa atau remaja berupa hasrat seksual terhadap anak-anak. Pedofilia merupakan kejahatan luar biasa dengan ancaman hukuman hingga 18 tahun penjara.

Modus pelaku pedofilia yakni senang bergaul dengan anak-anak untuk mencari mangsa. Ada yang menyamar sebagai pelatih permainan kesukaan anak seperti sepakbola dan ada yang bersikap baik seperti membelikan bakso atau jajanan.

Ada beberapa tipe anak yang kerap menjadi sasaran pedofilia yakni anak dianggap sebagai anak emas, kemudian anak diajak bertemu berdua saja, ada riwayat penganiayaan seksual dalam keluarga, anak yatim atau piatu, dan anak diajak menginap.

Dampak yang ditimbulkan bagi korban yakni gangguan kesehatan seperti rasa nyeri pada alat kelamin atau lubang dubur, gangguan kejiwaan, prestasi menurun, dan saat dewasa menjadi pelaku kejahatan yang sama.

"Kami sudah membuat pamflet maupun brosur yang dibagikan pada masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesadaran akan kejahatan seksual ini," kata Sukiman.

Pegiat Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengemukakan seorang pedofil cenderung memiliki sifat obsesif. Pelaku akan terus mengejar sasaran dan tidak akan berhenti sebelum sasaran itu tercapai.

Kedua, pedofil memiliki sifat layaknya predator yang memangsa siapapun anak yang ada di depan matanya. Ketiga yakni suka menyendiri dan terkesan tertutup dari kehidupan sosial. Terakhir, adalah lihai dalam merayu anak.

Pelaku umumnya bukan orang asing dan akan mendekati anak-anak ini dengan memberi perhatian pada anak. Perlahan-lahan pelaku mengajarkan akan mengenai seks seperti melihatkan gambar, bermain peran sebagai pasangan, menyentuh anak, sehingga anak tidak menyadari ia telah dilecehkan.

Praktisi Hukum Riau, Erawati Z SH mengajak orang tua untuk mengajari anak-anak mereka mengeluarkan suara atau berteriak ketika seorang pria mulai melakukan kejahatan seksual terhadap dirinya sehingga mereka akan cepat terlepas dari ancaman kejahatan tersebut.

Selain mengagetkan pelaku, untuk berhenti melakukan kejahatannya maka anak juga bisa segera mendapatkan pertolongan atau perlindungan dari orang dewasa lainnya, ini sebagai upaya preventif menekan kasus-kasus kejahatan pedofilia.

Menurut Era yang juga advokat dan konsultan hukum dari kantor Hukum Rhafamous itu setelah berteriak sekuat-kuatnya, anak harus berlari untuk mencari perlindungan ketika pelaku melakukan aksi kejahatannya.

Namun demikian, katanya juga diperlukan pembekalan pada anak tentang pengetahuan kejahatan seksual yang bisa dilakukan seorang laki-laki dewasa pada anak-anak. (fet/ant/Indriani)

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.