Haru Biru, Tujuh Belasan di Lawang Sewu dan di Tengah Aliran Sungai

Haru biru, tujuh belasan di Lawang Sewu dan di tengah aliran sungai. Teks Proklamasi dibacakan, terdengar menggetarkan.
Eksotis, Tujuh Belasan di Lawang Sewu dan di Tengah Aliran Sungai. Upacara HUT kemerdekaan ke-73 RI di Lawang Sewu, Semarang, Jawa Tengah, Jumat 17/8/2018. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 17/8/2018) - Teks proklamasi dibaca tenang, tegas oleh Tamzil Nurhamedi, Deputy Executive Vice President PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 4 Semarang. 

Terdengar menggetarkan, mengharu-biru di antara langgam eksotis Lawang Sewu, bangunan peninggalan zaman kolonial di kawasan Tugu Muda, Semarang, Jawa Tengah. Lawang Sewu menjadi saksi perjuangan rakyat Semarang dalam merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan

dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, 17 Agustus 1945

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno/Hatta

Lawang Sewu, menjadi lokasi upacara peringataan kemerdekaan ke-73 Republik Indonesia, Jumat (17/8). 

Hangatnya mentari yang menyusup di antara sepoi udara pagi membuat kesakralan pembacaan ikrar kemerdekaan sangat terasa. Sebuah momen bersejarah di antara bangunan bersejarah.

"Pemilihan Lawang Sewu sebagai lokasi peringatan HUT RI tahun ini agar tempat wisata kebanggaan masyarakat Semarang ini makin dikenal masyarakat luas," tutur Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro.

Saksi Perjalanan Perjuangan Kemerdekaan RI

Lawang Sewu, dibangun tahun 1904 hingga 1907. Awal mula dibangun sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta Belanda, Netherlands Indische Spoorweg (NIS). Meletusnya perang Asia Pasific mulai tahun 1941 membuat cengkeraman Belanda atas Hindia Belanda (Indonesia) mulai kendor. Hingga pada tahun 1942 tentara Jepang berhasil menguasai wilayah jajahan Belanda di Indonesia, termasuk mengambil alih gedung kereta api NIS.

"Diambilalih Jepang namun tidak mengubah fungsi gedung Lawang Sewu. Gedung yang dibangun oleh NIS itu tetap difungsikan sebagai kantor kereta api namun dikendalikan oleh Jepang," ungkap pegiat sejarah Kota Semarang Rukardi.

Penguasaan Jepang atas Hindia Belanda tidak lama seiring serangan balik tentara sekutu dibawah bendera het Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL). Terlebih setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh tentara Amerika, kolega Belanda di sekutu. Hingga menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus 1945.

Tujuh Belasan di Lawang SewuUpacaya kemerdekaan ke-73 di Lawang Sewu, bangunan bersejarah di Semarang, Jawa Tengah. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Kekosongan kekuasaan lantaran proses transisi penyerahan wilayah jajahan ini yang membuat kaum muda Tanah Air mendorong Sokarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56, Jakarta.

Pernyataan sebagai bangsa merdeka terdengar sampai Semarang. Pemuda dan pejuang bergerak bersama, berupaya merebut peralatan perang dan fasilitas-fasilitas penting yang dikuasai Jepang. Sepanjang Agustus hingga medio Oktober terjadi sejumlah bentrok bersenjata antara tentara Jepang yang masih bercokol lantaran menunggu peralihan kekuasaan ke pasukan KNIL dengan pejuang.

Kemarahan rakyat Semarang memuncak setelah dr Kariadi, kepala laboratorium RS Purusura (saat ini RSUP dr Kariadi), dibunuh secara keji oleh tentara Jepang. Saat itu, 14 Oktober 1945, dr Kariadi hendak mengecek reservoir Siranda, karena ada kabar tentara Jepang telah menebar racun dalam sumber air warga Semarang tersebut.

Pecah lah perang hebat yang dikenal dengan pertempuran lima hari di Semarang, 15-19 Oktober 1945. Obyek vital seperti kantor Kempetei (sekarang Museum Mandala Bhakti) dan Lawang Sewu di kawasan Tugu Muda berhasil direbut pejuang Semarang yang tergabung dalam Angkatan Muda Kereta Api (AMKA).

Jepang membalas dengan mengirim pasukan Kido Butai dari Jatingaleh untuk memborbardir tempat-tempat yang telah dikuasai pejuang Semarang. Kantor Kempetei dan Lawang Sewu ditembaki tentara Jepang dari arah Gunung Brintik hingga banyak korban berguguran dari pihak pejuang.

"Kalau ada yang bilang Lawang Sewu pernah jadi penjara bagi pejuang, saya sampai sekarang belum menemukan bukti akademis yang mendukung. Sangat mungkin, dalam proses peperangan tersebut terjadi aksi pembunuhan maupun penahanan yang berujung pembunuhan terhadap pemuda dan pejuang oleh tentara Jepang. Tapi Lawang Sewu tidak berubah fungsi jadi penjara. Gedung penjara ya yang di Bulu itu," tegas Rukardi.

Pascamasa kemerdekaan, Lawang Sewu masih dipertahankan fungsinya sebagai perkantoran perkeretaapian dan dikelola Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), sekarang PT KAI. Namun tidak lama, fungsi gedung berubah setelah diserahkan ke militer, menjadi Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro), Juga sempat menjadi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.

Tahun 1994, Lawang Sewu kembali ke PT KAI dan mengalami perbaikan hingga bentuk saat ini. Berdasaran SK Walikota Semarang Nomor 650/50/1992, Lawang Sewu ditetapkan sebagai bangunan kuno bersejarah yang patut dilindungi.

"Jadi melihat sejarah Lawang Sewu jelas bangunan ini menjadi saksi bersejarah perjuangan perjalanan kemerdekaan RI. Sehingga menjadi pilihan pas sebagai lokasi upacara peringatan kemerdekaan ke-73 RI, selain tentunya untuk mengangkat Lawang Sewu sebagai salah satu destinasi wisata sejarah unggulan di Kota Semarang," ujar Humas PT KAI Daop IV Semarang Suprapto kepada Tagar News.

Tujuh Belasan di PleretPulau buatan di tengah sungai yang difungsikan sebagai pemecah arus air disulap jadi panggung peringatan kemerdekaan. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Selain upacara, di lokasi yang sama PT KAI juga menggelar beragam perlombaan tradisional untuk karyawan dan warga. Sekaligus memberikan bantuan secara simbolis, bagian dari program corporate social responsibility (CSR), senilai total Rp 2,15 miliar. Di antaranya pembangunan fasilitas MCK di 10 kecamatan di Demak, program Siswa Mengenal Nusantara, Taman Baca, hingga pengembangan sarana prasarana di 2 kecamatan di Demak.

Di Tengah Sungai BKB

Upacara 17-an di lokasi tak kalah eksotis juga digelar warga Barusari, Kecamatan Semarang Selatan. Mengambil tempat di tengah Sungai Banjir Kanal Barat (BKB), di kawasan yang dikenal dengan Pleret. Pulau buatan di tengah sungai yang difungsikan sebagai pemecah arus air disulap jadi panggung peringatan kemerdekaan.

Ratusan warga dari berbagai elemen, mulai anak sekolah, PKK, tokoh dan masyarakat umum mengikuti upacara secara khidmat di tengah aliran sungai.

Lurah Barusari, Widayanta mengaku kegiatan tersebut usulan warganya untuk lebih mengangkat potensi lokal, yaitu keindahan alam Sungai BKB, berlatarbelakang pemandangan Gunung Ungaran. Sekaligus upaya promosi agar lingkungan BKB menjadi kawasan wisata yang lebih dikenal masyarakat luas.

"Kami harap pulau buatan di Banjir Kanal Barat ini dapat diangkat dan dikenal hingga menjadi pilihan lokasi wisata internasional," kata dia.

Paskarevitalisasi Sungai BKB oleh BBWS Pemali Juana, wajah sungai telah berubah. Sebelumnya, sungai yang membelah wilayah barat Kota Semarang ini terkesan kotor dan kumuh. Kini, sungai yang bermuara ke Laut Jawa tersebut bersih, rapi dan indah. Sejumlah event wisata kerap digelar Pemkot Semarang di BKB di antaranya Festival Banjir Kanal Barat.

Sepanjang bantaran sungai juga telah dibuat sejumlah fasilitas umum yang bisa menunjang aktivitas masyarakat seperti jogging, memancing maupun tempat nongkrong bersama kawan dan keluarga.

"Konsentrasi kami bersama warga untuk mempertahankan kondisi BKB saat ini adalah selalu berupaya menjadikan kawasan Pleret bersih, bebas sampah, sehingga tidak ada pendangkalan," imbuh Widayanta.

Darjan, 65, salah satu peserta upacara berharap peringatan kemerdekaan di tengah sungai bisa menjadi contoh kreatifitas bagi kaum muda, juga memotivasi untuk tidak lupa dengan sejarah pejuang dalam merebut kemerdakaan.

"Dengan upacara yang khidmat, para generasi muda bisa mengerti dan memahami perjuangan pahlawan untuk merebut kemerdekaan. Saat ini giliran para anak muda ini yang harus meneruskan perjuangan dengan mengisi kemerdekaan dengan hal positif," ujarnya. []

Berita terkait
0
Investasi Sosial di Aceh Besar, Kemensos Bentuk Kampung Siaga Bencana
Lahirnya Kampung Siaga Bencana (KSB) merupakan fondasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Seperti yang selalu disampaikan Mensos.