Gus Halim Tegaskan NU Berperan Penting Dalam Proses Kemerdekaan RI

Mendes Gus Halim sebut NU salah satu Ormas Islam terbesar di dunia mempunyai peran strategis dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. (Foto: Tagar/Kemendes)

TAGAR.id, Jakarta - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menjelaskan, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu Ormas Islam terbesar di dunia mempunyai peran strategis dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Peran para ulama NU di masa lalu dalam memberi dukungan moral, pemikiran, dan menggerakkan umat muslim berperang melawan penjajah berbuah manis. Hingga kini 17 Agustus dinyatakan sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

"Indonesia ada seperti ini karena adanya Nahdlatul Ulama. Itu sudah terbukti sejarah, tidak bisa dipungkiri," ungkap pria yang akrab disapa Gus Halim itu dalam Konfercab ke-1 PCNU Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, pada Rabu, 16 Agustus 2023.


Ketika rumusannya seperti itu, teman-teman kita dari Indonesia Timur mengatakan, kalau itu yang dipakai saya ikut menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Dia menyatakan bahwa Indonesia bukan negara Islam. Tetapi Indonesia adalah negara kedamaian.

"Itu (sebelum) Indonesia merdeka, karena apa? Karena NU menghargai pluralisme, perbedaan. Dan kita paham Indonesia punya banyak perbedaan dalam hal agama, suku, budaya," ucapnya.

Gus Halim menerangkan, dalam perkembangan momen Kemerdekaan itu, Piagam Jakarta yang sempat menjadi rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengalami perubahan, bahkan kontroversi antara dua kelompok, yaitu kelompok Islam dan kelompok Timur.

Dalam isi Piagam Jakarta, lanjut Gus Halim, ada tujuh kata yang dihapus, yaitu 'Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.'

Penghapusan tujuh kalimat tersebut dari Pembukaan UUD 1945 terjadi pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, Mohammad Hatta didatangi oleh Laksamana Maeda, perwira angkatan laut Jepang.

Maeda menyampaikan ketidaksetujuan para tokoh Indonesia bagian Timur atas pemilihan kata-kata tersebut.

Sebab, hal ini berarti rumusan tersebut hanya berlaku bagi kaum Islam saja, tidak untuk pemeluk agama lain.

Mengatasi ketegangan itu, kata Gus Halim, ulama NU lantang mengusulkan penghapusan kalimat panjang itu, supaya diganti dengan Ketuhanan yang Maha Esa.

"NU tampil di depan atas restu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. Menghapus kalimat-kalimat panjang kemudian hanya Ketahanan yang Maha Esa," ujar Gus Halim.

Dan hari ini, lanjut Gus Halim, Alhasil, tidak hanya masyarakat Indonesia Timur yang mampu menerima dengan lapang usai usulan itu ditetapkan.

Tetapi seluruh kelompok dan elemen bangsa Indonesia mengapresiasi dan mendukung pemilihan kata yang menaungi seluruh keyakinan umat beragama di nusantara.

"Ketika rumusannya seperti itu, teman-teman kita dari Indonesia Timur mengatakan, kalau itu yang dipakai saya ikut menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," pungkasnya. []

Berita terkait
Cegah Korupsi, Gus Halim Ajak Pendamping Desa Buat Gerakan Dari Rumah Ke Rumah
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengajak pendamping desa membuat gerakan kunjungan rumah kerumah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
Gus Halim Serahkan Penghargaan Transmigran dan P3SPT Teladan 2023
Mendes PDTT Gus Halim menganugerahkan Transmigran Teladan dan Petugas Pelaksana Pengembangan Satuan Permukiman Transmigran Teladan tahun 2023.
Gus Halim: Transmigrasi Tingkatkan Ekonomi dan Pengembangan Kawasan
Program transmigrasi berhasil mendukung pertumbuhan ekonomi dan percepatan pengembangan kawasan di berbagai daerah.