Gunung Agung dan ‘Letusan’ Medsos Diminta Jangan Lebay

Menyusul perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Agung, saat ini banyak beredar 'hoax' dan informasi yang menyesatkan sehingga menimbulkan keresahan.
SILUET GUNUNG AGUNG: Siluet Gunung Agung di pulau Bali terlihat dari pinggiran pantai Ampenan, Mataram, NTB, Kamis (21/9). Status aktivitas Gunung Agung ditingkatkan dari level "waspada" menjadi "siaga" pada Senin (18/9) malam. (Foto: Ant/Ahmad Subaidi).

Denpasar, (21/9/2017) – Menyusul perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Agung, saat ini banyak beredar 'hoax' dan informasi yang menyesatkan sehingga menimbulkan keresahan. Untuk itu masyarakat diminta untuk menyebarkan fakta dan informasi yang benar.

Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung dari status Waspada menjadi Siaga pada 18 September 2017 diikuti dengan "fase" lain dalam waktu yang bersamaan, berupa kebakaran lahan pada lereng gunung pada ketinggian 2.000-an mdpl (Gunung Agung : 3.142 mdpl).

Walhasil, foto kebakaran itu pada malam hari akan terlihat seperti lava pijar. Nah, foto "lava pijar" (palsu) itu pun di-share ke media sosial (medsos) seolah-olah Gunung Agung meletus.

Mungkin hanya warga Bali yang tahu apa yang terjadi sebenarnya, tapi masyarakat Indonesia yang tidak aktif dalam memantau informasi gunung itu akan bisa sangat tertipu akibat "letusan" medsos yang menyasar ke seluruh pelosok Tanah Air.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, hasil analisis satelit Aqua dan Terra dari Lapan menunjukkan adanya tiga 'hotspot' kebakaran hutan dan lahan di sekitar Kubu Kabupaten Karangasem atau sebelah utara-timur laut dari kawah Gunung Agung dalam 24 jam terakhir.

Oleh karena itu, BNPB mengimbau masyarakat untuk tenang dan jangan terpancing isu-isu menyesatkan. "Saat ini banyak beredar 'hoax' dan informasi yang menyesatkan sehingga menimbulkan keresahan. Sebarkan fakta dan informasi yang benar," ujarnya.

Jangan Lebay

Imbauan serupa juga datang dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika, bahkan ia meminta kepada para awak media agar tidak memberitakan secara berlebihan mengenai hal-hal terkait peningkatan status vulkanik Gunung Agung karena dinilai akan berdampak buruk dan menimbulkan keresahan masyarakat.

Ia meminta peranserta awak media agar tidak memberitakan yang lebay. "Ya, itu yang saya harapkan terus terang saja. Ini kan kita sudah siap semua. Boleh lihat kesiapan kita seperti apa ya. Saya yakin semua akan bisa kita atasi sebaik-baiknya," kata Pastika saat meninjau Pos Pemantau Gunung Agung, di Desa Rendang, Amlapura, Karangasem (19/9).

Secara khusus, Pastika meminta pegiat media sosial harus pintar dan bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. "Ya, kepada pengguna medsos (media sosial) juga saya minta tanggung jawabnya ini. Masak ingin menyusahkan orang yang sudah susah. Dosanya besar sekali," ucapnya.

Ya, gunung meletus memang tidak mungkin dicegah, tetapi yang bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah korban jiwa maupun harta benda.

Nah, langkah untuk mengurangi jumlah korban jiwa melalui informasi yang "memandu masyarakat" itu jauh lebih penting daripada memberikan sensasi yang meresahkan.

Bahkan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPPD) Bali Dewa Made Indra meminta awak media memberikan informasi yang "mencerdaskan" masyarakat, seperti informasi tentang pentingnya masyarakat setempat untuk belajar dari kasus meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta pada 2010 yang menewaskan juru kuncinya Mbah Maridjan.

Tewasnya Mbah Maridjan, kata dia, semestinya menjadi pengalaman karena sang juru kunci terlalu bersandar pada keyakinan spiritual bahwa belum menerima wangsit, padahal pemerintah sudah mengeluarkan peringatan dini level IV (Awas). Pihaknya bukan tidak percaya pada hal-hal yang berbau spiritual, tetapi kita tidak boleh mengesampingkan kajian ilmiah, pengukuran ilmiah yang menggunakan peralatan modern.

Pengalaman yang juga penting pernah terjadi pada warga desa di dekat Gunung Agung saat peristiwa meletusnya pada 1963 yang justru semuanya tewas karena keyakinan mereka untuk menyambut datangnya lahar dengan membunyikan gamelan.

"Saya bukan tidak percaya kepada hal-hal yang seperti itu, tetapi mari tidak mengesampingkan arahan resmi dari pemerintah yang bersandar pada penggunaan teknologi. Ikuti arahan resmi dari pemerintah. Kita cukup belajar dari meletusnya Gunung Agung pada 1963 dan Gunung Merapi," ujarnya di Denpasar (19/9).

Terkait dengan status Gunung Agung, masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan tidak panik karena pemerintah telah menyiapkan berbagai bentuk kesiapsiagaan dan pemantauan terus dilakukan selama 24 jam.

Titik tempat evakuasi juga sudah ditetapkan jika Gunung Agung nantinya benar-benar meletus dan sudah disusun rencana bagaimana cara membantu evakuasi warga dengan segala alat transportasinya.

Indra memastikan setiap arahan resmi pemerintah akan terukur sesuai dengan level peringatan dini yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Saat ini, kebutuhan tempat pengungsian, tenda, logistik, juga sedang diinventarisasi. Pemerintah Provinsi Bali siap mendukung langkah-langkah itu, baik personel, logistik, peralatan, maupun keuangan.

Jadi, langkah terpenting bagi masyarakat adalah tetap tenang atau tidak usah panik, dan ikuti arahan resmi dari pemerintah. Langkah yang juga penting adalah ikuti informasi dari sumber yang jelas atau sumber yang resmi. (yps/ant)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.