Gubernur Sulsel Perpanjang Tanggap Darurat Bencana

Status tanggap darurat ditetapkan selama 14 hari, hingga 6 Februari 2019.
Kerusakan fisik meliputi 559 unit rumah rusak, di antaranya 33 unit hanyut. (Foto: Tagar/Rio Anthony)

Sulawesi Selatan, (Tagar 29/1/2019) - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah memperpanjang status tanggap darurat bencana, yang dimulai sejak 23 Januari 2019. Status tanggap darurat ditetapkan selama 14 hari, hingga 6 Februari 2019 dan dapat diperpanjang sesuai kondisi di lapangan.

Gubernur mengatakan, status tersebut untuk mempermudah dan mempercepat penanganan dampak bencana banjir, longsor, puting beliung, dan abrasi di sebagian wilayah Sulsel. 

Tanggap darurat berarti ada kemudahan akses, baik penggunaan anggaran, pengerahan personel, logistik, peralatan, dan administrasi. Dengan begitu diharap penanganan dampak bencana bisa cepat, tepat, dan akurat.

"Kita perpanjang seminggu mungkin ya. Kan masih ada daerah kita yang terisolir, makanya kita coba supaya tuntas. Kita mau jangan stop, masih ada masyarakat yang membutuhkan," kata Gubernur Nurdin kepada Tagar News di Makassar, Selasa (29/1).

Seperti diketahui, bencana banjir, longsor dan putting beliung terjadi pekan lalu di 201 desa di 78 kecamatan, yang tersebar di 13 Kabupaten/Kota. Yakni di Kabupaten Jeneponto, Maros, Gowa, Kota Makassar, Soppeng, Wajo, Barru, Pangkep, Sidrap , Bantaeng, Takalar, Selayar, dan Sinjai.

Gubernur menyatakan, berbagai pemangku kepentingan telah turun ke lapangan untuk mendata berbagai kerusakan dan dampak bencana. Selain membuka akses daerah terisolir akibat longsor, serta memenuhi kebutuhan masyarakat terdampak, pemerintah memprioritaskan pemulihan segera sarana publik dan fasilitas umum.

"Sekarang lagi mencoba. Kan, masing-masing-masing ini ada anggaran. Yang mana kira-kira bisa dilaihkan ke daerah-daerah yang harus dipulihkan segera," ujar Nurdin.

Selain pemulihan, Gubernur menyatakan pemerintah juga segera menempuh langkah antisipasi agar berbagai bencana di Sulsel tidak lagi terulang. Salah satu bentuk pencegahannya adalah konservasi kawasan hutan dan daerah aliran sungai. Namun upaya ini dianggap tidak mudah dan butuh waktu lama.

"Jadi kemungkinan butuh tiga sampai empat tahun. Oleh karena itu kita kawal dengan doa," ucapnya.

Nurdin secara khusus menyoroti salah satu banjir terparah di sepanjang aliran Sungai Jeneberang, kabupaten Gowa. Pemerintah Provinsi menggandeng Universitas Hasanuddin tengah mengkaji mengenai langkah strategis yang akan ditempuh. 

Penambangan di kawasan sungai diduga penyebab banjir, namun dia enggan menyimpulkan sebelum ada hasil kajian akademik.  

"Di semua negara maju, setiap kejadian tim ahli turun. Itu menelusuri apa penyebabnya sampai tuntas baru kita umumkan ke rakyat bahwa banjir Jeneponto itu penyebabnya ini, terus apa solusi yang kita ambil," Nurdin melanjutkan.

Update korban: 69 meninggal, 7 orang belum ditemukan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel, per Selasa (29/1) mencatat bencana di Sulsel mengakibatkan 69 orang korban tewas. Selain itu tujuh orang hilang, 48 korban luka-luka, dan 9.429 orang mengungsi.

Kerusakan fisik meliputi 559 unit rumah rusak, di antaranya 33 unit hanyut. Sebagian besar banjir, sedangkan sebagian pengungsi sudah pulang ke rumahnya. Masyarakat yang rumahnya rusak berat terpaksa bertahan, selain merasa lebih nyaman ada juga yang takut adanya banjir dan longsor susulan.

"Masyarakat memerlukan bantuan untuk membersihkan lumpur dan material dari banjir dari rumahnya. Selain tenaga relawan dan aparat untuk membersihkan lumpur, juga memerlukan peralatan rumah tangga dan peralatan untuk membersihkan lumpur," kata Kepala BPBD Sulsel Syamsibar kepada Tagar News.

Sebelumnya, berbagai pihak menyalurkan bantuan kepada korban bencana di Sulsel. Antara lain dari pemerintah pusat dan daerah, BUMD dan BUMN, perusahaan swasta, lembaga swadaya, komunitas, dan perorangan. Polda Sulsel melalui Satuan Tugas menjamin setiap bantuan tepat sasaran kepada yang membutuhkan. []

Berita terkait
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama