Golkar Pertimbangkan Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi Pimpin Sumut

Golkar pertimbangkan Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi pimpin Sumut. “Pangkostrad dinilai sebagai sosok yang tepat memimpin Sumut,” kata Nusron Wahid.
Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi. (Foto: Ist)

Jakarta, (Tagar 29/12/2017) – Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Indonesia I (Jawa dan Sumatera) Nusron Wahid mengungkapkan, Golkar tengah mengevaluasi dukungan terhadap Tengku Ery Nuradi dalam pencalonan sebagai gubernur Sumatera Utara pada Pilkada Serentak 2018.

Selain Tengku Ery Nuradi, Golkar juga tengah mempertimbangkan untuk mengusung Pangkostrad Letjen TNI Edy Rahmayadi yang dinilai sebagai sosok yang tepat memimpin Sumut.

"Sekarang sedang proses mengevaluasi dukungan terhadap Tengku Ery Nuradi dan tahap finalisasi untuk mencalonkan Letjen TNI Edy Rahmayadi," kata Nusron Wahid dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (29/12).

Nusron mengemukakan, kemungkinan besar Golkar akan mendukung Letjen TNI Edy Rahmayadi sebagai gubernur Sumatera Utara dalam Pilgub 2018 karena karakter Sumatera Utara membutuhkan figur pemimpin yang tegas dan berani dalam mengambil risiko dan keputusan.

"Nah, kalau kita melihat rekam jejak Letjen TNI Edy Rahmayadi, kita meyakini bahwa sosok seperti itulah yang dibutuhkan untuk memimpin Sumut," ujarnya.

Selain soal kriteria pemimpin yang dibutuhkan Sumut, lanjut Nusron, Edy Rahmayadi juga mempunyai hubungan kesejarahan yang panjang dengan Partai Golkar.

Nusron menjelaskan, keluarga besar Edy Rahmayadi adalah keluarga besar Golkar sehingga ke depan akan bisa bekerja sama dengan Golkar dalam memajukan Sumut.

"Kami yakin Pak Edy akan dapat ngemong kader-kader Golkar di Sumatera Utara. Di samping untuk kemajuan masyarakat Sumut, tentunya kita berpikir figur yang punya hubungan sejarah dan batin dengan Partai Golkar secara mendalam dalam menentukan sosok yang akan diusung," jelasnya. (ant/yps)

Berita terkait
0
JARI 98 Perjuangkan Grasi untuk Ustadz Ruhiman ke Presiden Jokowi
Diskusi digelar sebagai ikhtiar menyikapi persoalan kasus hukum yang menimpa ustaz Ruhiman alias Maman.