GKR Hemas Enggan Rapat Paripurna Karena DPD RI Dipimpin OSO

Akibatnya keanggotaan GKR Hemas di DPD RI dicopot.
GKR Hemas saat memberi keterangan pers di Kantor DPD Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Jumat (21/12). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori).

Yogyakarta (Tagar 21/12/2018) - Keanggotaan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dicopot sementara. Pemberhentian itu dibacakan pada 20 Desember 2018.

Badan Kehormatan (BK) DPD RI menganggap permaisuri Keraton Yogyakarta itu malas. Selama 12 kali tidak menghadiri sidang paripurna.

Menanggapi hukuman tersebut, GKR Hemas mengatakan ketidakhadirannya di rapat paripurna beralasan. Hingga kini, dia tidak mengakui kepimpinan DPD RI dipegang Oesman Sapta Odang (OSO).

"Sejak OSO dan kawan-kawan mengambil alih kepemimpinan DPD RI secara ilegal, saya dan beberapa teman tidak mengakui kepemimpinannya," kata GKR Hemas melalui keterangan pers di Kantor DPD Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta, Jumat (21/12).

Keputusannya menampik kepemimpinan OSO, kata GKR Hemas, ditegaskan dengan tidak menghadiri rapat paripurna DPD RI. "Maka kalau saya hadir dalam sidang yang dipimpin OSO dan kawan-kawan berarti secara langsung mengakui kepemimpinannya," jelasnya.

Untuk diketahui, perdebatan kepemimpinan DPD berawal dari silang pendapat terkait tata tertib pimpinan DPD. Aturan baru yang menyatakan pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun, sebelumnya 5 tahun, membuat GKR Hemas dan Farouk Muhammad tereleminasi dari jabatan pimpinan DPD RI setelah OSO menjabat sebagai Ketua DPD RI.

GKR HemasGKR Hemas saat memberi keterangan pers di Kantor DPD Perwakilan DIY Jalan Kusumanegara, Yogyakarta, Jumat (21/12/2018). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori).

GKR Hemas dan Farouk Muhammad  yang tidak puas dengan keputusan tersebut menggugat tata tertib itu melalui jalur hukum. Di meja hijau GKR Hemas menang. Namun, Mahkamah Agung (MA) tetap menetapkan dan melantik OSO, Darmayanti Lubis dan Nono Sampono sebagai Ketua DPD RI yang baru.

GKR Hemas menjelaskan, putusan di tingkat kasasi tidak pernah menyebutkan benar dan sah pengambilalihan kepemimpinan tersebut. Sebab itu dia geram dan menolak hadir rapat paripurna sebagai bentuk protes.

"Hukum harus ditegakkan di negeri ini. Tidak boleh ada warga yang kebal hukum. Kalau saya menutup mata, buat apa saya menjadi wakil rakyat (anggota DPD RI)," katanya.

Lebih lanjut, GKR Hemas menyebutkan keputusan BK DPD RI memberhentikan sementara dirinya tidak memiliki dasar hukum kuat. GKR Hemas menilai keputusan tersebut mengesampingkan ketentuan Pasal 313 undang-undang nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

"Dalam pasal itu jelas, anggota DPD RI diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5  tahun; atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus," jelasnya.

Menurut GKR Hemas, BK DPD RI timpang dalam menangani permasalahan yang ada. Dia mempertanyakan kenapa laporan mantan anggota DPD RI Muspani dan Bambang Soeroso soal peninjauan ulang keputusan MA tentang larangan pengurus parpol maju menjadi calon anggota DPD RI tidak digubris.

"Jadi, semua pihak dapat memahami apa yang saya perjuangkan selama ini. Hukum harus ditegakkan di negeri ini," tegasnya.

Langkah GKR Hemas tersebut mendapat dukungan komponen masyarakat. "Kami mendukung langkah-langkah yang diambil Bu Ratu (GKR Hemas)," kata Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia (LKNI) Totok Sudarwoto.

Di tempat terpisah, Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menduga keputusan pemberhentian terhadap istrinya tersebut ada faktor politik. "Saya nggak tahu persis ya, mungkin ada aspek faktor-faktor politik juga bisa memengaruhi," kata Sri Sultan.

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.