Gerakan Ganti Presiden Kampanye Hitam

Gerakan ganti presiden kampanye hitam. Tolak deklarasi ganti presiden terjadi di mana-mana. Dua kubu pro-kontra diminta menahan diri.
Gerakan Ganti Presiden Kampanye Hitam | Elemen masyarakat di Surabaya menolak deklarasi #2019GantiPresiden. (Foto: Detik/Deni Prastyo Utomo)

Jakarta, (Tagar 27/8/2018) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menilai gerakan politik dengan tagar #2019GantiPresiden sudah mulai berubah dari kampanye negatif menjadi sebuah kampanye hitam.

"Penggunaan tagar ini memang sangat provokatif. Sebagai sebuah kampanye negatif yang mulai berubah menjadi kampanye hitam. Meminjam istilah Prof Dr Jimly Asshiddiqie, gerakan politik ini adalah 'menyebar kebencian terhadap presiden yang masih menjabat'," kata Sekjen PSI Raja Juli Antoni dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/8) dilansir Antara.

Toni mengaku prihatin dengan kericuhan yang terjadi di beberapa kota di Indonesia sebagai aksi dan reaksi terhadap gerakan politik tagar #2019GantiPresiden.

Menurutnya, aksi gerakan menyebar kebencian terhadap presiden yang masih menjabat itu sangat potensial menuai reaksi penolakan karena Presiden Jokowi merupakan presiden yang dicintai rakyat.

"Presiden Jokowi memberikan layanan pendidikan dan kesehatan terbaik bagi rakyat dalam sejarah republik ini. Presiden yang membangun infrastruktur untuk masa depan anak muda bangsa, presiden yang berhasil menekan inflasi sehingga meringankan beban belanja kebutuhan pokok 'emak-emak'," ujar dia.

Toni menegaskan semua warga negara berhak menikmati ruang publik yang demokratis. Namun di tahun politik ini, dia menyarankan agar semua kelompok kepentingan menghindari provokasi yang berpotensi membuat kericuhan di akar rumput.

Dia menyarankan agar pegiat tagar #2019GantiPresiden memulai kampanye positif, misalkan dengan mengubah tagar menjadi #2019PrabowoPresiden atau #2019PASmenang dan lain sebagainya, yang lebih mendidik masyarakat.

"Kepada para pecinta Pak Jokowi diharapkan tetap tenang dan tidak terprovokasi. Kita patut mencontoh politik santun Pak Jokowi yang tidak pernah marah meski dihina, dicaci-maki selama empat tahun terakhir. Kepada Tuhan YME kita berlindung dan berpasrah diri," kata dia.

Ditolak di Mana-mana

Gerakan #2019GantiPresiden ditolak di mana-mana, di antaranya di Surabaya, Jawa Timur.

Pada Minggu (26/8) Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Komisaris Besar Polisi Rudi Setiawan menyiagakan personel di seluruh wilayahnya untuk menjaga Ibu Kota Provinsi Jawa Timur itu supaya tetap aman dan kondusif.

"Saya sudah arahkan kepada semua personel agar tetap siaga," katanya kepada wartawan usai membubarkan aksi massa dari dua kubu di Surabaya, Minggu.

Dua kubu berlawanan ini menggelar aksi di Jalan Indrapura Surabaya sejak sekitar pukul 09.00 Wib. Sebelumnya, sejak pukul 06.00 Wib mereka berkumpul di seputar kawasan Tugu Pahlawan.

Satu kubu ingin mendeklarasikan pada tahun 2019 ganti presiden, sedangkan kubu lainnya menentang dan lebih menyerukan cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Segenap personel Polrestabes Surabaya dengan tegas membubarkan aksi dari dua kubu tersebut karena sejak sehari sebelumnya dinyatakan tidak mendapat izin dari kepolisian daerah setempat.

"Saya mengucapkan terima kasih karena semuanya bersemangat untuk menjaga Surabaya agar tetap aman. Masing-masing sepakat untuk menahan diri," ujarnya.

Lebih lanjut Kombes Pol.Rudi memerintahkan agar segenap personelnya untuk tetap bersiaga di seluruh wilayah Kota Surabaya setelah pembubaran aksi massa dari dua kubu tersebut.

"Sudah menjadi tugas kepolisian. Meski hari libur, polisi tetap harus berjaga," katanya.

Mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sumatera Selatan itu memastikan telah menempatkan personel di seluruh wilayah Kota Surabaya.

"Kami lebih memperketat penjagaan di beberapa wilayah yang berpotensi terjadi gangguan keamanan masyarakat," ucapnya.

Tolak Ganti Presiden

Di Surabaya Jumat (24/8) ratusan massa dari Aliansi Pemuda Peduli Jawa Timur (APPJ) beraksi di depan Mapolda Jatim di Surabaya, Jumat untuk menolak adanya deklarasi #2019GantiPresiden yang akan digelar di Surabaya, Minggu (26/8).

Ratusan massa tersebut membentangkan spanduk dan poster bertuliskan "Jaga Kondusifitas Bersama, Mari Bangun Budaya Demokrasi Sehat di Bumi Jawa Timur" serta "Tolak Deklarasi #2019GantiPresiden di Jawa Timur".

Koordinator aksi Mohammad Khoiron mengatakan aksi itu digelar karena menurut APPJ deklarasi gerakan ganti presiden 2019 adalah gerakan provokasi untuk memecah belah antargolongan.

"Kami menolak dan mengecam, kami minta polda untuk tidak memberikan izin. Jika itu tetap diberikan izin tidak menutup kemungkinan politik terpecah belah," ucap Khoiron.

Khoiron menyatakan pihaknya mendukung politik yang sehat dan mengecam politik yang memecah belah antar-umat dan golongan.

"Kami meminta kepada aparat berwajib untuk menindak tegas dan membubarkan deklarasi #2019GantiPresiden demi kerukunan dan kondusifitas di wilayah Jawa Timur," ujarnya.

APPJ mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan deklarasi #2019GantiPresiden dengan tetap mengedepankan kepentingan hidup bersama yang adil dan demokratis.

Maka dari itu pihaknya terus meminta kepada Kapolda Jatim untuk tidak mengeluarkan surat izin kegiatan Deklarasi #2019GantiPresiden.

"Jika deklarasi itu tetap digelar, kami akan entah apa yang terjadi tergantung besok. Jika terjadi kami akan melakukan aksi yang sama," ucapnya, menegaskan.

Polisi Tak Beri Izin

Pada hari yang sama Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur menyatakan tidak memberi izin keramaian terhadap kegiatan Deklarasi Ganti Presiden 2019 yang rencananya digelar di Surabaya pada hari Minggu (26/8).

"Polda Jatim tidak mengeluarkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) karena memang tidak ada surat pemberitahuan yang masuk ke kami," Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera kepada wartawan di Surabaya, Jumat.

Dia mengatakan kalaupun kegiatannya di lapangan nanti aksi itu tetap digelar, Polda Jatim akan mempertanyakan terkait izin penyampaian pendapat di muka umum.

"Apalagi di hari libur itu kan tidak boleh menyatakan pendapat di muka umum. Kami pasti tidak mengeluarkan STTP untuk rencana aksi itu," ujarnya.

Ditanya apakah Polda Jatim akan membubarkan aksi tersebut jika tetap digelar, Barung mengatakan akan melihat dulu eskalasi yang terjadi di lapangan.

"Kami akan melihat eskalasi di lapangan untuk tindakan selanjutnya. Kami bergerak demi ketertiban masyarakat luas," ucapnya, menegaskan.

Sebelumnya sekelompok massa yang mengatasnamakan Deklarasi Relawan Ganti Presiden 2019 (RGP 2019) Jawa Timur berencana menggelar deklarasi di Tugu Pahlawan Surabaya pada Minggu (26/8) dan surat Pemberitahuan aksi tersebut sudah menyebar di media sosial.

Penolakan di Riau

Pada Jumat itu juga Kepala Kepolisian Daerah Riau, Brigjen Eko Widodo Prihastopo menegaskan penyelenggara deklarasi #2019gantipresiden yang akan dilangsungkan di Kota Pekanbaru dibatalkan.

"Deklarasi ganti presiden, saya tegaskan batalkan itu," kata Eko di Mako Brimob Polda Riau, Kota Pekanbaru, Jumat.

Eko tidak merincikan alasan dia menolak kegiatan deklarasi #2019gantipresiden yang rencananya dihadiri oleh Neno Warisman dan Ahmad Dhani di Kota Pekanbaru tersebut.

Dia hanya mengatakan bahwa kegiatan itu tidak memberikan manfaat dan akan memberikan dampak buruk bagi kondusifitas Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau, yang saat ini mulai menuai pro dan kontra akibat rencana kegiatan itu.

"Nggak ada manfaatnya, mudharatnya banyak," tegasnya usai kegiatan serah terima jabatan dengan Kapolda Riau sebelumnya, Irjen Pol Nandang.

Rencana deklarasi 2019 ganti presiden digelar di Kota Pekanbaru pada Minggu (26/8). Neno Warisman dan Ahmad Dhani rencananya hadir dalam kegiatan tersebut.

Namun, beberapa hari sebelum kegiatan itu dilakukan, berbagai elemen masyarakat melakukan penolakan. Salah satunya adalah Ormas Pemuda Pancasila Riau, yang bahkan mengancam akan menutup paksa Bandara Pekanbaru jika Polisi tetap memberikan izin kegiatan tersebut.

Selain itu, segelintir orang yang mengaku mahasiswa juga tercatat dua kali melakukan aksi demonstrasi menolak rencana deklarasi itu. Kemudian Ikatan Keluarga Nias Riau terpantau turut melakukan hal yang sama.

Di lain sisi, sejumlah spanduk yang mendukung kegiatan itu juga menyebar di berbagai sudut kota Pekanbaru. Begitu juga beberapa kelompok masyarakat menyatakan mendukung kegiatan itu, baik disampaikan secara langsung maupun melalui media sosial.

Menahan Diri

Indonesia Police Watch mengimbau massa pendukung ganti presiden maupun massa pendukung Presiden Jokowi diharapkan bisa menahan diri agar konflik horizontal tidak terjadi menjelang Pilpres 2019. Di sisi lain Polri diharapkan bisa bersikap profesional dan tegas dalam menjaga Kamtibmas serta tidak mentolerir setiap potensi ancaman keamanan yang bisa memicu konflik orizontal di akar rumput.

Hal itu disampaikan Neta S Pane Ketua Presidium Ind Police Watch melalui siaran pers diterima Tagar News, Senin pagi (27/8).

Ind Police Watch (IPW) menilai, kasus yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya tidak boleh dibiarkan dan harus disikapi Polri dengan profesional dan tegas. Polri harus hadir secara maksimal dalam menjaga keamanan dan jangan membiarkan potensi konflik menjadi kekacauan sosial. 

Melihat eskalasi konflik antara massa ganti presiden dan massa pendukung Presiden Jokowi kian tinggi, Polri perlu melakukan dialog dengan tokoh-tokoh kedua kelompok. Jika kondisinya kian panas dan bisa menimbulkan kerawanan sosial, Polri jangan segan segan untuk melarang kedua belah pihak melakukan kegiatan di seluruh wilayah Indonesia hingga massa kampanye tiba.

"Polri jangan ragu untuk bersikap tegas," ujar Pane. 

IPW mendukung penuh sikap tegas aparatur kepolisian untuk bersikap tegas dan profesional. Sebab, IPW menilai, apa yang terjadi di Pekanbaru dan Surabaya sudah sangat mengganggu ketertiban masyarakat dan membuat keresahan sosial. Masyarakat yang tidak ikut-ikutan dengan aksi kedua kelompok menjadi sangat khawatir dengan ancaman keamanan di wilayahnya. Massa ganti presiden maupun massa pendukung Presiden Jokowi hendaknya mau menyadari akan pentingnya ketertiban umum dan ketentraman publik yang didambakan semua pihak.

"Memang tidak ada satu pun undang-undang yang melarang aktivitas kedua kelompok. Namun karena aktivitasnya sudah memunculkan konflik dan berpotensi menimbulkan kekacauan sosial, atas nama ketertiban umum dan kepentingan publik, Polri bisa bertindak tegas untuk menghentikan semua kegiatan kedua kelompok," jelas Pane. 

IPW juga berharap KPU menyikapi situasi ini, untuk melarang kegiatan kedua kelompok hingga masa kampanye tiba. Demi kepentingan umum, KPU bisa mengacu ke Pasal 492 UU No 7 THN 2017 tentang kampanye di luar jadwal. Sebab dari kegiatan kedua kelompok terlihat ada yang menjelek-jelekkan capres tertentu dan ada yang menyanjung-nyanjung capres tertentu. Aroma mencuri start kampanye sangat tajam dari kedua kelompok, yang ujung-ujungnya bisa menimbulkan benturan sosial. []

Berita terkait
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara