Gempa Tektonik Guncang Sumbawa dan Bima, Masyarakat Diminta Tenang

Gempa tektonik guncang Sumbawa dan Bima. Masyarakat diimbau tetap tenang. Berdasar catatan sejarah, NTB rawan gempa.
Gempa Tektonik Guncang Sumbawa dan Bima | Guncangan gempa bumi ini dilaporkan terjadi dan dirasakan di Sumbawa dan Bima dalam skala intensitas II SIG-BMKG (III MMI). (Foto: BMKG)

Mataram, (Tagar 27/6/2018) - Gempa tektonik mengguncang wilayah Sumbawa dan Bima. Gempa tektonik itu terjadi pada Rabu, (27/6), pukul 12.37.40 Wib.

Hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan gempa bumi ini memiliki magnitudo M=5,0. Episenter terletak pada koordinat 8,12 LS dan 117,82 BT tepatnya di laut pada jarak 60 km arah Timur Laut Kota Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada kedalaman 15 km.

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas struktur geologi sesar naik Flores back arc thrust.

Hal ini sesuai hasil analisis mekanisme sumber yang menunjukkan bahwa gempa ini dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).

Guncangan gempa bumi ini dilaporkan terjadi dan dirasakan di Sumbawa dan Bima dalam skala intensitas II SIG-BMKG (III MMI).

Namun demikian, hingga saat ini belum ada laporan yang menunjukkan dampak dari kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.

"Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tidak berpotensi tsunami," jelas Rahmat Triyono, Plt Kepala Pusat Tsunami dan BMKG melalui siaran pers, Rabu (27/6).

Triyono mengatakan, hingga pukul 13.05 Wib hasil monitoring BMKG belum menunjukkan adanya aktivitas gempa bumi susulan (aftershock).  

"Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," ujarnya. 

Rawan Gempa

Sebulan sebelumnya dilansir Antara, tepatnya pada Kamis 31 Mei 2018 Kota Mataram, NTB, juga diguncang gempa berkekuatan 3,3 skala Richter dan tidak berpotensi tsunami.

Hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa pusat gempa bumi terletak pada koordinat 8,55 derajat lintang selatan dan 115,82 derajat bujur timur. 

Dampak gempa bumi berdasar laporan masyarakat menunjukkan bahwa wilayah Karangasem di Bali, Mataram, dan dan Kabupaten Lombok Barat (NTB) mengalami guncangan dalam skala intensisat II skala intensitas gempa (SIG) BMKG, atau III modified mercalli intensity (MMI). 

Moh Iqbal Tawakal Analis Geofisika BMKG Mataram pada 2016 di Mataram News mengatakan bahwa NTB rawan gempa bumi. 

Letak geografis NTB menjadikannya salah satu daerah yang rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Posisi NTB yang unik, terkurung oleh dua generator gempa bumi di selatan dan utara pulau menjadikan kawasan ini sebagai kawasan seismik yang aktif dan kompleks. 

Pengaruh tektonik utama untuk wilayah NTB didominasi adanya tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Busur Sunda yang membentang dari Selat Sunda di barat sampai Pulau Romang di timur. Tumbukan ini menyebabkan timbulnya pusat pusat gempa bumi di zona subduksi Jawa yang dimulai dari Selat Sunda di bagian barat dan berakhir di Pulau Banda di bagian timur dan pusat pusat gempa bumi pada patahan naik belakang busur Flores atau yang dikenal dengan back arc thrust yang berada di Utara NTB.

Ia menjelaskan berdasarakan catatan BMKG, sejarah kegempaan di NTB dari tahun 1812 – 2014 tercatat 14 kali kejadian gempa bumi merusak dan 3 di antaranya menimbulkan tsunami. Misalnya tsunami yang terjadi 39 tahun silam di Sumbawa-NTB, tepatnya pada 19 Agustus 1977. 

Tsunami menyebabkan tinggi gelombang laut mencapai 3,5 meter yang melanda Bali, Lombok, Sumbawa dan Sumba. Tsunami ini mengakibatkan di NTB 107 orang meninggal, 54 orang hilang, 440 rumah hancur, dan 467 perahu rusak dan hilang.

Tahun 2004 terjadi gempa bumi di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara. Kekuatan gempa 6,2 SR menimbulkan 2.224 rumah rusak, 32 orang luka-luka, dan 24 masjid mengalami kerusakan. Tidak berselang lama dari gempa tersebut, 7 tahun kemudian terjadi gempa bumi di lokasi yang hampir sama yang menimbulkan 5.286 rumah rusak dan 30 orang luka-luka.

"Deretan kejadian gempa bumi dan tsunami yang telah terjadi berabad-abad silam memberikan peringatan dan pelajaran kepada kita untuk selalu meningkatkan kewaspadaan serta kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tersebut. Karena sesungguhnya gempa bumi dan tsunami hanya fenomena alam biasa, yang dampaknya dapat kita antisipasi dan dicegah agar tidak menimbulkan kerugian," ujar Iqbal.

Ia mengatakan, satu di antara upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan mendirikan bangunan tahan gempa. 

"Selama ini penyebab utama korban jiwa ialah akibat runtuhan bangunan yang tidak kuat. Upaya ini sangat perlu diprioritaskan untuk daerah yang memiliki tingkat kegempaan tinggi seperti Nusa Tenggara Barat," katanya.

Pemerintah Daerah diharapkan menerapkan standar peraturan bangunan tahan gempa dalam perencanaan tata ruang kota dan wilayah (RTRW). Ketegasan juga diperlukan dalam menjalakan peraturan tersebut.

Pemahaman tentang gempa bumi dan tsunami kepada masyarakat perlu ditingkatkan. Sehingga masyarakat dapat mengetahui tindakan yang tepat sebelum, sesaat dan sesudah bencana gempa bumi dan tsunami. Salah satu cara ialah melalui sosialisasi dan simulasi siaga bencana, baik secara langsung kepada masyarakat ataupun melalui media massa.

"Jika kesiapsagaan bencana dilakukan dengan baik, maka kerugian akibat gempa bumi dan tsunami dapat dikurangi," katanya. (har/af)

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.