Film G-30-S/PKI, Dedi Mulyadi: Saya Tidak Ragu Menonton Itu

"Jadi, pada tanggal 29 atau 30 September, kami akan menggelar nonton bareng film G-30-S PKI," kata Kang Dedi.
MONUMEN PANCASILA SAKTI: Pengunjung mengamati diorama peristiwa G30S/PKI di Monumen Pancasila Sakti, di Pondok Gede, Jakarta Timur, Minggu (24/9). Menurut Kepala Monumen Pancasila Sakti Letkol Winarsih menjelang peringatan G30S/PKI pengunjung di monumen dan museum sejarah tersebut mengalami peningkatan drastis, mencapai 800 orang per hari. (Foto: Ant/Risky Andrianto).

Bandung, (Tagar 25/9/2018) – Dedi Mulyadi, Ketua Tim Pemenangan Calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo/Ma'ruf Amin di Jawa Barat akan menggelar acara nonton bareng (nobar) film G-30-S/PKI di Kantor DPD Partai Golkar Jawa Barat (Jabar), Jalan Maskumambang Kota Bandung.

"Jadi, pada tanggal 29 atau 30 September, kami akan menggelar nonton bareng film G-30-S PKI. Saya tidak akan ragu untuk menonton itu," kata Dedi Mulyadi di Kota Bandung, Selasa (25/9).

Kang Dedi, sapaan akrab Dedi Mulyadi mengatakan, pihaknya akan mengundang seluruh unsur koalisi yang tergabung dalam Tim Kampanye Daerah Jabar, termasuk para kepala daerah pendukung Jokowi/Ma'ruf.

"Nobar ini terbuka juga buat masyarakat. Kapasitasnya bisa sampai 1.000 orang. Bahkan, kami akan menyiapkan kopi dan bajigur," kata Dedi Mulyadi.

Presiden Nonton Bareng Film G-30-S-PKIPRESIDEN NONTON BARENG FILM G-30-S/PKI: Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan sejumlah jajaran perwira dan prajurit TNI dan Polri beserta masyarakat menonton film "Pengkhianatan G 30 S/PKI di lapangan tenis indoor Markas Korem 061 Suryakencana Bogor, Jawa Barat, Jumat (29/9) malam. (Foto:Ant/Setpres/Laily Rachev).

Dia menjelaskan, manfaat dari nonton bareng film tersebut ialah pihaknya ingin menghapus stigma terkait dengan pendukung Jokowi yang alergi terhadap film yang disutradarai almarhum Arifin C Noer.

"Jadi, urgensinya kami tidak ada problem apa pun dengan menonton film itu. Selama ini, ada stigma seolah-olah kalau tidak nonton, tidak anti-PKI," ujar Dedi seperti dikutip Antaranews.

Menurut dia, saat ini persoalan film atau cap tidak anti-PKI tidak usah menjadi perdebatan. Selain tidak bermutu, persoalan fundamentalis dan komunis sudah tidak relevan karena saat ini pertarungan lebih pada figur capres dan cawapres serta kerja partai.

"Saya ingin menghilangkan dikotomi. Dikotomi bukan berbahaya, melainkan tidak memiliki nilai pendidikan buat rakyat. Sekarang seperti ada cap partai sebelah sini kekiri-kirian, sebelah sana kanan. Dari dahulu, posisi Golkar itu di tengah. Kami ingin memberi warna," jelas Dedi Mulyadi.

Dia mengatakan bahwa pola kampanye untuk pasangan Jokowi/Ma'ruf akan bicara terkait dengan keberhasilan dan bagaimana tim kampanye daerah menjawab persoalan maupun kekurangan yang harus dilakukan petahana tersebut.

"Kepala daerah yang mendukung pun diminta menunjukkan kinerja pelayanan publik agar suaranya diikuti oleh warga," ujarnya.

Kontroversi

Film berjudul asli "Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI" yang disebutkan Dedi Mulyadi tersebut memang termasuk kontroversial. Ada yang menganggap film ini perlu ditonton untuk mengenang sejarah kelam Indonesia, namun ada pula yang menganggap film ini tidak sesuai dengan fakta sejarah.

MONUMEN KEGANASAN PKI MADIUNPengunjung mengamati patung yang menggambarkan Muso mengayunkan pedang di atas kepala seorang tokoh di areal Monumen Keganasan Korban PKI 1948 di Kresek, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Senin (17/9/2018). Pada masa itu anggota PKI membunuh 17 orang tokoh daerah itu saat terjadi pemberontakan PKI di Madiun pimpinan Muso 1948 lalu. (Foto: Ant/Siswowidodo)

Film G-30-S/PKI itu pula yang belum lama ini hangat dibicarakan, setelah Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo 'menantang' Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) untuk mengeluarkan perintah kepada prajuritnya untuk menonton film tersebut.

Gatot menyatakan, seandainya Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) tidak berani mengeluarkan perintah kepada prajuritnya untuk menonton film G-30-S/PKI, KSAD seharusnya melepas pangkatnya.

“Tapi saya yakin KSAD dan Panglima TNI bukan tipe penakut. Kita lihat saja pelaksanaannya," tukas Gatot Nurmantyo. []

Berita terkait