Film Bollywood yang Menjelekan Islam Picu Ketakutan Jelang Pemilu India

Film The Kerala Story merupakan salah satu dari sekian banyak film India yang memicu polarisasi
Pengendara motor melintas di depan poster film "The Kerala Story" yang terpampang di luar bioskop di Mumbai, India, 9 Mei 2023. (Foto: voaindonesia.com/Francis Mascarenhas/Reuters)

TAGAR.id - Dengan tiket gratis dan klaim-klaim yang mengandung kebohongan, film The Kerala Story merupakan salah satu dari sekian banyak film India yang memicu polarisasi dan memicu kekhawatiran bahwa Bollywood memproduksi propaganda budaya secara besar-besaran untuk meningkatkan dukungan bagi partai penguasa menjelang pemilihan umum di negara itu.

Cuplikan film antimuslim yang laris di pasaran itu menggambarkan “anak-anak perempuan lugu yang terperangkap, diubah dan diperdagangkan untuk teror,” dilengkapi pernyataan bahwa film itu “terinsipirasi banyak kisah nyata.”

Film tentang kisah fiktif seorang perempuan Hindu yang masuk Islam dan kemudian diradikalisasi itu menjadi film India terlaris kedua pada 2023 sejauh ini.

Kritikus menuduh film itu dan sejumlah film lain yang dirilis baru-baru ini menjajakan kebohongan dan memicu perpecahan, termasuk dengan menjelek-jelekkan minoritas Muslim, menjelang pemilihan umum nasional tahun depan.

“Saya akan menyarankan semua partai politik untuk memanfaatkan film saya… Gunakan untuk keuntungan politik Anda,” kata sutradara Sudipto Sen, menanggapi pertanyaan Kantor Berita AFP tentang kecenderungan politik film itu.

protes anti pembuatan film anti IslamSeorang pria menunjukkan poster yang berisi pernyataan menentang pembuatan film anti-Islam di Jammu, India, 21 September 2012. (Foto: voaindonesia.com/Reuters)

Negara demokrasi terbesar di dunia itu punya sejarah panjang soal praktik penyensoran film. Namun, oposisi menyebut industri film negara itu semakin banyak menelurkan film-film yang mengandung ideologi pemerintahan Hindu-nasionalis Perdana Menteri Narendra Modi.

Daya tarik besar perfilman di India membuatnya menjadi medium yang tak tertandingi untuk menjangkau publik, kata jurnalis dan penulis Nilanjan Mukhopadhyay.

Selama kepemimpinan Modi, film semakin sering digunakan untuk menyebarluaskan pesan perpecahan yang memperkuat prasangka yang dimiliki para pemimpin politik, katanya kepada AFP.

“Hal yang sama dilakukan oleh film-film ini, untuk membawa kebencian kepada orang-orang… untuk menciptakan prasangka terhadap minoritas agama,” tambahnya.

Serangkaian film bertema militer baru-baru ini menceritakan kisah kepahlawanan tentara dan polisi – biasanya beragama Hindu – yang nasionalis melawan musuh-musuh dari dalam dan luar India.

“Film selalu digunakan sebagai alat propaganda, bukankah Hollywood juga demikian?” kata sutradara kawakan Sudhir Mishra, merujuk pada berjilid-jilid film Rambo yang dibintangi Sylvester Stallone.

“Saya benar-benar merasa Bollywood sedang diserang dan dikucilkan.”

kerusuhan antar agama di indiaWarga memperhatikan motor yang hangus terbakar dalam kerusuhan antara kelompok Muslim dan Hindu di Sohna, dekat New Delhi, Ibu Kota India, 1 Agustus 2023. (Foto: voaindonesia.com/Vinay Gupta/AFP)

Beberapa film hit baru-baru ini di antaranya The Kashmir Files (2022), yang menggambarkan dengan detail mengerikan bagaimana ratusan ribu orang Hindu melarikan diri dari militan Muslim di Kashmir bagian India pada tahun 1989-1990.

Sementara itu, film Godhra yang akan datang akan mengisahkan kebakaran kereta pada 2002, yang menewaskan 59 peziarah Hindu dan memicu kerusuhan sektarian yang mematikan di Gujarat. Dalam trailernya, digambarkan bahwa kekerasan itu merupakan “konspirasi” yang sudah direncanakan.

Pada saat yang sama, pemerintah India membungkam kritik, termasuk melarang penayangan film dokumenter produksi BBC mengenai peran Modi dalam kekerasan di Gujarat.

Pemerintah India menyebut liputan BBC sebagai “propaganda permusuhan dan sampah anti-India.” (rd/rs)/AFP/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Apakah Ini Akhir Riwayat Bollywood?
Festival Film India di Stuttgart, Jerman, belum lama ini kembali dibuka untuk umum setelah dua tahun harus tiarap akibat pandemi Covid-19