Filipina Sangkal Klaim China Terkait dengan Capai Kesepakatan Sengketa Laut China Selatan

Teodoro menegaskan pejabat Departemen Pertahanan belum berbicara dengan pejabat China mana pun sejak tahun 2023 lalu
Kapal pasokan Filipina Unaizah 4 Mei, kanan, terkena semprotan air Garda Pantai China yang menyebabkan beberapa awak kapal terluka saat mereka mencoba memasuki Second Thomas Shoal, di Laut China Selatan, 5/3/2024. (Foto: voaindonesia.com via AP)

TAGAR.id - Filipina pada Sabtu (27/4/2024) membantah klaim China bahwa kedua negara telah mencapai kesepakatan mengenai meningkatnya sengketa maritim di Laut China Selatan. Manila menyebut klaim tersebut sebagai propaganda Beijing.

Seorang juru bicara di Kedutaan Besar China di Manila mengatakan pada 18 April bahwa keduanya sepakat pada awal tahun ini mengenai “model baru” dalam mengelola ketegangan di Second Thomas Shoal, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Menteri Pertahanan Filipina, Gilberto Teodoro, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (27/4/2024) mengatakan bahwa departemennya "tidak mengetahui, atau merupakan pihak dalam, perjanjian internal apa pun dengan China" sejak Presiden Ferdinand Marcos Jr menjabat pada 2022. Teodoro menegaskan pejabat Departemen Pertahanan belum berbicara dengan pejabat China mana pun sejak tahun 2023 lalu.

Kedutaan Besar China di Manila tidak segera menanggapi permintaan komentar terkait pernyataan Teodoro itu.

kapal garda filipina dikelilingi kapal garda chinaKapal Garda Pantai China (kedua dari kiri) dan kapal yang diidentifikasi oleh Garda Pantai Filipina sebagai "Milisi Maritim China" (kiri dan kanan) mengelilingi kapal Garda Pantai Filipina BRP Cabra (kedua dari kanan) di perairan Laut China Selatan. (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Beijing dan Manila dalam beberapa bulan terakhir terlibat konflik terkait terumbu karang yang tenggelam. Menurut Filipina, terumbu karang tersebut berada dalam zona ekonomi eksklusifnya, tetapi China juga mengklaimnya.

Filipina menuduh China menghalangi manuvernya dan menembakkan meriam air ke kapal-kapalnya untuk mengganggu misi pasokan kepada tentara Filipina yang ditempatkan di kapal angkatan laut yang sengaja dikandangkan Manila pada 1999 untuk memperkuat klaim maritimnya.

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, yang menjadi jalur perdagangan kapal dengan nilai lebih dari $3 triliun setiap tahunnya. Klaim tersebut tidak sejalan dengan klaim yang diajukan oleh Filipina dan empat negara lainnya. Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menyatakan bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum. Namun Beijing menolak keputusan tersebut.

Teodoro menggambarkan klaim China atas perjanjian bilateral sebagai "bagian dari propaganda China.” Ia menegaskan Filipina tidak akan pernah menandatangani perjanjian apa pun yang akan mengorbankan klaimnya di wilayah perairan tersebut.

“Narasi yang disebarkan oleh pejabat China yang tidak disebutkan namanya atau tidak disebutkan namanya adalah upaya kasar lainnya untuk menyebarkan kebohongan,” tukasnya. (ah/ft)/Reuters/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Presiden Marcos Perkuat Keamanan Maritim Filipina di Tengah Ketegangan dengan China
Klaim China tersebut bertentangan dengan klaim dari Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei