FIFA Minta Pemain Jangan Bicara Moral Tapi Duta FIFA Jusru Bicara Moral

Sesumbar petinggi FIFA ini justru jadi ambiguitas karena Duta Piala Dunia, Khalid Salman, mantan pemain timnas Qatar, justru bicara soal moral
Pengunjung berfoto dengan tanda Piala Dunia FIFA di Doha, Ibu Kota Qatar, 23 Oktober 2022, menjelang turnamen sepak bola Piala Dunia FIFA Qatar 2022. (Foto: voaindonesia.com/Jewel SAMD/AFP)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

TAGAR.id - Jelang perhelatan akbar sepak bola Piala Dunia FIFA Qatar 2022 petinggi FIFA mendesak pemain sepak bola yang akan berlaga untuk "fokus pada sepak bola" daripada "membagikan pelajaran moral."

Tapi, sesumbar petinggi FIFA ini justru jadi ambiguitas karena Duta Piala Dunia, Khalid Salman, mantan pemain timnas Qatar, justru bicara soal moral yaitu tentang homoseksualitas dan mengait-ngaitkannya dengan kerusakan dalam pikiran (dw.com/id, 8/11-2022).

Di tengah-tengah kekhawatiran terkait dengan pendekatan pemerintah Qatar terhadap komunitas LGBTQ, Khalid Salman justru mengatakan bahwa homoseksualitas adalah 'kerusakan dalam pikiran' dan 'kerusakan spiritual.'

Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) sudah berulang-kali menyerbarkan informasi bahwa homoseksualitas tidak ada kaitannya dengan aspek kesehatan mental.

Jauh-jauh hari menjelang Piala Dunia di Qatar muncul kekhawatiran atas catatan buruk Negara Teluk itu tentang hak-hak LGBTQ+ (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer +).

Bebeberapa kalangan melakukan pendekatan ke Qatar soal minuman beralkohol dan orientasi seksual yang ditanggapi dingin oleh Qatar. Memang, ada pernyataan dari pengelola Piala Dunia Qatar bahwa ada tempat khusus untuk penenggak minuman beralkohol dan menerima kehadiran komunitas LGBTQ.

Tapi, judul laporan Harian Washington Post (25/10-2022) menyebutkan “Qatar terus menganiaya orang-orang LGBT sebelum Piala Dunia, kata kelompok hak asasi.”

Media-media Barat lain juga menampilkan berita seputar kekhawatiran komunitas LGBTQ+ yang akan menyaksikan secara langsung pertandingan sepak bola dunia sebagai olahraga paling digemari di muka Bumi ini.

Berita di ndtv.com (24/10-2022) menyebutkan: Organisasi itu (Human Rights Watch/HRW-red.) mengatakan telah mewawancarai enam LGBT Qatar, yaitu empat perempuan transgender, satu perempuan biseksual dan satu laki-laki gay, yang dilaporkan ditahan di Qatar antara tahun 2019 dan 2022.

Laporan di ndtv.com dengan sumber laporan HRW yang dirilis pada 24/10-2022 menyebutkan polisi di Qatar secara sewenang-wenang menahan dan melecehkan anggota komunitas LGBTQ menjelang Piala Dunia 2022 pada November 2022.

ilustrasi piala dunia qatar 2022Kota Paris, Prancis, telah memutuskan untuk tidak menyiarkan pertandingan Piala Dunia FIFA Qarar 2022 di layar-layar raksasa di tengah kekhawatiran akan pelanggaran hak pekerja migran dan dampak lingkungan dari turnamen sepak bola itu di Qatar. (Foto: voaindonesia.com/AP)

Namun, Negara Teluk itu, yang menjadikan homoseksualitas sebagai ilegal, membantah keras bahwa tidak ada yang ditahan karena orientasi seksual mereka dan mengutuk pelaporan kelompok HAM itu.

Pandangan buruk Qatar yang menentang LGBTQ+ hanya merugikan komunitas transgender karena secara fisik hanya mereka yang bisa dikenali. Selebihnya, lesbian, gay, biseksual dan queer justru berlindung di balik penampilan fisik yang tidak menunjukkan identitas gender mereka.

Sejak awal ketika FIFA memilih Qatar sebagai negara tempat final Piala Dunia sepak bola, sudah muncul perdebatan luas di media Barat karena turnamen besar itu untuk pertama kali digelar di negara Muslim yang konservatif yang menempatkan homoseksualitas dalam hal ini, LGBTQ+, sebagai ilegal.

Dalam sebuah wawancara dengan media Barat, Salman mengatakan bahwa semua penggemar sepak bola yang datang ke Qatar harus menerima aturan yang berlaku di negara itu.

Dari banyak isu yang jadi perdebatan di media Barat antara lain adalah kekhawatiran bahwa fan dan pemain sepak bola dengan orientasi seksual LGBTQ+ yang mengunjungi negara tersebut untuk menonton pertandingan sepak bola bisa mengalami diskriminasi atau permusuhan.

Agaknya, FIFA tidak berpikir jernih ketika menetapkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia karena penonton terbanyak perhelatan olahraga terpopuler itu justru datang dari negara-negara dengan tingkat kebebasan terkait orientasi seksual yang yang tinggi.

Tentu saja FIFA tidak bisa hanya mengandalkan penonton dari Negara-negara Teluk. Ini pelajaran bagi FIFA untuk kelak memilih negara penyelenggara Piala Dunia yang tidak menempatkan moral sebagai pijakan (dari berbagai sumber). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Berita terkait
Pemukulan dan Pemenjaraan Terhadap LGBTQ Dilaporkan Terjadi di Qatar Sebelum Piala Dunia
Polisi di Qatar secara sewenang-wenang menahan dan melecehkan anggota-anggota komunitas LGBTQ menjelang Piala Dunia bulan depan
0
FIFA Minta Pemain Jangan Bicara Moral Tapi Duta FIFA Jusru Bicara Moral
Sesumbar petinggi FIFA ini justru jadi ambiguitas karena Duta Piala Dunia, Khalid Salman, mantan pemain timnas Qatar, justru bicara soal moral