Eramas Tak Kuasai Masalah, Pendukung Djoss Apresiasi Kejujuran Edy

Ojak mengatakan, sebelumnya dia telah memprediksi dalam debat tata kelola pemerintahan Eramas akan kalah total.
Calon gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi saat diwawancarai sejumlah media seusai debat kandidat di Hotel Adi Mulia Medan, Sabtu (12/5). (wes)

Medan, (Tagar 13/5/2018) - Dalam dua debat kandidat calon gubernur Sumatera Utara (Sumut) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut, ada pendapat yang menyebut pasangan calon gubernur Edy Rahmayadi - Musa Rajeckshah (Eramas) kalah telak dari pesaingnya Djarot Syaiful Hidayat - Sihar Sitorus (Djoss). 

Hal demikian karena paslon Djoss dianggap memiliki pengalaman dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan pengalaman Djarot Syaiful Hidayat yang pernah menjadi Walikota Blitar dan Wakil Gubernur serta Gubernur DKI.

Namun, bagi salah seorang pendukung Djoss, Ojak Simbolon mengatakan, kejujuran Edy Rahmayadi mengakui ketidaktahuan tentang sesuatu hal dan keinginannya belajar dari Djarot Syaiful Hidayat dalam hal tata kelola pemerintahan patut diapresiasi.

"Dihadapan jutaan mata yang menonton pada debat pertama dan kedua. Pak Edy akui ingin belajar dari Pak Djarot. Debat kedua ini yang paling disorot itu adalah soal arti stunting, padahal itu isu nasional bukan ungakapan yang diciptakan Pak Djarot. Tapi kita lihat Pak Edy walaupun diketawai banyak orang dia jujur bilang tak tahu," ujar Ojak di Medan, Minggu (13/5/2018).

Ojak mengatakan, sebelumnya dia telah memprediksi dalam debat tata kelola pemerintahan Eramas akan kalah total. Pasalnya, menurut dia untuk menjadi seperti Djarot yang tampak menguasai masalah butuh pengalaman dan keterampilan yang bersentuhan langsung dengan publik atau masyarakat.

Tidak hanya itu, Djarot juga punya prestasi, pernah sebagai kepala daerah yang sampai saat ini tidak pernah terkena  tindak pidana korupsi. Selain itu, pernah menjadi guru teladan di sekolah dan dosen teladan di salah satu universitas.

"Persoalan Sumut ini multi kompleks. Terutama krisis keteladanan seorang pemimpinan, hingga korupsi, pungli marak. Mulai ulat bulu sampai ular sendok (kobra) yang jago-jago ngibulin, nilep atau begal uang rakyat (APBD) itu seperti bekerjasama, gotong royong bermain di banyak instansi. Baik yang di dalam unsur pemerintahan maupun yang diluar," terangnya.

Maka untuk merubah kondisi yang seolah olah menjadi tradisi tersebut, Ojak meminta pemahaman setiap warga Sumut bahwa untuk menjadi Gubenur Sumut itu dibutuhkan pengalaman, tidak lagi sekedar untuk mencoba apalagi ada niatan lain di luar itu.

"Ini kepentingan Sumut, daerah kami. Bukan lagi bicara kelompok apalagi persoalan suku, agama dan ras. Selama ini kita terkenal cerdas dan kritis. Namun satu dekade terakhir sepertinya kita apatis," tambahnya.

Terkait dirinya sebagai kubu pendukung Djoss bahkan ketua Barisan Relawan Djoss (BaraDjoss) Kota Medan, namun mengapresiasi kejujuran Edy Rahmayadi, ia mengatakan, sebagai warga Sumut selalu menjunjung nilai sportifitas.

"Pertandingan bukan berarti permusuhan. Saya juga punya teman dikubu Eramas, kita sedang tanding siapa yang terbaik bukan bermusuhan. Dan saya yakin teman-teman di Eramas juga mengapresiasi keunggulan-keunggulan Djoss," tandasnya (wes)

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu