Ekonomi Jabar Tumbuh, Tapi Pengangguran Bertambah

“Raihan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang memuaskan, ternyata tidak diikuti dengan capaian yang menggembirakan dari sisi ketenagakerjaan,” tutur Haris Yuliana
Ilustrasi Tenaga Kerja. (Foto: Ilustrasi/Ist)

Bandung, (Tagar 20/11/2017) - Kendati pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat di triwulan III-2017 cenderung melambat tapi masih tumbuh diangka 5,19% year on year (yoy). Pertumbuhan tersebut tetap tidak bisa mengurangi angka pengangguran di Jabar yang masih tinggi kurang lebih 1,87 juta jiwa dari total angkatan kerja sekitar 21,07 juta.

“Raihan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang memuaskan, ternyata tidak diikuti dengan capaian yang menggembirakan dari sisi ketenagakerjaan,” tutur Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Jawa Barat, Haris Yuliana saat ditemui Tagar di DPRD Jabar, Senin (20/11).

Menurut Haris, pada 2016 dari jumlah angkatan kerja sekitar 21,07 juta. Jumlah penduduk yang terserap di bursa kerja baru 19,2 juta jiwa, berarti ada 1,87 juta jiwa yang menganggur, dan angka tersebut masih stagnan atau masih tetap diangka yang sama di 2017 ini. “Penduduk yang bekerja mengalami perkembangan yang fluktuatif dan hal yang sama juga dengan jumlah penganggurannya,” jelasnya.

Fluktuatifnya jumlah penduduk yang bekerja selama tiga tahun terakhir yaitu, di 2015 jumlah yang bekerja mengalami penurunan dari 19,23 menjadi 18,79 jiwa atau turun sebesar 0,44 juta jiwa. Sedangkan di 2016 jumlah penduduk yang berkerja mengalami peningkatan sekitar 0,41 juta jiwa yaitu dari 18,79 juta jiwa menjadi 19,20 juta jiwa.

“Ironisnya, hal yang berbeda justru terjadi untuk pengangguran dimana selama 3 (tiga) tahun terakhir terus mengalami peningkatan,” ungkapnya. Pada tahun 2015 jumlah pengangguran meningkat sebesar 19 ribu jiwa, dan di 2016 justru meningkat sebesar 78 ribu. Sehingga, pengangguran selama tiga tahun meningkat 98,66 ribu jiwa.

“Tingkat pengangguran di Jabar ini disebabkan oleh jumlah angkatan atau pencari kerja yang tidak diikuti dengan perluasan kesempatan kerja,” terangnya. Selain itu, angkatan kerja yang tersedia pun tidak dapat memenuhi kualifikasi persyaratan yang diminta oleh dunia kerja. Kualifikasi ini biasanya berkaitan dengan pendidikan, pengalaman, ataupun perkembangan teknologi tinggi yang tidak diimbangi oleh keterampilan dari para pencari kerja.

“Dan laju pertumbuhan penduduk di Jabar pun cukup tinggi serta jumlah migrasi dari luar provinsi yang tinggi juga memicu tingginya angka pengangguran di Jabar,” katanya.

Banyaknya Pekerjaan Keterampilan Rendah

Disisi lain tambah Haris, masih tingginya angka pengangguran di Jabar pun diakibatkan oleh banyaknya angka pemutusan hubungan kerja yang disebabkan karena adanya beberapa perusahaan tutup akibat krisis, atau karena keamanan yang kurang kondusif, peraturan menghambat investasi, serta pola investasi yang ada cenderung padat modal menyebabkan semakin kecil terjadinya penyerapan tenaga kerja.

“Lihat yang banyak nganggur di 2016 itu berpendidikan SMK (16,51%), SMA (11,4%), SMP (10,52%), Diploma (8,26%), SD (5,87%) dan terakhir 4,63%,” ujarnya.

Hal yang berbeda dengan kualitas tenaga kerja di Jabar yang sebagian besar didominasi oleh tenaga kerja dengan pendidikan SD ke bawah sebanyak 7,97 juta jiwa (41,52%). Adapun untuk pekerja dengan pendidikan Diploma dan Sarjana hanya 2,57 juta jiwa (31,2%), dan sisanya berpendidikan SMP, SMA dan SMK sebesar 27,6%.

“Data tersebut menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan yang cukup tersedia dan mudah dimasuki adalah lapangan pekerjaan dengan keterampilan rendah. Sedangkan untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi masih sedikit di Jabar,” pungkasnya. (fit)

Berita terkait