Ekonom : Omnibus Law Belum Tentu Bisa Selesaikan Masalah

Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati menyatakan adanya Omnibus Law belum tentu bisa mengatasi aturan-aturan yang tumpang tindih.
Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati. (Tagar/Tirto.id)

Jakarta - Lembaga riset dan konsultan TMF Group baru saja merilis Indeks Kompleksitas Bisnis periode 2020, dan Indonesia menjadi juara pertama dalam daftar tersebut. Berdasarkan laporan itu disebutkan bahwa kemudahan berbisnis di Indonesia paling rumit dibanding negara lain, mengalahkan Brasil, Argentina, Bolivia, Yunani, China, Colombia, Malaysia, dan Ekuador.

Menurut laporan tersebut, hal ini karena undang-undang yang ada di Indonesia. Ternyata laporan itu pun senada dengan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), yang juga menilai pemerintah terlalu banyak membuat peraturan atau regulasi.

Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati menyatakan adanya Omnibus Law belum tentu bisa mengatasi hal ini. Presiden disarankan lebih baik menertibkan menteri-menteri yang terlalu bersemangat membuat aturan.

“Aturan atau regulasi di Indonesia itu terlalu banyak dan sering kali tumpang tindih, regulasi tumpang tindih artinya birokratis matters ” katanya di chanel YouTube Tagar TV Senin, 19 Oktober 2020.

Jadi PTSP ini bisa menjadi salah satu penyelesaian masalah atas keruwetan atas regulasi-regulasi yang sangat rumit. Aturan-aturan itu bisa diganti melalui satu pintu atau PTSP dan juga OSS,

Untuk mengatasi hal itu, Enny menyarankan agar pemerintah fokus membenahi Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau Online Single Submission (OSS), ketimbang menerapkan Omnibus Law.

“Jadi PTSP ini bisa menjadi salah satu penyelesaian masalah atas keruwetan atas regulasi-regulasi yang sangat rumit. Aturan-aturan itu bisa diganti melalui satu pintu atau PTSP dan juga OSS,” jelasnya.

Namun ia juga memberi catatan bahwa jika pemerintah menerapkan PTSP, maka konsekuensinya adalah PTSP harus berjalan dengan persiapan yang matang dan terkoordinasi.

“Sayangnya, jika sudah ada PTSP dan berjalan dengan koordinasi yang baik maka masalah yang muncul adalah masalah kewenangan. Nah dari situ pemerintah memunculkan omnibus law, memang tujuan ini untuk menyederhanakan aturan-aturan tadi,” katanya.

“Namun masalah yang rumit tadi tidak bisa diselesaikan dengan instan atau hanya dengan omnibus law. Mungkin ini yang menjadi kenapa omnibus mengalami kritikan dan penolakan dari beberapa pihak,” tambah Enny.

Katanya. di dalam omnibus law memang ada kemudahan untuk penanaman investasi di sector-sektor UMKM. Tetapi di dalam sektor ekonomi Indonesia dijumpai beragam jenis kompleksitas dan termasuk dalam sektor besar.

“Contohnya itu seperti sumber daya dan lahan, masih banyak lagi yang lebih kompleks. Nah, ini yang tidak bisa disederhanakan dan jika disederhanakan maka akan menguntungkan oligarki,” ujarnya.

Menurutnya yang sedang diharapkan saat ini adalah adanya investasi yang benar-benar relatif padat karya di sektor-sektor industri pengolahan. Karena jika ada satu sektor industry pengolahan seperti pabrik maka akan ada ribuan masyarakat yang bisa bekerja di pabrik tersebut. [] 

Baca juga: 

Berita terkait
Menkeu : Pemulihan Ekonomi Mulai Terjadi
Pemerintah optimistis ekonomi nasional mulai pulih. Terindikasi dari pergerakan beragam sektor ekonomi domestik, ditopang perekonomian global.
Hutan yang Asri Potensi Ekonomi Raksasa Bagi Penduduk Miskin
Selama ini hutan dibabat dengan dalih mengentaskan kemiskinan, padahal hutan yang asri justru memiliki potensi ekonomi untuk penduduk misken
Aksi Tolak Omnibus Law Tak Ditanggapi, Wakil Rakyat Disomasi
Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak ditanggapi wakil rakyat, sekelompok massa menyatakan mosi tidak percaya kepada DPRD Kota Tangerang.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu