Dunia Akan Menghadapi Defisit Solar

Dunia sedang mengalami kekurangan pasokan BBM jenis solar seiring dengan kewalahannya industri kilang minyak
Ilustrasi: Seseorang sedang memegang nozel untuk mengisi BBM (Foto: voaindonesia.com/AP)

Jakarta – Dunia sedang mengalami kekurangan pasokan BBM (bahan bakar minyak) jenis solar seiring dengan kewalahannya industri kilang minyak untuk memenuhi kebutuhan pasar yang meningkat pasca pandemi. Fenomena tersebut memperburuk isu defisit energi dunia, mengakibatnya melesatnya harga komoditas gas, batu bara dan minyak mentah.

Kekurangan pasokan solar akan mendorong kenaikan biaya BBM dan transportasi sehingga menambah lebih banyak tekanan pada harga eceran.

Impor solar Amerika Serikat (AS) dan Asia yang menjadi andalan Eropa telah dibatasi dalam beberapa pekan terakhir karena konsumsi domestik untuk keperluan manufaktur dan bahan bakar jalan yang lebih tinggi.

Sebuah SPBU Shell di AbidjanSebuah SPBU Shell di Abidjan, Pantai Gading, Afrika (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Joe Penney)

Persediaan minyak mentah, yang meliputi solar dan minyak pemanas, yang disimpan di penyimpanan independen di area kilang dan tangki penyimpanan Amsterdam-Rotterdam-Antwerp (ARA) Eropa, turun 2,5% pada minggu lalu, ini menurut data konsultan Belanda, Insights Global.

Stok solar regional berada pada level terendah untuk sepanjang tahun ini sejak 2008, menurut data, sementara persediaan solar distilasi menengah Singapura juga turun ke posisi terendah dalam beberapa tahun sebesar 8,21 juta barel.

"Permintaan solar tampaknya meningkat di (Eropa barat laut) tetapi kapasitas kilang yang lebih rendah dibandingkan dengan pra-Covid-19 dan tingkat impor yang rendah, membuat pasar di bawah tekanan berat," kata Lars van Wageningen dari Insights Global.

Harga kargo solar Northwest European mencapai 114 dolar AS per bbl pada Senin, 7 Februari 2022, tertinggi sejak September 2014, sementara margin minyak mentah mencapai angka tertinggi selama dua tahun terakhir pada minggu lalu.

Analis Morgan Stanley mencatat bahwa harga solar mencapai sekitar $180 per barel pada 2008, didorong oleh pasar distilat menengah yang "sangat ketat" karena minyak mentah jenis Brent naik mendekati 150 dolar AS per barel.

Pekan lalu, badai musim dingin menguji ketersediaan bahan bakar di AS. Beberapa perusahaan negara bersiap untuk menggunakan lebih banyak BBM sulingan untuk memenuhi permintaan. Sementara Korea Selatan dan India tidak dapat memenuhi kekurangan pasokan menyusul kebijakan pembatasan ekspor China baru-baru ini untuk memenuhi kebutuhan domestik mereka sendiri.

Keterbatasan pasokan telah mendorong harga solar Asia dengan kadar sulfur 10 part per mille (ppm) ke level tertinggi sejak September 2014.

kilang minyak kurdistan irakPekerja terlihat di kilang minyak Tawke dekat desa Zacho, di wilayah otonomi Irak, Kurdistan, 31 Mei 2009 (Foto: voaindonesia.com/AFP)

Kilang minyak umumnya memilih untuk meningkatkan produksi ketika stok rendah demi mengeruk keuntungan. Namun, kilang minyak global berada di bawah tekanan. Kapasitas produksinya turun untuk pertama kalinya dalam 30 tahun karena penutupan kilang-kilang eksisting melebihi pembangunan kilang baru, Badan Energi Internasional mengatakan bulan lalu.

Meningkatkan produksi solar juga akan membutuhkan waktu lebih cepat dari tingkat pemrosesan minyak mentah normal di kilang. Mereka harus mengkonfigurasi peralatan hilir untuk memaksimalkan hasil distilat menengah.

Sebaliknya, sejumlah kilang - terutama di AS - masih mengoperasikan kilang dengan tarif di bawah rata-rata lima tahun untuk menghindari produksi terlalu banyak bahan bakar pesawat, di mana permintaan masih tertinggal dari tingkat 2019. Hal ini membuat perusahaan berjuang untuk mengidentifikasi cara yang jelas untuk mengisi kembali persediaan solar dalam jangka pendek.

"Tekanan dari investor untuk mengurangi investasi dalam bahan bakar fosil dan pembicaraan tentang permintaan tertinggi minyak puncak, kemungkinan mengurangi insentif untuk berinvestasi dalam (meningkatkan) kapasitas kilang baru," kata analis UBS, Giovanni Staunovo.

"Dengan permintaan bahan bakar yang kemungkinan akan meningkat dalam 10–15 tahun ke depan, dan pasokan tidak dapat mengimbangi, saya memperkirakan lebih banyak volatilitas (harga bahan bakar) di masa depan," tambahnya (ah/rs)/Reuters/voaindonesia.com. []

Inggris Kerahkan Tentara untuk Distribusi BBM

Pemerintah Inggris Sangkal Kelangkaan BBM

Jaguar Tinggalkan BBM Jadi Mobil Listrik Pada Tahun 2025

Pasok BBM untuk Jet Rusia di Suriah 2 Perusahaan Denmark Dihukum

Berita terkait
Pemerintah Salurkan 15,1 Juta Kiloliter Solar Sepanjang 2022
Melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Pemerintah salurkan 15.1 juta kiloliter minyak solar sepanjang 2022.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.