Jakarta - Pemerintah Myanmar telah melakukan pemblokiran akses internet di Rakhine selama dua tahun sejak 21 Juni 2018. Kebijakan itu diambil untuk menghalau gerak pemberontakan Arakan Army.
Dilansir dari AFP, otoritas Myanmar menyebut pemblokiran akan diperpanjang setidaknya sampai Agustus 2020. Keputusan tersebut diteruskan kepada perusahaan telekomunikasi untuk melakukan pemblokiran.
(Internet) sangat penting bagi warga sipil mendapatkan informasi yang diperlukan untuk tetap aman selama pandemi.
Diketahui, militer Myanmar menggempur pemberontakan oleh kelompok yang mengatasnamakan Arakan Army yang berjuang untuk menuntut otonomi bagi umat Buddha etnis Rakhine sejak Januari 2019.
Untuk menekan pergerakan tersebut, pemerintah melakukan penutupan akses internet di sejumlah kota di negara bagian Rakhine pada 21 Juni 2019. Akibatnya, masyarakat sekitar merasa panik karena tidak dapat mengakses informasi tentang kerusuhan yang terjadi.
Human Rights Watch (HRW) pada Jumat, 19 Juni 2020 mendesak pemerintah untuk mengakhiri kebijakan pemadaman internet terpanjang yang pernah diberlakukan ini. Mereka mengkhawatirkan penduduk Rakhine semakin ketakutan di tengah mewabahnya pandemi Covid-19.
"(Internet) sangat penting bagi warga sipil mendapatkan informasi yang diperlukan untuk tetap aman selama pandemi," kata Linda Lakhdhir, selaku perwakilan dari HRW.
Diketahui, kasus Covid-19 di Myanmar telah tercatat 287 kasus positif, dan 6 dilaporkan meninggal dunia. Para ahli khawatir angka yang rendah tersebut disebabkan oleh tes massal atau pengujian yang tidak dilakukan secara masif.
Bahkan, hanya sedikit warga Myanmar yang memiliki komputer pribadi. Mayoritas dari mereka bergantung pada ponsel dan akses internet untuk keperluan komunikasi dan informasi. Mereka yang tak mendapatkan akses internet dinilai sangat rentan terhadap Covid-19.
Salah seorang warga Rohingya di Rakhine, Abdullah mengaku ingin mengetahui lebih banyak informasi mengenai Covid-19. Namun karena tidak adanya akses internet mengharuskan dia hanya bisa diam.
"Kami ingin mengetahui lebih banyak informasi mengenai Covid-19. Apa yang terjadi pada orang-orang terlantar di Sittwe (ibu kota Rakhine])dan apa yang terjadi di Bangladesh," kata Abdullah. []