Dosen UIN: Prabowo Lebih Banyak Retorika Besar, Gagasan Operasionalnya Kering

Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan Prabowo Subianto lebih banyak retorika besar namun gagasan operasionalnya kering.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subiyanto menyapa pendukungnya saat safari politik di Temanggung, Jateng, Rabu (27/2/2019). Pada acara tersebut selain dihadiri ribuan simpatisan dan pendukung Prabowo-Sandi dihadiri juga sejumlah tokoh politik nasional. (Foto: Antara/Anis Efizudin)

Jakarta, (Tagar 10/3/2019) - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan selama ini calon presiden Prabowo Subianto lebih banyak retorika besar namun gagasan operasionalnya kering. 

Ia mencontohkan Kartu Pra-Kerja Jokowi yang selalu dicibir namun kubu 02 justru tak punya solusi konkrit cara menangani angkatan kerja. 

Dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penantang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional

Ia menyebutkan program Kartu Pra-Kerja Jokowi justru merupakan gagasan yang konkret, meskipun nanti perlu dipikirkan soal pendanannya, namun jangan mencibir program Jokowi itu tanpa memberikan solusi.

"Prabowo sebenarnya semangatnya sama ingin membantu rakyat, tapi jawabannya semua akan diselesaikan dalam program 100 hari. Tidak ada basis argumentasi yang detail. Prabowo selalu berlindung di bawah narasi besar, tapi gagasan yang menyentuh bumi enggak ada. Lebih banyak retorika besarnya, tapi gagasan operasionalnya kering," demikian Adi Prayitno, mengutip Kantor Berita Antara, Sabtu (9/3). 

Baca Juga: 2019 Indonesia Harus Dipimpin Prabowo

Ia mengatakan jangan semua yang disampaikan petahana itu buruk. "Pola pikirnya jangan hitam dan putih. Menurut saya, kalau program kerja ini dianggap enggak realistis, mestinya dijawab dengan program kerja yang menurut (kubu paslon) 02 realistis," kata Adi, di Jakarta, Sabtu (9/3).

Pernyataan Adi ini menyikapi kritik dari sejumlah kalangan perihal mustahilnya program ini diterapkan. Politisi PKS Fahri Hamzah, misalnya, menyebut Kartu Pra-Kerja ini tidak masuk akal karena menurutnya tidak ada dana untuk untuk membiayai program ini.

Waketum Gerindra Fadli Zon bahkan menyebut Kartu Pra-Kerja ini impian kosong, politis, dan norak.

Adi menyarankan kepada pendukung pasangan Prabowo-Sandi selaku penantang untuk menjawab Kartu Pra-Kerja dengan program serupa yang dianggap lebih masuk akal untuk memfasilitasi kelompok lulusan SMA dan SMK dalam mengakses pekerjaan.

"Bukan hanya mengatakan itu program tidak rasional, enggak ada dananya, kemudian dilaporin ke Bawaslu. Ini kan menurut saya cara-cara yang ingin menyederhanakan sesuatu dengan lapor melapor. Mestinya Ini dilawan dengan program lain yang rasional," imbuh Adi.

Dia juga mengkritisi cara-cara pasangan calon Prabowo-Sandi memberikan solusi permasalahan, yang hanya terfokus pada 100 hari kerja.

Baca Juga: Kiai Sepuh: Dukung Jokowi-Ma'ruf Bagian dari Mewaspadai Paham Radikal dan Intoleran

Menurut Adi, dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penantang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional dalam mempermudah akses pendidikan, mengatasi lonjakan calon-calon tenaga kerja, dan mahalnya harga-harga bahan pokok.

Kendati demikian, Adi sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendanaan dari program ini tetap harus dipikirkan secara matang dan terukur.

"Isu dari mana (uangnya) itu memang perlu dijawab. Apakah akan diambil dari pengetatan dana Badan dan Kementerian, pajak, atau nambah utang sekalipun itu enggak soal selama itu untuk kebaikan rakyat miskin. Selama itu untuk kebaikan anak-anak muda kita supaya bisa memilki pekerjaan. Jangan sampai sirkulasi keuangan ini hanya berkutat pada kelompok-kelompok menengah tertentu," jelas Adi.

Selama ini masyarakat juga tidak pernah membayangkan pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu ada uangnya, bahkan dananya dari mana enggak jelas, tapi dalam praktiknya infrastruktur jelas.

"Banyak lubang untuk mengeluarkan dana. Misalnya, dari pengetatan dana pengeluaran kementerian. Artinya semua kementerian dan departemen itu dipaksa mengencangkan ikat pinggang biar dananya dialokasikan untuk infrastruktur. Itu kan salah satu upaya. Dulu infrastruktur juga dicibir dianggap gak realistis, duitnya gak ada. buktinya ada. Setelah dana-dana BUMN, dana pajak juga diambil," tuturnya.

Adi mengatakan cita-cita dari program ini besar agar anak-anak muda tidak jadi pengangguran dan lulusan-lulusan SMA dan SMK punya "skill" di bidang usaha dan pekerjaan. "Apa itu salah? Semua diawali dari ide," ucapnya.

Adi tidak menampik jika program ini akan memiliki insentif elektoral untuk Jokowi, sekaligus mengesankan kubu 02 panik dengan kartu prakerja ini.

"Tentu (berpengaruh). Karena ini program populis dan visi misi Jokowi dari tiga kartu ini lebih detail. Artinya ketika ditanya bagaimana ibu-ibu bisa mengakses barang mudah, jawabannya ya sederhana dikasih kartu sembako murah, ketika ditanya anak muda bisa kerja, dikasih keterampilan lalu disubsidi," ujar Adi. []


Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.