Magelang, (Tagar 29/5/2018) – Ketika menjalani kehidupan sehari-hari agar terwujud keindahan hidup bersama, setiap manusia harus saling merangkul sesamanya yang berbeda-beda.
"Harus saling merangkul dengan yang berbeda supaya hidup bersama menjadi indah," kata Koordinator Dewan Kehormatan Perwakilan Umat Buddha Indonesia Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira di Magelang, Selasa (29/5).
Hal itu dia ungkapkan dalam perayaan Trisuci Waisak 2018 yang mengambil tema "Transformasikan Kesadaran Delusi Menjadi Kesadaran Murni" dan subtema "Marilah Kita Bersama-sama Berjuang Mengalahkan Sang Ego".
Biksu Tasida mengemukakan pentingnya manusia tidak terjebak dalam perbedaan, dalam upaya mencapai kebahagiaan kehidupan, baik secara pribadi maupun bersama.
“Perbedaan,” ujar Tadisa yang juga Ketua Umum Majelis Mahabudhi itu, “Harus disadari dengan baik sebagai kodrat manusia.”
"Tetapi jangan melakukan pembedaan karena kita sudah beda. Dalam keluarga pun kita berbeda-beda," imbuhnya.
Biksu Tasida juga mengatakan, sekarang ini banyak orang terjebak kepada khayalan dan identitas maya karena mereka antara lain lebih mengutamakan ego.
Hal itu, kata dia, mengakibatkan sikap keakuan manusia menjadi ketat. Semua orang saling bersaing, saling menjatuhkan, terjadi tindak kejahatan, konflik, dan bahkan perang.
"Sekarang ego harus dikalahkan. Kalau ego dikendalikan kita bisa memunculkan cinta kasih," ujarnya.
Ketua Widyakasaba Walubi Biksu Wongsin Labhiko Mahathera mengemukakan pentingnya umat Buddha untuk tetap menjaga diri melalui perbuatan yang baik, pembicaraan baik, dan pemikiran baik sesuai dengan ajaran Sang Buddha. "Agar semua menjadi baik," ucapnya.
Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengatakan, Buddha Gautama menemukan jalan pembebasan diri yaitu pencapaian penerangan sempurna menjadi Buddha melalui kesadaran terhadap makna hidup.
“Sang Buddha,” ujar Hartati Murdaya, “Mencapai penerangan sempurna karena menang atas sang ego. Ego sebagai sumber malapetaka dan bisa menjerumuskan manusia dalam jurang kegelapan yang lebih dalam.”
Dia menjelaskan, tema Waisak tahun ini mengacu kepada intisari ajaran Sang Buddha kepada semua makhluk.
Dia mengajak setiap umat Buddha introspeksi pada diri untuk mengetahui hal mana telah benar dan mana yang masih harus diperbaiki demi mencapai cita-cita tertinggi, yakni terbebas dari penderitaan.
Selain itu, kata dia, umat Buddha juga harus turut berjuang bersama seluruh komponen bangsa untuk mengurangi kesenjangan dalam berbagai aspek, seperti kesenjangan kaya-miskin, kuat-lemah, kota besar-daerah terpencil, dan kesenjangan pendidikan.
"Hilangkan cemburu, marah, dengki, dan serakah. Agama apa pun akhirnya sama, kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa," kata Hartati Murdaya.
Hari Trisuci Waisak dirayakan umat Buddha untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam ajaran Buddha, yakni kelahiran Sidharta Gautama, Buddha Gautama mencapai penerangan sempurna, dan parinibana atau Sang Buddha mangkat.
Puncak perayaan Waisak 2018 terjadi pada Selasa, pukul 21.19.13 WIB, ditandai dengan meditasi selama beberapa saat oleh umat Buddha bersama para biksu sangha Walubi di pelataran Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (ant/yps)
