Jakarta - Sejumlah sekolah di Eropa kembali memberlakukan pembelajaran tatap muka setelah gelombang pertama Covid-19. Kebijakan itu mendapat penolakan dari beberapa orang tua siswa.
Mereka mengaku khawatir jika anak-anaknya dijadikan 'Kelinci Percobaan' untuk suatu eksperimen berbahaya. Sebab, dari hasil temuan selama delapan bulan belakangan terdapat sebagian besar yang positif corona.
Terkadang mereka membawa pulang virus dan menginfeksi keluarga mereka. Tetapi, dalam masyarakat, kasus tidak lagi populer
Dikutip dari Washingtonpost.com, pejabat kesehatan masyarakat mengatakan, Eropa membiarkan sekolah tatap muka selama gelombang kedua infeksi terburuk virus corona di planet ini.
"Dan tetap saja, sekolah tampaknya merupakan lingkungan yang relatif aman. Selama mereka mematuhi seperangkat tindakan pencegahan dengan mengenakan masker, mencuci tangan, sekolah dianggap hanya memainkan peran terbatas dalam mempercepat penularan virus corona di Eropa," katanya.
Hal ini diyakini sangat kontras dengan kebijakan yang berlaku di Amerika Serikat. Pejabat kesehatan masyarakat di AS telah berfokus pada rendahnya tingkat tes positif Covid-19 di komunitas yang lebih luas sebagai prasyarat sekolah tatap muka.
Beberapa distrik sekolah di AS baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka akan melakukan pembelajaran jarak jauh karena kasus terus meningkat.
Sedangkan di Spanyol, sebagian besar sekolah terus melakukan tatap muka bagi kelompok usia termuda hingga sekitar 12 tahun.
Di Spanyol, sekolah menengah lebih cenderung beralih ke pembelajaran jarak jauh karena risiko penularan tampak lebih tinggi di kalangan remaja dibandingkan anak-anak yang lebih muda.
Beberapa orang tua dan guru terus memiliki kekhawatiran. Banyak masyarakat Eropa pasang badan dalam upaya menjaga siswa di ruang kelas mereka. Pasalnya, para pendukung sekolah tatap muka mengatakan bahwa biaya ruang kelas virtual cenderung lebih mahal.
Austria, Republik Ceko, dan Italia menjadi pengecualian Eropa. Mereka lebih memilih untuk menutup sekolah secara luas atau membatasi tatap muka di tengah wabah virus corona.
Sementara, di Italia keputusan itu memicu protes dari siswa. Para siswa mengatakan bahwa mereka memiliki hak atas pendidikan atau pembelajaran tatap muka.
"Siswa dapat dan memang saling menginfeksi. Terkadang mereka membawa pulang virus dan menginfeksi keluarga mereka. Tetapi, dalam masyarakat, kasus tidak lagi populer," kata pembuat kebijakan di Eropa.
- Baca juga: Yiren dan Sihyeon Everglow Positif Covid-19, Ini Kata Agensi
- Baca juga: Kegiatan Anies Baswedan Sebelum Dinyatakan Positif Covid-19
Seperti yang terjadi di Belgia pada Oktober 2020, pejabat kesehatan masyarakat mengatakan mereka yakin kasus di sekolah mencerminkan pertumbuhan virus di masyarakat. Insiden virus di kalangan guru dan siswa tidak pernah melebihi di negara pada umunya. [] (Magang/Amira Salsabila Aprilia)