Di Nepal Tak Ibadah Selama Pandemi Bencana Bagi Negara

Di beberapa kalangan di Nepal, terutama pemuka agama, muncul ketakutan akan dihukum dewa karena tak jalankan ritual saat pandemi
Miniatur Dewi Kumari yang disembah umat Budha dan Hindu (Foto: bbc.com/indonesia/REUTERS).

Oleh: Phanindra Dahal - BBC Nepali, Kathmandu

Sejumlah pemimpin agama di Nepal mengkritik pemerintah dengan keras karena mengurangi festival dan ritual berusia ratusan tahun karena khawatir virus corona akan menyebar.

Para pemimpin memperingatkan bahwa "kemarahan ilahi" dapat membawa negara ke dalam bencana.

Namun, budayawan hingga penjaga Dewi Kumari mengatakan saat ini keamanan lah yang mesti jadi perhatian utama.

1. Hanya Ada Sedikit Ritual

Kuil ditutup dan pertemuan massal dilarang menyusul karantina wilayah sejak Maret.

Para pejabat mengatakan tidak mungkin akan mencabut pembatasan menjelang festival besar Dashain dan Tihar, yang jatuh selama bulan Oktober dan November.

Hingga 30 September, ada hampir 78.000 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Nepal dengan 500 kematian akibat virus corona.

Infeksi meningkat di Kathmandu dan ada kekhawatiran bahwa penyakit tersebut dapat menyebar lebih jauh saat orang-orang pulang ke rumah selama festival.

Nepal, dengan jukstaposisi yang unik antara budaya dan gaya hidup Hindu dan Buddha, kini hanya bisa melaksanakan sedikit ritual selama pandemi.

Di ibu kota Kathmandu, ritual termasuk prosesi kereta yang melibatkan banyak orang untuk menghormati dewa yang berbeda, dibatalkan atau dibatasi menjadi upacara kecil.

Bulan lalu, bentrokan terjadi di Kathmandu selatan saat pengunjuk rasa menentang perintah pemerintah agar masyarakat tidak menghadiri Rato Macchindranath Jatra, prosesi kereta untuk menghormati dewa pertanian. Ritual tersebut dilakukan kemudian - dalam skala yang jauh lebih kecil dan dengan kehadiran polisi.

Kapil Bajracharya, pendeta utama yang memimpin Rato Machhindranath Jatra mengatakan pemerintah seharusnya tak menentang kegiatan keagamaan.

"Keluarga saya telah melakukan ritual tersebut selama berabad-abad. Saya merasa sangat sedih bahwa dalam masa jabatan saya, saya tidak diizinkan untuk melakukan prosesi kereta. Setahu saya ritual ini belum pernah dibatalkan sebelumnya."

Pria berusia 72 tahun itu menambahkan: "Saya percaya bahwa Nepal adalah rumah suci bagi para dewa. Jika para dewa marah, kita akan mengalami masalah yang lebih parah daripada virus corona. Saya merasa serius keberatan terhadap kendali pemerintah Nepal atas agama, yang membatasi orang-orang berdosa sejauh yang saya ketahui. "

Baburaja Jyapu, seorang pengusaha berusia 38 tahun di Patan, juga percaya bahwa keputusan pemerintah Nepal melukai sentimen agama warga: "Saya memiliki keyakinan yang kuat pada agama dan saya pikir tidak terlibat dalam kegiatan keagamaan dapat mengundang hal-hal buruk.

"Menurut saya, orang tua lebih ingin mengunjungi tempat-tempat keagamaan. Jika pemerintah terus melakukan pembatasan, orang akan mengalami masalah kesehatan mental."

Namun, banyak pemuka masyarakat dan agama mengatakan bahwa tahun ini harus dianggap sebagai pengecualian dan setiap kegiatan keagamaan dan perayaan hanya boleh dilakukan setelah keamanan terjamin.

2. Ikuti Sains

Gautam Shakya, penjaga dewi Kathmandu yang hidup, Kumari, yang tinggal di kuil khusus dekat Alun-alun Istana tradisional - mengatakan mereka mematuhi protokol keselamatan dan kemungkinan besar tidak akan ada acara berskala besar tahun ini.

"Kami belum berdiskusi dengan pemerintah mengenai kehadiran dewi di kuil Taleju selama hari kedelapan festival Dashain. Saya pikir tidak akan ada kerumunan seperti di masa lalu. Namun, kami tidak bisa mengambil risiko dengan membawanya ke sana."

"Beberapa orang takut hal buruk bisa terjadi jika kami tidak beribadah dengan benar," tambahnya.

"Tapi menurut saya, kita harus realistis. Kita bisa menyelenggarakan festival dan ritual dan melestarikan budaya kita untuk generasi mendatang, hanya jika kita bertahan hidup."

Kumari, diyakini sebagai reinkarnasi dewi Hindu Durga, disembah oleh umat Hindu dan Buddha.

"Sejak karantina wilayah, kami tidak mengizinkan siapa pun untuk mengunjunginya. Kami melakukan doa rutin dan melakukan ibadah di dalam kediamannya sendiri," kata Gautam.

Dia mengatakan dewi yang hidup itu juga menggunakan masker dan pembersih tangan di dalam kediamannya, yang dikenal sebagai Kumari Ghar.

Ikon budaya Nepal Satya Mohan Joshi mengatakan warga harus mengikuti sains daripada hanya berbicara tentang festival atau ritual.

Pakar budaya berusia 101 tahun itu mengatakan: "Di masa lalu, pandemi dipandang sebagai kutukan dari para dewa.

3. Membatasi Peribadatan Kelompok

"Orangasi -orang di Kathmandu akan berkumpul di gang-gang untuk mempersembahkan makanan dan melakukan doa untuk memohon pengampunan. Itu ide yang sudah ketinggalan zaman sekarang.

"Atas nama penyelenggaraan festival dan penyelenggaraan pesta, kami tidak dapat mengambil risiko yang dapat menyebabkan penyebaran virus corona di Kathmandu.

"Itu akan menghancurkan ekonomi dan layanan kesehatan kami. Kami harus menjaga diri kami aman dengan mengikuti panduan yang dikeluarkan secara global oleh komunitas medis."

Juru bicara kementerian dalam negeri, Chakra Bahadur Budha, membela keputusan pemerintah untuk membatasi peribadatan kelompok, bazar dan festival.

"Kami telah meminta orang untuk menjaga jarak sosial dan disiplin menerapkan protokol kesehatan," tambah pejabat Nepal itu. Hari Shankar Prajapati, seorang penjaga toko di Kathmandu, setuju.

"Setiap kerumunan bisa memicu infeksi besar-besaran," katanya. "Bagi saya kesehatan adalah yang utama. Kita tidak bisa menyelenggarakan festival atau acara keagamaan jika kesehatan kita kurang baik."

Namun, Padma Shrestha sangat marah. "Pemerintah telah menciptakan teror dan orang-orang marah," katanya.

"Melarang ibadah atau ritual yang sudah berusia berabad-abad bisa membuat orang kehilangan kepercayaan terhadap agama dan pemerintah," dia memperingatkan.

Sementara itu, Bikash Karmacharya, seorang guru sekolah di pinggiran Kathmandu, menginginkan festival diadakan "dengan mengikuti langkah-langkah keselamatan dan jarak sosial".

"Kegagalan kita untuk menghormati dewa dan dewi dapat menjadi bumerang. Kita harus setuju bahwa dewa adalah sumber kekuatan kita." (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
Nepal Tutup Pendakian Everest karena Virus Corona
Pemerintah Nepal menutup seluruh jalur pendakian ke Puncak Himalaya, termasuk Gunung Everest, demi menghindari virus corona atau COVID-19.
TKW Membusuk Tiga Hari di Lemari, Warga Nepal Pembunuh Masih Buron
Warga Nepal pelaku pembunuhan terhadap Santi Restauli Simbolon (25) di sebuah rumah di Malaysia, Selasa (13/3), hingga kini belum tertangkap.
Ada Covid-19, Nepal Tutup Pendakian Gunung Everest
Gunung Everest yang merupakan bagian dari Pegunungan Himalaya di Nepal ditutup selama musin ekspedisi karena penyebaran virus corona Covid-19.