Di Balik Kemeriahan Asian Games 2018, Polisi Tembak Mati Puluhan Orang

Di balik kemeriahan Asian Games 2018, polisi tembak mati puluhan orang dengan akuntabilitas rendah.
Ilustrasi Penembakan. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta, (Tagar 20/8/2019) - Di balik kemeriahan pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia, ada yang luput dari mata publik. Ternyata, menurut Amnesty International Indonesia, polisi telah menembak mati lebih dari 70 orang dalam operasi memberantas kejahatan jalanan, di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Memang, jelang Asian Games 2018, Polda Metro Jaya mengadakan Operasi Cipta Kondisi untuk memberantas terorisme dan kejahatan jalanan.

"Kejahatan konvensional, seperti copet, jambret, begal, dan lain sebagainya telah kami tangani dalam Operasi Cipta Kondisi," ujar Tito dalam rapat koordinasi pengamanan Asian Games 2018 di Polda Metro Jaya, Senin (30/7), dikutip Antaranews.

Tak hanya Polda Metro Jaya, Kapolda Jawa Barat, Banten, Sumsel dan Polda sekitar pun diperintahkan untuk melakukan pengamanan pada pesta olahraga yang berlangsung 18 Agustus sampai 2 September.

Kapolri Tito KarnavianKapolri Tito Karnavian. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)


"Jadi saya perintahkan untuk Kapolda Metro Jaya, Kapolda Jawa Barat, Banten, Sumsel dan Polda sekitarnya melakukan operasi masif untuk menekan pelaku kejahatan itu," pungkasnya.

Demi keamanan dan kelancaran pelaksanaan Asian Games, bahkan Tito memerintahkan petugas kepolisian untuk tak segan menembak pelaku yang melawan saat ditangkap petugas.

"Saya sudah perintahkan, kalau lawan, tembak. Kalau melawan, jangan ragu, tembak saja," tegasnya.

Untuk mengamankan Asian Games 2018, sebanyak 200 ribu personil sudah Kepolisian dan TNI dikerahkan. Hasilnya, hingga akhir Juli, selama Operasi Cipta Kondisi, kepolisian sudah menangkap hampir 2.000 orang dan menahan 700 di antaranya karena kejahatan jalanan, serta 11 pelaku kejahatan jalanan, yang diberi tindakan tegas terukur hingga tewas.


Kritik Amnesty International Indonesia

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman HamidDirektur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. (Foto: twitter/@amnestyindo)
Meski niatan Kepolisian untuk mengamankan jalannya Asian Games 2018, sejumlah kritikan tetap melayang pada kepolisian. Salah satunya dari lembaga Amnesty International Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai kepolisian menggunakan pola kekuatan polisi yang berlebihan. Sebab, mereka telah puluhan orang yang ditembak mati, akuntabilitasnya yang rendah.

“Beberapa bulan menjelang Asian Games, pihak berwenang berjanji meningkatkan keamanan masyarakat. Tapi, kami justru melihat polisi menembak mati puluhan orang dengan akuntabilitas yang rendah,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam siaran persnya www.amnestyindonesia.org, yang diakses Tagar News, Senin (20/8).

Amnesty International Indonesia mencatat di Jakarta, ada 41 orang ditembak di kaki dan sekitar 700 dari 5000 orang yang ditangkap disangka melakukan tindak kriminal. Sedangkan sebanyak 77 orang di berbagai wilayah di Indonesia ditembak mati, termasuk 31 orang di Jakarta dan Palembang, serta Sumatera Selatan.

Puncak tembak mati yakni pada 3-12 Juli 2018, ketika polisi menembak 11 orang di Jakarta dan tiga orang di Palembang, bagian dari operasi pengamanan untuk mempersiapkan kota-kota sebagai penyelenggara Asian Games.

“Angka-angka yang mengejutkan ini mengungkapkan pola penggunaan kekuatan polisi yang berlebihan, dan betapa lembaga keamanan secara konstan tak tersentuh hukum," tuturnya.

Amnesty International Indonesia pun tak tinggal diam melihat  jumlah orang yang tewas ditembak polisi, akibat kejahatan jalanan. Setidaknya menurut Usman, dari bulan Januari hingga Agustus 2018, kematian akibat ditembak polisi yang meningkat sebesar 64% lebih banyak dari periode periode 2017 yaitu 47.

Lembaga ini mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional segera melakukan penyelidikan menyeluruh.

“Polisi jelas menerapkan kebijakan ‘tembak dulu dan bertanya belakangan’. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Komisi Kepolisian Nasional harus segera melakukan penyelidikan menyeluruh, tidak memihak dan independen terhadap praktek tembak mati tersebut dan membawa semua yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan ke pengadilan, termasuk mereka yang berada di dalam rantai komando,” terang Usman Hamid.

Amnesty International juga menyerukan pihak berwenang Indonesia, serta badan olahraga nasional dan internasional, untuk memastikan tak akan lagi terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

Apalagi di bawah hukum hak asasi manusia internasional, Indonesia diwajibkan untuk selalu menghormati dan melindungi hak hidup setiap orang, dan memiliki kewajiban untuk melakukan investigasi yang cepat, menyeluruh dan efektif terhadap dugaan pelanggaran hak hidup.

Menurut Usman tak perlu lah Indonesia mengorbankan hak asasi manusia, demi sebuah pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia.

"Penyelenggaraan acara olah raga internasional tidak boleh mengorbankan hak asasi manusia. Tembak mati harus dihentikan dan semua kasus kematian harus diselidiki dengan cepat dan efektif," tukas Usman.

Belum Ada Keluarga Korban Mengadu

Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo SuroyoWakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo. (Foto: Dok LPSK)

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku belum ada laporan dari pihak keluarga pelaku kejahatan yang tewas ditembak polisi.

"Sampai sekarang belum ada keluarga korban yang ke LPSK," tutur Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo saat dihubungi Tagar News, Senin (20/8).

Menurut Hasto, meski belum ada keluarga korban yang melapor, LPSK tetap mencari tahu kontak keluarga korban. Bahkan akan melakukan upaya proaktif jika diperlukan.

"Kami saat ini sedang mencari kontak dengan keluarga korban, apabila perlu, kami akan lakukan upaya proaktif hubungi keluarga korban," jelasnya.

Sembari menghubungi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai pendamping hukum apabila dibutuhkan. "LBH Jakarta sebagai pengacaranya sudah kami hubungi. Kalau ada keluarga korban yang ke LPSK, tentu kami akan layani," tambah Hasto.

Jika memang keluarga korban atau pelaku membutuhkan perlindungan, menurutnya LPSK akan memberikan bantuan secara cuma-cuma berdasarkan Undang Undang.

"Bantuan LPSK menurut UU bisa memberikan Rehabilitasi Medis, Psikologis, dan Psikososial. Kalau pelaku diproses Pengadilan, LPSK bisa fasilitasi tuntutan ganti rugi (restitusi)," tandas Hasto.

Ombudsman Panggil Polda Metro Jaya

Kritik terhadap penembakan pelaku kejahatan berujung pada laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil Usut Extra Judicial Killing pada Ombudsman RI. Ombudsman mendapatkan informasi bahwa telah terjadi penembakan terhadap 52 penjahat dan 11 diantaranya tewas.

Ombudsman RI pun memanggil Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis untuk mengetahui penyebab petugas kepolisian menembak mati 11 penjahat itu.

"Jadi jangan karena dia preman, bertato, suaranya agak naik sudah dikatakan sebagai penjahat, bisa ditembak. Enggak bisa begitu," ujar anggota komisioner Ombudsman RI, Adrianus Meliala, di Kantor Ombudsman RI, Senin (23/7).

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta pun memenuhi panggilan Ombudsman, dan memberikan sejumlah data yang diperlukan.

"Saya serahkan ke Ombudsman. Kalau terkaitnya ya terkait dengan itu, terkait dengan tindakan tegas yang dilakukan oleh kepolisian," ujar Direktur Nico saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Senin (13/8).

Untuk hasil penelusuran, Polda Metro Jaya akan menyerahkan pada Ombudsman RI. []

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.