Untuk Indonesia

Denny Siregar: PSI Belum Mati

'PSI belum mati. Saya yakin mereka juga tidak hibernasi. Bisa jadi lebih galak dari sebelumnya.' - Denny Siregar
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie (kanan) dan Ketua DPP PSI Tsamara Amany Alatas (kiri). (Foto: Instagram/Grace Natalie)

Oleh: Denny Siregar*

"PSI sudah mati!"

Begitu seorang teman menulis dalam statusnya. Ia kelihatan sangat gembira karena Partai Solidaritas Indonesia dipastikan tidak lolos Parliamentary Threshold. Menurut quick count, PSI hanya mendapat sekitar 2 persen suara saja, sedangkan persyaratan untuk menempatkan wakil di Senayan, harus mendapat minimal 4 persen suara.

Si teman yang simpati pada partai "poligami adalah hobi" jelas kegirangan, karena PSI adalah antitesa partai idolanya. Dan tidak lolosnya PSI berarti akan mengurangi peran PSI sebagai partai pendobrak dengan gaya baru sebagai politikus yang mereka tawarkan.

Tapi benarkah PSI sudah mati? Tidak semudah itu, Ferguso....

Sebagai partai yang baru didirikan tahun 2014, PSI jelas partai yang sangat baru. Ibarat anak kecil, dia baru lahir. Dan anak yang baru lahir tentu butuh waktu untuk belajar merangkak, kemudian berjalan lalu berlari.

PSI memang belum berlari, tetapi yang mengejutkan, dalam usia semuda itu ia sudah bisa berjalan.

Dengan gaya "dewa mabuk"nya, PSI menjadi partai ideologis yang kontroversial, dimana terbentuk kristalisasi yang kuat antara pecinta dan pembencinya sekalian.

PSI belum mati. Saya yakin mereka juga tidak hibernasi. Tetapi bisa jadi lebih galak dari sebelumnya, karena selama 5 tahun ini adalah ajang pembuktian kepada calon pemilihnya.

PSIKetua Umum PSI Grace Natalie. (Foto: Instagram/Grace Natalie)

PSI melesat dan mampu mengambil hati banyak orang untuk datang dan mencoblos partai itu beserta calegnya, karena ada harapan baru yang ditawarkan. Padahal, PSI bukan seperti partai baru lainnya seperti Perindo yang punya jaringan media besar.

Pada hasil quick count, PSI banyak dipilih oleh para pemilih di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya. Di luar negeri PSI juga menggila, suaranya melesat meninggalkan partai-partai yang sudah lama ada.

Dan di Jakarta, PSI secara mengejutkan menjadi partai nomor 4 yang meraih suara terbanyak dan menempatkan 7 calegnya di kursi DPRD. Dan ini modal besar bagi partai imut yang baru berusia 5 tahunan.

Jakarta bisa menjadi etalase PSI. Untuk menuju 2024 nanti, PSI harus secara serius menggarap Jakarta dengan gerakan-gerakan tajam yang menjadi isu nasional. Jika berhasil, kemungkinan besar PSI akan menawarkan sebuah proyek percontohan kepada nasional dengan bahasa, "Gini lho, yang akan kita kerjakan jika kita di Senayan."

Tapi jika di Jakarta PSI adem ayem tentrem karena calegnya ngantukan, ya jangan harap PSI bisa bersuara lagi di tingkat nasional. Harus ada rencana strategis bagi PSI untuk menggarap strategi 5 tahunan supaya 3 juta pemilih militannya di tahun 2019, bisa bertambah lagi ke depan.

PSI belum mati. Saya yakin mereka juga tidak hibernasi. Tetapi bisa jadi lebih galak dari sebelumnya, karena selama 5 tahun ini adalah ajang pembuktian kepada calon pemilihnya.

Mari kita tunggu sepak terjang PSI di Jakarta dan kota besarnya. Apakah mereka akan tetap menjadi macan, atau hanya seekor kucing manja yang gendut dan selalu tertidur di sofa nyaman?

Seruput kopinya....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.