Demokrat Minta Listrik, Jokowi Justru Bikin Nyala Proyek Mangkrak SBY

Demokrat minta listrik, Jokowi justru bikin nyala proyek mangkrak SBY. "Listrik itu kebutuhan. Bahkan bagi saya, listrik itu sudah menjadi kebutuhan pokok di masa sekarang,” kata Punding LH Bangkan.
Presiden Joko Widodo keluar dari turbin kincir angin usai meresmikan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018). Presiden Joko Widodo meresmikan PLTB dengan kapasitas 75 megawatt yang akan membantu pasokan listrik di Wilayah Sulselbar dengan kekuatan putaran 30 buah turbin kincir angin. (Foto: Ant/Abriawan Abhe)

Palangkaraya, (Tagar 11/7/2018) – Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) Punding LH Bangkan meminta Pemerintah Pusat membuat program sekaligus membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat di Provinsi Kalteng.

Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng itu mengatakan, program PLTS sangat tepat untuk jangka pendek dalam mengatasi masih banyaknya masyarakat di pedesaan yang belum menikmati listrik.

"Sepengetahuan saya, PLTS itu mampu bertahan sekitar 10 sampai 15 tahun. Jadi ada kesempatan bagi pemerintah untuk berpikir, sekaligus membangun jaringan listrik ke seluruh desa di Kalteng," kata Punding di Palangkaraya, Selasa (11/7).

Menurut Punding, apabila pihak perusahaan listrik negara (PLN) masuk ke desa, khususnya yang masih terpencil, pasti membutuhkan dana tidak sedikit. Permasalahannya, jumlah penduduk yang dialiri listrik tidak sebanding dengan biaya dikeluarkan PLN.

Antisipasi Pemadaman Listrik BergilirPetugas PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten Area Depok melakukan pekerjaan dalam keadaan bertegangan (PDKB) 20 kV pada jaringan listrik di kawasan Juanda, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/7/2018). (Foto: Ant/Indrianto Eko Suwarso)

Wakil rakyat Kalteng dari daerah pemilihan V meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau itu mengatakan, walaupun PLN milik negara, tapi tetap memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dalam membangun jaringan listrik ke satu daerah.

"Itu kenapa saya sarankan dibuat program dan dibangun PLTS terpusat. Biaya untuk PLTS ini tidak terlalu mahal, dan membangunnya juga bisa cepat. Masyarakat pun bisa dalam waktu cepat menikmati listrik," ujarnya.

Punding pun mengharapkan Pemerintah Provinsi Kalteng, mendukung program PLTS terpusat itu. Komisi B DPRD Kalteng sangat menginginkan bahkan menargetkan program tersebut bisa direalisasikan paling lambat tahun 2019.

"Listrik itu kebutuhan. Bahkan bagi saya, listrik itu sudah menjadi kebutuhan pokok di masa sekarang. Kalau kita mau mengejar orang pintar, sehat dan bersih, listrik juga bagian utama untuk memenuhi itu," demikian Punding seperti dikutip Antara.

Mangkrak

Permintaan Punding tersebut bukan berarti Pemerintahan Jokowi Widodo (Jokowi) mengabaikan kebutuhan listrik di Tanah Air. Justru, sejumlah program listrik di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mangkrak malah dibikin menyala di zaman Jokowi.

Masih segar dalam ingatan, KPK mengumpulkan berbagai bahan terkait proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang mangkrak. KPK merespons niatan Presiden Jokowi yang menginginkan agar proyek-proyek listrik mangkrak di era SBY diusut tuntas.

Saat membuka rapat terbatas tentang perkembangan proyek listrik 35 ribu megawatt (MW) di Kantor Presiden, Selasa (1/11/2016), Jokowi membeberkan kondisi 34 PLTU yang terbengkalai selama tujuh hingga delapan tahun.

Layanan Listrik Daerah TerpencilGeneral Manager PLN Wilayah NTB Rudi Purnomoloka (kiri) menyaksikan warga menyalakan listrik PLN untuk pertama kalinya di Desa Gili Gede Indah, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB, Kamis (14/6/2018). (Foto: Ant/Ahmad Subaidi)

Presiden untuk memastikan nilai kerugian negara, menginstruksikan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) dan Pembangunan (BPKP) segera menyelesaikan audit. Berdasarkan penelusuran, pembangunan 34 PLTU mangkrak bermula dari gagasan Presiden SBY. Selama dua periode pemerintahannya, SBY dua kali menginisiasi pembangunan berbagai proyek pembangkit listrik.

Pertama, melalui fast track program (FTP 1). Program ini menugaskan PLN membangun PLTU. Sebagai payung hukum, SBY menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2006.
Kedua, lewat FTP 2 yang menginstruksikan agar PLN menyediakan suplai 10 ribu mw melalui pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan energi terbarukan, gas, dan batu bara sebagai sumber tenaga. Sebagai payung hukumnya, SBY kembali menerbitkan perpres, yaitu Nomor 4 Tahun 2010.

Adapun 34 PLTU mangkrak yang diaudit BPKP merupakan bagian dari total 36 proyek pembangkit yang dibangun dalam FTP 1.

Pemerintahan SBY menyodorkan empat alasan untuk merealisasikan FTP 1. PLTU diyakini akan menggantikan pembangkit-pembangkit listrik bertenaga BBM dengan alasan biaya pengoperasian PLTU jauh lebih murah.

Dari 36 PLTU yang dibangun, 10 ditempatkan di wilayah Jawa-Bali, sisanya 26 di luar Jawa-Bali. Ditargetkan, seluruh PLTU akan menyumbang pasokan listrik sebesar 9,9 gigawatt (GW).
SBY kemudian menerbitkan Perpres Nomor 72 Tahun 2006 untuk membentuk tim pengawas pelaksanaan FTP 1. Susunan tim pengawas antara lain diisi menteri perekonomian, menteri keuangan, dan Kepala Bappenas.

Saat itu dijadwalkan pada 2010, 20% PLTU rampung dibangun dan 50% selesai di 2011. Namun, rencana ini tinggal mimpi. Sedikitnya 34 PLTU justru mangkrak. Triliunan rupiah untuk membiayai pembangkit-pembangkit listrik sia-sia.

Ketika menunggu laporan BPKP, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, terdapat lebih dari 36 proyek yang dilaporkan ke KPK. "Proyek mangkrak itu sekarang masih di dalam tahap diaudit oleh BPKP," ujarnya di Gedung KPK Jakarta, Jumat (10/2/2017).

Agus mengungkapkan, laporan itu tidak secara resmi dilaporkan pemerintah. Namun, banyak pihak yang membuat laporan ke KPK.

Proyek yang diduga merugikan keuangan negara adalah proyek pengadaan 7.000 megawatt yang didasari Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010.

Sekretaris Negara Pramono Anung, November 2016, menuturkan, proyek itu tak tuntas.
BPKP, lanjut Pramono, juga menemukan adanya uang negara keluar untuk pembayaran 34 proyek dari 7.000 megawatt itu, yakni sebanyak Rp 4,94 triliun.

Dari 34 proyek, sebanyak 12 proyek dipastikan tak bisa dilanjutkan dan berpotensi kerugian negara senilai Rp 3,76 triliun.

Pramono enggan menyebut berapa kerugian negara dari mangkraknya 12 proyek pada era Presiden SBY itu. Ia mengatakan, hal itu merupakan wewenang BPKP.

Selain itu, sebanyak 22 proyek listrik sisanya dilaporkan bisa dilanjutkan. Namun, kelanjutan 22 proyek itu membutuhkan tambahan biaya baru sebesar Rp 4,68 hingga Rp 7,25 triliun.

Sebelumnya, Jokowi dalam rapat terbatas tentang perkembangan pembangunan projek listrik 35.000 Megawatt 1 November 2016 menyebutkan, proyek untuk pembangunan 34 pembangkit menghabiskan triliunan rupiah. Informasi ini dia dapatkan dari laporan BPKP.

“Karena ini sudah menyangkut angka yang triliunan dan ini tidak boleh dibiarkan terus menerus,” ujar Presiden seperti dilansir dari setkab.go.id.

Buruknya kemajuan proyek listrik sempat membuat Jokowi geram.

Jokowi mengaku sudah meninjau beberapa projek pembangunan PLTU yang mangkrak. Dia sadar tidak semua proyek bisa dilanjutkan, salah satunya disebabkan peralatan yang sudah tidak layak digunakan.

Jokowi yang melihat langsung proyek tersebut di lapangan, menyimpulkan satu dua proyek tidak bisa diteruskan karena memang sudah hancur, sudah karatan. Karena itu, Presiden meminta ada kepastian. Apalagi mangkraknya ke-34 proyek pembangkit tenaga listrik itu sudah berlangsung selama tujuh hingga delapan tahun.

“Kalau saya lihat di lapangan, satu dua kemarin kelihatannya juga banyak yang tidak bisa diteruskan karena memang sudah hancur, sudah karatan semuanya,” kata Jokowi.

Proyek-proyek pembangunan yang mangkrak dan dihentikan bukan berarti selesai begitu saja. Jokowi mengancam akan mengusutnya. “Kalau ini memang tidak bisa diteruskan, ya sudah, berarti saya bawa ke KPK. Karena ini menyangkut uang yang bukan gede, proyek gede sekali, 34 proyek pembangkit listrik,” ancamnya.

Kamis (9/2/2017), Jokowi mengecek langsung keberadaan proyek PLTU Waai Ambon yang mangkrak di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Jokowi seperti dilansir Kompas menyayangkan di tengah kondisi krisis listrik di Provinsi Maluku. Pasalnya, ada proyek pembangkit listrik yang mangkrak selama bertahun-tahun.

Di lokasi proyek, Presiden terlibat diskusi serius dengan sejumlah menteri, di antaranya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

"Kebutuhan listrik di Maluku sangat mendesak. Saya telah menerima informasi itu. Memang pemerintah berencana membangun pembangkit listrik, tetapi mangkrak," kata Presiden.

Lanjutkan Proyek Mangkrak

Akhirnya, Jokowi mengizinkan pembangunan 34 pembangkit listrik yang mangkrak di zaman pemerintahan SBY. Pembangkit-pembangkit mangkrak ini adalah bagian dari Fast Tracking Project pada kurun waktu 2007-2011.

Target Elektrifikasi 2018Pekerja memasang trafo penurun daya untuk distribusi listrik rumah tangga di Malang, Jawa Timur, Kamis (28/6/2018). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PLN berupaya mengejar target elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia tercapai sebesar 97 persen di akhir tahun 2018. (Foto: Ant/Ari Bowo Sucipto)

Jokowi memberikan ‘lampu hijau’ saat memberikan sambutan pada peresmian Pembangkit Listrik Tenaga Gas Mobile Power Plant (PLTG MPP) di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar), Sabtu (18/3/2017) siang.

Kendati memberikan izin, Presiden mewanti-wanti proses hukum terhadap proyek-proyek tersebut harus sudah beres sebelum dilanjutkan.

“Yang berkaitan dengan 34 pembangkit listrik kita yang mangkrak. Saya titip, ini titip, yang bisa ini diteruskan silakan diteruskan, tetapi dengan catatan-catatan sisi hukumnya harus sudah beres. Yang kedua dibangun betul sesuai dengan kualitas yang kita inginkan,” kata Presiden Jokowi seperti dikutip setkab.go.id.

Daftar 34 proyek listrik mangkrak yang dimaksud Jokowi antara lain, proyek-proyek yang dilanjutkan kontraktor lama, yakni:

Sumatera

PLTU Tembilahan (EPC) 2 x 7 MW

Kalimantan

PLTU Malinau 2 x 3 MW

PLTU Parit Baru 2 x 50 MW

PLTU Bengkayang 2 x 27,5 MW

PLTU Tanjung Redep 2 x 7 MW

PLTU Tanjung Selor 2 x 7 MW

Sulawesi dan Nusa Tenggara

PLTU Jempana 2 x 9 MW

PLTU Buleleng 2 x 0,6 MW

PLTU Kendari Ekspansi 1 x 10 MW

PLTU Lapal 2 2 x 3 MW

PLTU Talaud 2 x 3 MW

PLTU Alor 2 x 3 MW

PLTU Rote Ndao 2 x 3 MW

PLTU Sumbawa Barat 2 x 7 MW

Maluku dan Papua

PLTU Sofifi 2 x 3 MW

PLTU Timika 2 x 15 MW

PLTU Ambon 4 x 7 MW

Proyek-proyek yang diterminasi untuk dilanjutkan PLN, yakni:

Kalimantan

PLTU Sampit 2 x 25 MW

PLTU Kotabaru 2 x 7 MW

Sulawesi dan Nusa Tenggara

PLTU Gorontalo 2 x 25 MW

PLTU NTB Bima 2 x 10 MW

PLTU Atambua 4 x 6 MW

Maluku dan Papua

PLTM Kalibumi 2 x 1,3 MW

Proyek-proyek yang diterminasi, yakni:

Sumatera

PLTU Kuala Tungkal 2 x 7 MW

PLTU Bengkulu 2 x 10 MW

PLTU Ipuh Seblat 2 x 3 MW

PLTU Tembilahan (IPP) 2 x 5,5 MW

Kalimantan

PLTU Buntok 2 x 7 MW

PlTU Kuala Pambuang 2 x 3 MW

PLTU Tarakan 2 x 7 MW

Sulawesi dan Nusa Tenggara

PLTU Bau Bau 2 x 7 MW

PLTU Raha 2 x 3 MW

PLTU Wangi Wangi 2 x 3 MW

Maluku dan Papua

PLTU Jayapura 2 x 15 MW

Dalam melanjutkan proyek listrik mangkrak itu presiden tidak mau bila kapasitas pembangkit listrik hanya 30% atau 40% alias tidak sesuai ketentuan. “Jadi jangan main-main dengan hal-hal yang berkaitan dengan teknis, detil. Pasti saya akan lihat karena menyangkut uang yang triliunan,” tegasnya.

Bila izin sudah diberikan dan proyek dilanjutkan, Presiden Jokowi mewanti-wanti untuk tidak 'dimainkan' lagi. “Nanti kena dua masalah hukum. Saya tegas mengenai hal-hal seperti ini,” kata Presiden mengingatkan.

Presiden berharap, apabila masalah hukum selesai, lanjutkan, tetapi harus betul-betul bermanfaat bagi masyarakat. “Karena yang ini kita buat pabrik listrik. Buat pabrik listrik yang uangnya dari kita, dari PLN, jadi kalau di 'main-mainin', awas!” pesan Presiden Jokowi. (yps)

Berita terkait