Dapat Dukungan dari Kemensos, Andi Saxophone Makin Mantap Berkarya

Ia ingin mengubah stigma, bahwa penyandang disabilitas netra tidak hanya identik dengan dunia reflexology
Penglihatan Andi Iwan Hermansyah memang tidak sempurna. Namun jari-jemarinya seperti punya 1000 mata.

TAGAR.id, Jakarta - Penglihatan Andi Iwan Hermansyah memang tidak sempurna. Namun jari-jemarinya seperti punya 1000 mata. Dipandu dengan kemampuan olah rasa, alat musik saxophone yang dimainkannya mampu meramu nada-nada syahdu, romantis, dan ritmis.

Memanjakan telinga dan memukau sesiapapun yang mendengarkan permainan penyandang disabilitas netra ini. Menyimak permainan pria 45 tahun ini, ingatan kita melayang pada nama-nama beken saxophonist dunia, Kenny G, Dave Koz, atau Sadao Watanabe. Sebuah tontonan seni kelas tinggi.

Andi Iwan memang punya tekad kuat merubah stigma. Bahwa seorang penyandang disabilitas netra hanya identik dengan dunia reflexology , alias pijat. Ia membuktikan dengan keterbatasan fisik, seorang penyandang disabilitas netra nyatanya bertalenta, mampu mandiri dengan banyak potensi.

“Dengan musik, saya ingin merubah pandangan masyarakat umum. Bahwa penyandang disabilitas netra seperti saya, bisa melahirkan berbagai karya. Tidak selalu identik dengan dunia pijat,” kata Andi Saxophone – begitu ia biasa disapa.

Permainan saxophonenya yang keren abis menjadi salah satu bukti kuat potensi lain dari seorang disabilitas netra. Andi Iwan tidak hanya bertalenta dalam bidang musik. Kemampuan intelektuannya juga terasah. Andi tercatat sebagai mahasiswa pertama dari kelompok penyandang disabilitas yang masuk jurusan S1 pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya (UNES), 22 tahun silam.

Tentu saja menempuh pendidikan formal menghadapkan banyak tantangan bagi penyandang disabilitas seperti dirinya. Namun ia bisa merasakan menjadi seniman sejati. Selama pendidikan, ia menekuni alat musik tiup seperti saxophone, terompet, klarinet, harmonika dan lainnya.

Alat musik piano menjadi mata kuliah wajib sehingga pasti ia menguasainya. Berkat pendidikannya, selama 10 tahun ia dipercaya menjadi pemain saxophone dan piano di salah satu hotel bintang lima di Surabaya.

“Jam 9 sampai jam 4 sore saya solo piano di lobby hotel itu, kemudian jam 4 sampai jam 8 malam solo sexophone, itu selama hampir 10 tahun,” kata Andi saat ditemuiu, baru-baru ini.

Nikmatnya menjalani aktivitas ini berubah seketika. Tanpa aba-aba, pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan sampailah Andi pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia tak punya skema menghadapi kondisi ini. Apalagi ia juga membiayai hidup ibunya yang sudah lansia dan tinggal bersamanya.

Agustus 2021, Andi kembali ditawari untuk mengisi acara di kedai milik temannya di daerah Gubeng. Sistem pendapatannya melalui saweran sukarela. Pendapatan per hari rata-rata Rp100 ribu dan ia hanya mengisi hiburan di kedai tersebut pada hari Jum'at dan Sabtu.

Selain dari saweran, selama pandemi Andi juga dibantu oleh beberapa kelompok organisasi dan komunitas penyandang disabilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup ia dan ibunya. Ia juga tetap berusaha kesana kemari untuk mencari pekerjaan, namun keberuntungan belum berpihak.

Hingga pada Oktober 2022 ia bertemu dengan wartawan salah satu media online dan ia diwawancarai. Ia menceritakan kondisinya yang saat ini sedang membutuhkan bantuan. Ia butuh fasilitas untuk menunjang kemampuannya agar bisa mencari rezeki.

Berita tersebut terbit dan terjaring oleh tim scanning berita di Kementerian Sosial. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengarahkan jajaran untuk melakukan respon cepat pada berbagai permasalahan sosial kelompok rentan, salah satunya Andi.

"Saya didatangi tim Kemensos melalui Sentra Terpadu Prof. Dr. Soeharso Surakarta. Katanya tahu kondisi saya dari berita di media. Hari itu juga saya diasesmen dan kebutuhan saya dipenuhi. Ya itu, Kemensos satu-satunya instansi pemerintah yang memperhatikan kebutuhan kami, responsif sekali," kata Andi.

Ia diberikan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dari Kemensos berupa keyboard untuk menunjang profesinya sebagai pemusik dan Tongkat Penuntun Adaptif (TPA) untuk aktivitas sehari-hari. Selain itu, ibunya, Emiyati (68) juga diberi bantuan berupa sembako dan kebutuhan nutrisi bagi lansia.

"Alhamdulillah, dengan bantuan sembako dan nutrisi ini, saya dan anak saya bisa bernafas istilahnya, " ungkap Emiyati.

Bantuan ini akan digunakan Andi untuk melanjutkan profesinya di dunia hiburan. Mulai dari ikut mengamen dari kafe ke kafe, hotel ke hotel hingga membuka les privat keyboard.

Dalam dialognya, Andi juga mengungkapkan harapannya terhadap pemerintah. Ia berharap kebijakan-kebijakan pemerintah bisa berpihak pada kelompok disabilitas, terutama terkait peluang-peluang kerja dan penyaluran kerja sesuai potensi masing-masing.

"Jika para penyandang disabilitas ini bisa memiliki pekerjaan, paling tidak dalam tanda kutip, kelompok ini bisa meringankan beban pemerintah. Bisa memiliki penghasilan untuk meng_cover_ kebutuhannya sendiri, demi masa tua mereka," harapnya.[]

Berita terkait
Antisipasi Ancaman Longsor, Mensos Sarankan Penanganan Tradisional Berbasis Kearifan Lokal
Kearifan lokal bisa menjadi solusi bagi penanganan bencana di daerah. Hal itu juga berlaku untuk mengatasi longsor di Kabupaten Gowa.
Sekjen Kemensos Minta Tagana Perkuat Mitigasi Bencana di Daerah
Taruna Siaga Bencana (Tagana) merupakan komunitas yang lahir dan tumbuh di lingkungan masyarakat (Community Based Disaster Management ).
Kerja Nyata Percepat Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemensos Raih Penghargaan dari Kemendes PDTT
Menteri Sosial RI Tri Rismaharini hadir langsung menerima penganugerahan penghargaan.
0
Dapat Dukungan dari Kemensos, Andi Saxophone Makin Mantap Berkarya
Ia ingin mengubah stigma, bahwa penyandang disabilitas netra tidak hanya identik dengan dunia reflexology