Untuk Indonesia

Daftar Kejanggalan Anies Baswedan Pahlawan Transportasi Dunia

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak pantas digelari Pahlawan Transportasi Dunia. Lihat saja daftar kejanggalan di balik penobatan tersebut.
Anies Baswedan. (Foto: Tagar/Instagram @aniesbaswedan)

Oleh: Ade Armando*

Anies Baswedan harus diakui adalah raja dalam pencitraan. Saya tidak tahu apakah dia dibantu tim atau memang ini semua datang dari kepalanya sendiri. Tapi dia jelas jago banget membangun imej tentang kehebatan dirinya. Ingat ya, dia bukannya berprestasi. Tapi dia keren membangun kesan bahwa dia berprestasi. 

Yang terbaru adalah soal dia memperoleh gelar Pahlawan Transportasi. Dia dinobatkan sebagai satu dari 21 pahlawan transportasi oleh lembaga Jerman, Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI). Dalam jajaran ‘21 heroes of 2021’ itu ada pula nama Elon Musk, CEO Tesla dan orang terkaya di dunia

Jadi kesannya sih hebat sekali. Bayangkan, dinobatkan sebagai pahlawan transportasi dunia oleh sebuah lembaga internasional, bersama Elon Musk.

Sejumlah kawan bilang, TUMI itu lembaga abal-abal dan tidak terkenal. Tapi karena saya bukan pengamat transportasi, saya tidak berani untuk menilai sejauh itu. Kalau saya baca informasi tentang TUMI yang saya peroleh dari websitenya, mereka lumayan aktif. Mereka itu adalah lembaga yang punya kepedulian tinggi membantu pengembangan transportasi kota yang ramah lingkungan.

Pertanyaannya kenapa mereka sampai memandang tinggi Anies? Saya sendiri, walau warga Bogor, cukup sering beraktivitas di Jakarta. Dan saya tidak merasa Anies melakukan langkah-langkah kebijakan yang sedemikian berarti sehingga layak disebut ‘pahlawan’. Karena itu, saya tertarik untuk mempelajari apakah gelar itu objektif, atau ada hal lain. 

Sekarang saya yakin, bahwa itu dipengaruhi kepentingan. Setelah saya pelajari, saya tiba pada temuan bahwa TUMI memiliki hubungan kerja sama dengan lembaga lain bernama Institute of Transportation and Development Policy (ITDP). Dan si ITDP ini adalah lembaga yang dibayar sebagai konsultan pemerintah Anies. Dan jajaran pimpinannya di level Asia Tenggara dan Indonesia memang punya hubungan khusus dengan Anies.

Jadi sangat bisa dipahami kalau TUMI mendapat rekomendasi untuk menganugerahi gelar pahlawan kepada Anies berdasarkan rekomendasi dari ITDP, yang sangat berkepentingan dengan imej Anies dan memang menjalankan projek yang dibiayai pemerintahan Anies.

Sebelum tiba pada gambaran tentang kolusi ini, mungkin saya kembali dulu pada soal kejanggalan alasan pemberian gelar pahlawan pada Anies.

Seperti saya katakan, saya bukan ahli transportasi. Karena itu saya merujuk saja pada penjelasan Deddy Herlambang, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, dalam tulisannya di di kompas.com. Deddy menyebut sejumlah kejanggalan yang saya tidak akan bahas semua.

Pemberian gelar Pahlawan pada Anies ini tampaknya bukan dilandasi alasan objektif, melainkan jalinan kepentingan.



Saya akan pusatkan saja pada sejumlah hal yang terang-benderang bagi warga awam seperti saya.

Pertama, Anies dianggap sebagai ‘hero’ oleh TUMI karena dinilai berhasil membangun jalur sepeda 63 kilometer. Ini dianggap penting karena TUMI memang mengkampanyekan sepeda sebagai alat transportasi utama yang hemat energi di kota.

Masalahnya, kalau kita ikuti analisis Deddy, program bersepeda di kota yang diterapkan di Jakarta jauh dari memadai. Memang semakin sering kita melihat orang bersepeda, tapi fungsi sepeda masih banyak digunakan hanya sebagai wisata dan olahraga. Bukan digunakan sebagai sarana transportasi utama untuk beraktivitas di kota, misalnya ke tempat kerja.

Mungkin Anda akan berkilah bahwa kita tidak bisa menilai itu di era covid, karena warga bekerja dan belajar dari rumah. Buat saya, justru karena itu, kita tidak bisa menilai keberhasilan kampanye sepeda itu sekarang. Ditambah lagi, sarana bersepeda di Jakarta itu sendiri masih belum memenuhi standard keselamatan.

Banyak jalur sepeda tersebut masih sementara, dan hanya dibatasi rubber cones. Bila pembatas itu tidak permanen akan membahayakan pesepeda itu sendiri karena dapat terserempet atau tertabrak kendaraan bermotor. 

Sebagai pengendara mobil, saya sendiri sering khawatir melihat para pesepeda yang berada di jalan yang sama dengan kendaraan bermotor. Saya akan sangat berhati-hati jangan sampai membahayakan mereka. Tapi bagaimana dengan pengendara kendaraan bermotor lain? Apalagi kalau nanti kondisi lalu lintas sudah kembali normal.

Selain itu, menurut Deddy, parkir sepeda di stasiun-stasiun pun masih belum ada. Jalur sepeda di jalan-jalan utama seperti koridor Sudirman-Thamrin juga sampai saat ini masih belum terbangun.

Kejanggalan lain adalah TUMI menilai Anies berhasil mengembangkan Transit Oriented Development ( TOD). Padahal, TOD masih dalam tahap pengembangan, belum diterapkan. Jadi, lagi-lagi, belum bisa dinilai. Lantas pula, TUMI menilai transportasi umum DKI Jakarta berhasil. Padahal, faktanya masih jauh dari berhasil, mengingat mayoritas warga masih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Hanya 20 persen yang memilih transportasi umum

Lalu, Anies dianggap berhasil menerapkan kebijakan bus listrik. Padahal, faktanya bus listrik baru tahap uji coba. Bagaimana bisa dikatakan berhasil? Penggunaan bus listrik baru bisa dikatakan berhasil apabila sarana tersebut reliable secara operasional.

Jadi kesannya sih hebat sekali. Bayangkan, dinobatkan sebagai pahlawan transportasi dunia oleh sebuah lembaga internasional, bersama Elon Musk.


Jalur SepedaPengendara sepeda motor melanggar jalur sepeda di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat, 22 November 2019. Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Dishub DKI Jakarta menerapkan aturan jalur sepeda pada Jumat ini dengan memberikan sanksi denda tilang maksimum Rp 500 ribu hingga penderekan kendaraan bagi pengendara kendaraan bermotor yang melanggar jalur sepeda. (Foto: Tagar/Antara/Aditya Pradana Putra)

Dengan mengatakan ini semua, tidak berarti kebijakan-kebijakan Anies dalam transportasi tidak perlu didukung. Tentu apa yang mungkin baik yang dilakukan Anies, perlu dihargai. Masalahnya, apa yang dia lakukan, yang sebagian besar di antaranya adalah melanjutkan langkah pendahulunya atau berada di bawah koordinasi pemerintah Pusat, rasanya jauh dari layak untuk menjadikan dia seorang Pahlawan selevel Elon Musk.

Kembali ke pokok cerita, seperti saya katakan di awal, pemberian gelar Pahlawan pada Anies ini tampaknya bukan dilandasi alasan objektif, melainkan jalinan kepentingan.

TUMI adalah lembaga internasional yang baru berdiri dua-tiga tahun namun memiliki jaringan dengan berbagai organisasi di dunia yang fokus pada transportasi publik. Salah satu lembaga dalam jaringan TUMI adalah ITDP, yang setiap tahun menetapkan Sustainable Transport Award kepada kota terbaik dalam hal perbaikan sistem transportasi dan mobilitas kota.

Pada 2019, ITDP memberi award bagi Jakarta dalam kategori ‘honorable mention’ (dicatat secara khusus). Pada 2020, Jakarta menjadi kota terbaik dalam Award ITDP ini. Sedemikian hebatkah Jakarta? Yang patut dicatat, ITDP adalah lembaga konsultan yang dibayar pemerintah DKI untuk membantu kebijakan transportasi publik.

Jadi Anies membayar ITDP sebagai konsultan, dan kemudian si konsultan yang dibayar Anies ini menyebut kota Anies sebagai kota terbaik dalam Award mereka. Bisa dibilang, pemberian gelar itu menjadi semacam bonus dari ITDP. Ini menjadi semakin menarik mengingat Anies mengangkat Yoga Adiwinarto, mantan direktur ITDP di Asia Tenggara dan Indonesia, sebagai Direktur Teknik dan Fasilitas Transjakarta.

Lantas, pengganti Yoga di ITDP Asia Tenggara, adalah Faela Sula yang juga berasal dari Indonesia. Barangkali bukan kebetulan kalau Faela juga lulusan Universitas Gajah Mada, asal kampus Anies. Jadi ITDP adalah lembaga yang berkepentingan dengan kesuksesan Anies.

Kesuksesan politik Anies akan sangat berdampak pada eksistensi ITDP di Indonesia, dan bahkan Asia Tenggara. Karena itu sangat masuk di akal bila ITDP adalah lembaga yang berperan memasok informasi mengenai apa yang disebut ‘keberhasilan’ Anies pada TUMI.

Saya tidak tahu apakah TUMI sadar atau tidak, tapi yang jelas mereka sudah memberikan penghargaan teramat tinggi kepada Anies yang sebenarnya tidak layak memperolehnya.

Jadi, seperti yang saya katakan, Anies adalah ahli membangun imej dirinya. Dan ini bisa terjadi karena dia tampaknya bisa menjadikan mereka yang berutang budi padanya untuk melakukan hal apa pun untuk membantu kebesarannya.

Jadi, benarkah Anies adalah ‘Pahlawan’? Saya sudah beberkan informasi yang saya tahu. Nilai saja dengan akal sehat. Mari terus gunakan akal sehat. Hanya dengan akal sehat, negara ini akan selamat.

*Akademisi Universitas Indonesia

Berita terkait
Jadi Korban Mafia Tanah, Dino Patti Djalal Colek Anies Baswedan
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri, Dino Patti Djalal, menjadi korban pemalsuan sertifikat rumah yang diduga dilakukan oleh komplotan mafia tanah.
Anies Baswedan Minta Warga Rayakan Imlek di Rumah Saja
Demi mengantisipasi penularan Covid-19, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengimbau masyarakat tetap berada di rumah saat libur perayaan Imlek.
Denny Siregar: UU Pemilu dan Ambyarnya Mimpi Anies Baswedan
Nasdem Demokrat PKS sibuk minta revisi UU Pemilu, tapi keinginan ini ditolak partai-partai besar. Mimpi Anies Baswedan pun ambyar. Denny Siregar.
0
Mensos Kobarkan Semangat Wirausaha Ribuan Ibu-ibu KPM PKH
Menteri Sosial Tri Rismaharini membakar semangat para penerima manfaat yang hadir di Pendopo Kabupaten Malang, Sabtu, 25 Juni 2022.