Curug Lawe, Eksotisme Air Terjun di Belantara Gunung Ungaran

Melintasi turunan curam, tikungan tebing, terhampar kejernihan air yang jatuh dari ketinggian, berbias sinar matahari, tampak seperti untaian benang putih.
Eksotisme air terjun Curug Lawe di tengah belantara Gunung Ungaran, Jawa Tengah. Destinasi wisata yang memadukan wisata alam dan uji adrenalin ini berlokasi di Desa Kalisidi, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. (agus)

Semarang (Tagar 17/3/2018) - Destinasi wisata yang satu ini tidak hanya menawarkan perpaduan kesegaran udara dan keindahan alam khas pegunungan. Curug Lawe, demikian nama tempat wisata tersebut, juga menyuguhkan wisata uji keberanian.

Curug Lawe, dua kata yang diambil dari Bahasa Jawa, masing-masing mengandung akronim air terjun dan benang. Wisata tersebut dinamakan demikian karena beningnya butiran air terjun yang jatuh seolah untaian benang putih yang menjulur panjang dari atas ke bawah.

Lokasi Curug Lawe berada di kawasan hutan yang dikelola Perhutani KPH Kedu Utara, Jawa Tengah. Namun secara administratif kewilayahan, masuk peta Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.

Berjarak sekitar 38 km dari Kota Semarang, menuju lokasi wisata ini cukup mudah. Bisa ditempuh dengan angkutan umum atau kendaraan pribadi. Dari alun-alun lama Ungaran ambil jalan menuju utara, ke arah Jalan Mr Wuryanto.

Sekitar 5 km kemudian setelah kantor Kecamatan Gunungpati, sebuah papan petunjuk arah Curug Lawe terpampang cukup besar di sisi kanan jalan. Lokasi papan tersebut tepat di depan pertigaan Kampung Sumur Gunung, Kecamatan Gunungpati.

Melintasi perkampungan di Sumur Gunung hingga Desa Kalisidi, suguhan pemandangan alam dan hawa sejuk pegunungan sudah bisa dinikmati. Hingga tak terasa 7 km atau sekitar 20 menit kemudian tiba di pintu masuk Curug Lawe.

Dari sini titik awal sebenarnya perjalanan wisata ke Curug Lawe. Perlu dicek kembali kesiapan fisik karena jalan yang ada merupakan jalur ala pendakian gunung. Pun demikian dengan kelengkapan semacam sepatu atau sandal. Ada baiknya pilih sepatu atau sandal yang beralas sol model trek gunung, hindari sepatu berhak tinggi.

Khusus di musim hujan, jangan lupa membawa jas hujan. Urusan makanan tak perlu khawatir karena di sekitar gerbang masuk ada sejumlah warung tenda menyediakan beragam makanan dan minuman. Hanya saja kalau di luar hari libur, ada baiknya membawa bekal mengingat tidak setiap hari warung-warung itu membuka layanan.

Jalan beton dua lajur menanjak langsung menyambut, sepeninggal gerbang masuk. Kurang dari 100 meter, medan jalan mulai berganti. Jalan setapak, bagian atas talud saluran irigasi jadi akses. Pemandangan alam sekitar pun mulai berubah, dari area perkebunan menjadi kawasan hutan tropis. Suara-suara khas hewan penghuni rimba mulai nyaring terdengar, menjadi penanda ucapan selamat datang.

Menapaki jalur irigasi, Anda akan dihadapkan pada jalur tes mental. Bagi yang mengidap acrophobia atau penyakit takut ketinggian, jalur ini menjadi penguji nyata sejauh mana keberanian yang dimiliki. Terpampang jelas, jurang sedalam puluhan meter, bahkan mungkin ratusan meter, di sisi kiri jalur irigasi.

Butuh konsentrasi penuh untuk bisa menyusuri jalan setapak irigasi ini dengan aman. Jalur makin sulit saat musim hujan karena jalan setapak tersebut akan licin. Belum lagi potensi tanah longsor dari tebing di atas irigasi yang punya tingkat kemiringan rata-rata diatas 60 derajat. Namun ini sepadan dengan suguhan alam yang tersaji.

Sedikit meredakan syaraf yang tegang, Anda bisa berhenti sejenak di titik yang menjadi area pandang untuk melihat lutung. Kalau beruntung, hewan khas hutan tropis Jawa ini akan muncul dan bisa diabadikan dengan kamera.

Jalan khas jalur pendakian gunung membentang usai melintasi Jembatan Romantis dan Bendungan Sidomble. Tiba di pertigaan Kalicawang, persimpangan yang memisahkan jalur ke Curug Bedono dan Curug Lawe, Anda bisa kembali istirahat sembari menikmati sejuknya udara.

Perjalanan berlanjut dengan suguhan medan yang sama, naik turun berkontur tanah dan batu, diselingi penggalan jalur yang melintasi sungai kecil. Beberapa jembatan kecil dari kayu dibuat oleh warga Kalisidi guna memudahkan pengunjung wanita dan anak-anak.

Jelang titik akhir perjalanan, sayup terdengar gemericik air. Usai melintasi sebuah turunan yang cukup curam dan sebuah tikungan tebing, terpampang pemandangan luar biasa. Sebuah lukisan alam tersaji di depan mata, meluruhkan semua rasa yang mendera sekitar 1,5 jam kaki menapak.

Curug Lawe, air terjun dengan ketinggian sekitar 30 meter menyuguhkan pemandangan mempesona, lengkap dengan guratan-guratan memanjang di tebing curug, hasil ukiran derasnya air.

Tak berlebihan memang air terjun tersebut diberi nama Lawe. Jernihnya air yang jatuh, berbias sinar matahari, tampak seperti untaian benang putih yang menjulur ke bawah. Keindahan alam yang ada makin khas dengan hadirnya lekukan gugusan dua tebing, membentang seiring mengalirnya air, seakan menjadi karpet merah istana Curug Lawe. (ags)

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.