Cinta Ditolak, Pria Ini Tembak Perempuan Pakai Senjata Air Softgun

Aksi teror tersebut dilakukan pria kepada pujaan hatinya di tempat keramaian.
Polisi memeriksa bekas tembakan air softgun di konter pulsa di Sawah Besar, Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 9/1/2018) - Cinta ditolak senjata air softgun bertindak. Joko Dwi Prasetyo (23), nekat meneror Yuli Artika (21) asal Klaten, Jateng, dengan berondongan senjata air softgun.

Aksi teror tersebut dilakukan warga Tambak Dalam, Kelurahan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) pada Senin (7/1). 

Siang itu, Yuli Artika tengah menjaga konter pulsa MJ Cell milik Kakak iparnya, Arif Firmansyah. Tempat kerja Yuli kebetulan tak jauh dari kediaman pelaku, masih di kawasan Jalan Tambak Dalam Raya. Joko sendiri akhirnya berhasil dibekuk oleh anggota Reskrim Polsek Gayamsari beberapa waktu usai beraksi.

"Ada empat bekas lubang peluru air softgun mengenal kaca etalase konter, ditemukan lima butir proyektil (peluru) jenis gotri berukuran 4,5 mili (milimeter)," ungkap Kapolsek Gayamsari, Kompol Wahyuni Sri Lestari, Rabu (9/1).

Dari keterangan korban dan saksi di lokasi kejadian, polisi langsung menduga penembakan tersebut bermotif asmara. Terlebih melihat ciri-ciri pelaku penembakan yang memang tidak asing di mata Yuli Artika.

Saksi Arif Firmansyah mengakui pelaku menaruh hati pada adik iparnya. Dia pun sering melihat pelaku mondar-mandir didepan konternya.

"Mungkin dia suka sama adik saya tapi tidak direspons. Saat kejadian itu saya juga di lokasi, didekat etalase, lihat pelaku mau nembak saya langsung menunduk makanya kena etalase," timpal dia.

Observasi kejiwaan
Ditambahkan, Joko saat ini masih menjalani proses penyidikan. Penyidik mengalami kendala saat mengorek keterangannya. Jawaban yang diberikan kerap melenceng dari pertanyaan yang diajukan. 

Pelaku penembakan itu diindikasikan mengalami gangguan kejiwaan. Karenanya, Polsek Gayamsari membawa ke Rumah Sakit Jiwa Dr Amino Gondohutomo Kota Semarang untuk tes kejiwaan.

"Observasi kejiwaan untuk mengetahui apakah pelaku mengalami gangguan kejiwaan atau tidak," kata Wahyuni.

Proses observasi di rumah sakit diperkirakan memakan waktu selama tiga minggu. Hasil observasi tersebut akan menjadi rujukan kelanjutan kasus tersebut. Jika dokter kejiwaan menyatakan ada gangguan kejiwaan otomatis kasusnya tidak sampai ke ranah pengadilan. "Jika tidak ada gangguan kejiwaan, proses hukum berlanjut," terangnya.

Untuk sementara ini, penyidik menyiapkan sangkaan pasal KUHP yang akan dijeratkan. Yakni pasal 406 KUHP tentang pengerusakan dengan ancaman dua tahun delapan bulan kurungan.

Berita terkait