Celana "Antipembalut" Wanita

Kaum perempuan mulai dari usia sekitar 13-14 tahun hingga kurang lebih 45 tahun memikirkan berbagai persiapan yang harus dilakukan untuk menghadapi menstruasi.
Ilustrasi. (Foto: Ist)

Jakarta, (Tagar 31/7/2017) – Kaum perempuan mulai dari usia sekitar 13-14 tahun hingga kurang lebih 45 tahun acap memikirkan berbagai persiapan yang harus dilakukan untuk menghadapi hari-hari khususnya, yakni saat menstruasi.

Menghadapi persoalan tersebut, mereka dapat dengan mudah mendatangi toko untuk membeli pembalut buatan pabrik untuk menghadapi "hari-hari istimewa" tersebut.

Pembalut adalah salah satu piranti bantu yang hampir digunakan oleh semua wanita ketika menstruasi, namun belum banyak yang menyadari bila pembalut buatan pabrik malahan dapat mengakibatkan kemunculan dari kanker serviks.

Kandungan yang terdapat dalam pembalut sekali pakai tidak 100 persen menggunakan kapas murni, terkadang berisi campuran serbuk kayu dan kertas bekas, sehingga bahan pembalut pada umumnya diberi tambahan pemutih dan pewangi yang berpotensi memicu kanker mulut rahim.

Belum lagi permasalahan limbah bekas pembalut sekali pakai. Di setiap pinggiran sungai sering terlihat sampah bekas pembalut sekali pakai. Plastik bekas limbah pembalut inilah yang tidak dapat diurai oleh alam, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran perairan. Apabila lingkungan sudah tercemar maka timbulah penyakit-penyakit baru.

Mahasiswa "Putar Otak"

Menyadari keruwetan seperti itu, mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) memutar otak berdasarkan kajian-kajian ilmiah untuk mengatasi persoalan yang ditimbulkan oleh "tanggal-tanggal merah" tesebut. Dan tidak sia-sia hasil renungan serta penelitian yang bersifat ilmiah itu.

Mahasiswi Program Diploma Institut Pertanian Bogor, yakni Zahiroh Maulida, Diane Friska, Laela Mustikasari, dan Siti Habibah berhasil menciptakan celana "antipembalut" yang bisa mengatasi permasalahan "datang bulan" tanpa mengkhawatirkan limbahnya akan mencemari lingkungan.

Salah satu kelebihannya, celana dalam "antipembalut" bisa digunakan wanita saat menstruasi dan menggantikan pembalut sekali pakai yang tidak ramah lingkungan. Jangan takut basah ataupun tembus karena, karena celana dalam "antipembalut" sudah dilengkapi dengan bagian penyerap yang dapat digunakan wanita saat menstruasi.

Satu hal, iritasi yang terjadi di daerah kewanitaan pada saat menstruasi bisa mengakibatkan timbulnya penyakit terutama kanker serviks. Kondisi pembalut sekali pakai dapat mengakibatkan munculnya kanker serviks, yang dapat terjadi tidak lain karena kualitas kebersihan dan juga bahan baku pembuatannya yang berkualitas buruk. Pembalut dengan kualitas buruk ini memiliki banyak bakteri yang dapat menimbulkan penyakit. Pembalut berkualitas baik biasanya berisi kapas murni.

Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi apabila bakteri dengan mudah masuk ke bagian daerah kewanitaan ketika menggunakan pembalut. Karena itu, hal inilah yang dapat mengakibatkan terjadinya kemungkinan besar seorang wanita mengalami kanker serviks karena pembalut sekali pakai.

Sementara bahan celana dalam "antipembalut" terbuat dari bahan-bahan kain yaitu celana dalam berbahan dasar kain "microfleece", "microfiber", "waterproof breathable" dan kain serat bambu yang nyaman dipakai serta memiliki struktur yang halus sehingga tidak menimbulkan iritasi. Wanita dapat mempertimbangkan penggunaan celana dalam "antipembalut" ciptaan mahasiswi IPB ini.

Selain menimbulkan penyakit kanker serviks, pembalut sekali pakai juga menimbulkan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik ampas pembalut sekali pakai. Banyak pencemaran terjadi di sekitar pinggiran sungai akibat ampas pembalut sekali pakai. Karena berbahan plastik, tanah yang ada di pinggir sungai tidak mampu mengurai sampah. Kalaupun mampu prosesnya memakan waktu yang lama.

Tak hanya di pinggiran sungai. Zat kimia klorin, campuran serbuk kayu dan kertas bekas yang terdapat pada ampas pembalut sekali pakai menimbulkan pencemaran perairan akibat limbah pembalut sekali pakai. Banyaknya masyarakat Inonesia yang masih menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hal ini bisa menimbulkan penyakit kulit.

Tanpa perlu mencemari lingkungan baik di darat maupun di perairan, celana dalam "antipembalut" ciptaan mahasiswi IPB ini bisa digunakan berkali-kali. Celana dalam ini bisa dicuci seperti mencuci celana dalam biasa.

Menurut Zahiroh, celana dalam "antipembalut" tidak mempunyai efek samping, karena berprinsip untuk menjaga kesehatan reproduksi wanita dan mengurangi pencemaran lingkungan. Celana dalam ini juga mencegah berbagai penyakit yang timbul dari pembalut sekali pakai.

Celana dalam "antipembalut" telah diuji daya serapnya dengan menggunakan darah hewan yang relatif sama dengan darah manusia.

Empat mahasiswi IPB ini menyebutnya "No Wori" bagi si celana dalam "antipembalut" yang ramah lingkungan. Mengapa di namakan "No Wori"?

"No Wori" artinya produk ini tidak perlu dikhawatirkan akan menimbulkan pencemaran lingkungan, bagi wanita tidak perlu khawatir terhadap iritasi di daerah kewanitaan yang dapat mengakibatkan penyakit kanker serviks, wanita juga tidak perlu khawatir tembus atau basah saat menggunakan celana dalam ini.

Produk celana dalam "antipembalut" "No Wori" ini merupakan program terusan dari program karsa cipta menjadi program kewirausahaan, sehingga produk ini bisa dipasarkan dan dikenal masyarakat untuk memaksimalkan tujuan diciptakannya celana dalam anti-pembalut "No Wori" yaitu mengurangi pencemaran limbah "pembalut" sekali pakai.

"Harga satu celana diperkirakan bisa mencapai Rp 40.000 untuk semua ukuran dan celana dalam "No Wori" ini disarankan penggunannya yaitu tiga kali sehari," kata Zahiroh.

Celana Dalam “Anti pembalut"

"No Wori" diciptakan oleh Zahiroh Maulida, Diane Friska, Laela Mustikasari, dan Siti Habibah pada saat ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional ke-29 di IPB tahun 2016.

Untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan dibuatlah dua model celana dalam "antipembalut". "Kami membuat dua model yaitu Blue Grey dan Orange Cream. Tidak ada perbedaan khusus diantara keduanya, hanya warnanya saja yang berbeda," kata Diane Friska.

Meskipun inovasi tersebut masih harus diteliti lebih mendalam, masyarakat terutama kalangan wanita dapat mengapresiasi adanya celana dalam "antipembalut" ini. Setelah adanya celana dalam "antipembalut" ini wanita sudah pasti tidak perlu khawatir terhadap penyakit kanker serviks, selain itu dapat turut serta membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah pembalut sekali pakai. (yps/ant)

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.