Untuk Indonesia

Cara Murid Berpakaian di Sekolah Negeri di Indonesia

Tanggal 3 Februari 2021 tonggak bersejarah Indonesia, tiga menteri menandatangani surat keputusan tentang cara murid berpakaian di sekolah negeri.
Ilustrasi - Para murid di sekolah dasar negeri. (Foto: Tagar/Realitas News)

Oleh: Ade Armando*

Tanggal 3 Februari 2021 adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu genderang perang melawan mereka yang percaya pada pemaksaan agama dibunyikan. Tiga menteri, tiga jagoan Indonesia menandatangani Surat Keputusan Bersama tentang cara berpakaian di sekolah. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, Menteri Agama Yaqut Cholil, dan Menteri dalam Negeri Tito Karnavian.

Dalam SKB itu ditegaskan bahwa di sekolah negeri tidak boleh lagi ada pemaksaan atau pelarangan seragam dengan atribut kekhususan agama tertentu. Memang tidak ada kata jilbab secara spesifik disebut. Namun dengan segara kita bisa paham, bahwa salah satu yang dimaksud tentu adalah jilbab.

Trio Menteri itu sudah memikirkan segalanya. Kalau masih ada sekolah yang membandel, Menteri Pendidikan menyatakan akan menghentikan dana bantuan operasional dan dana pemerintah bagi sekolah tersebut. Tiga kementerian akan terus mengawasi praktik-praktik yang berpotensi mengarah pada diskriminasi di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia.

Tentu kaum nyinyir akan menuduh bahwa pemerintah berlebihan dengan melakukan langkah itu. Masak untuk soal jilbab, harus turun sebuah SKB 3 Menteri? Apa tidak ada lain yang lebih penting? Apakah pemerintah Jokowi sudah sedemikian bencinya kepada Islam sehingga harus ada SKB 3 Menteri tentang jilbab?

Nyinyiran semacam itu akan digoreng. Tapi, serangan semacam itu tidak akan lagi mempan. Rakyat Indonesia harus tahu, pemerintah Jokowi sudah memutuskan untuk memerangi radikalisme keagamaan yang mengancam Indonesia. Bagi pemerintah Jokowi, tak akan ada lagi langkah surut. Pemerintah Jokowi akan membongkar radikalisme sampai ke akar-akarnya.

Radikalisme keagamaan bukan hal remeh. Dan radikalisme itu bisa tumbuh sejak sesorang menempuh pendidikan dari sekolah dasar dan menengah. Segala macam radikalisme dan diskriminasi harus dihilangkan dari pandangan mata siswa. Siswa di Indonesia harus tumbuh dalam suasana kebudayaan yang menghargai perbedaan.

Memerintahkan agar sekolah tidak boleh memaksa siswi berjilbab bukanlah sebuah tindakan anti-Islam. Sudah berulang-ulang dinyatakan, berjilbab bukanlah kewajiban dalam Islam. Kewajiban berjilbab datang dari tradisi Arab yang dibawa kaum Wahabi sejak tahun 1990-an. Sebelumnya selama berabad-abad, kaum muslimat di Indonesia tidak mengenakan jilbab. Tapi sejak pengaruh Wahabi masuk, terjadi penunggalan penafsiran secara perlahan.

Tanggal 3 Februari 2021 adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu genderang perang melawan mereka yang percaya pada pemaksaan agama dibunyikan.


Lapsus SKB InfografisLaporan Khusus/SKB untuk Para Sekolah Negeri

Berislam yang baik adalah seolah menyerupai Islam ala Arab Saudi. Cara beragama di kalangan umat Islam mengalami kemunduran, sehingga seolah ada tafsiran tunggal yang harus dipatuhi dan mereka yang berada di luar kebenaran tunggal itu harus dihabisi.

Jilbab adalah bagian dari gelombang itu. Bagi mereka yang memaksakan jilbab, jilbab bukan lagi pilihan budaya, melainkan kewajiban agama. Kaum berpikiran sempit itu merasa dunia harus diatur sesuai tafsiran agama yang ada di kepala mereka. 

Mereka membangun sebuah narasi bahwa umat Islam harus bersatu melawan kaum kafir. Mereka membangun keyakinan bahwa umat Islam harus memiliki identitas yang berbeda dengan kaum non-muslim. Kaum pria muslim harus berjenggot, bercelana cingkrang, berjidat hitam. Kaum wanitanya berjilbab, bercadar, dan tak boleh tertawa lepas.

Namun cara berpakaian itu cuma bagian kecil dari penyeragaman yang lebih luas. Umat islam harus membedakan diri dari yang lain dengan berbelanja di toko Islam, tinggal di perumahan Islam, menabung uangnya di bank Islam, dan seterusnya. Mereka membangun batas yang tegas antara ‘mereka’ dan ‘kita’.

Begitu juga dengan jilbab. Dengan berjilbab, perempuan Islam dibedakan dari dunia yang jahiliah. Karena itu para guru berpikiran sempit itu memaksa anak didik mereka untuk berjilbab. Anak didik yang tidak berjilbab, akan disindir, di-bully, bahkan mungkin dipersekusi.

Lama-lama, bahkan pemaksaan berjilbab itu dilembagakan melalui peraturan sekolah. Dan yang paling menakutkan adalah ketika bahkan siswi non-muslim juga dipaksa untuk berjilbab. Mereka yang menolak, diteror.

Dalam kasus SMKN Padang yang memicu kasus ini, orang tua yang protes karena putrinya diwajibkan berjilbab dilecehkan oleh para orang tua lain. Kalau ini dilakukan di sekolah Islam, tentu bisa dimaafkan. Tapi kalau ini diwajibkan di sekolah negeri yang dibiayai rakyat, itu memang sepenuhnya tidak bisa diterima.

Saya sendiri dulu menjadi bagian dari gerakan pembela jilbab. Saya ingat sekali jilbab mulai banyak dipakai anak muda Islam di awal tahun 1990-an, saya menulis banyak artikel yang membela hak perempuan untuk berjilbab. Saya ikut dalam protes terhadap sekolah-sekolah dan pabrik yang mempersulit siswi dan karyawannya yang berjilbab.

Saya dulu membela mereka karena berjilbab adalah hak yang harus dihormati. Tapi kini kondisinya berbalik. Ketika mereka memperoleh kekuatan, mereka justru juga menindas. Mereka yang dulu ditindas kini menindas yang tak mau berjilbab.

Karena itu SKB 3 Menteri itu menjadi sangat penting. Enough is enough. Tak boleh lagi ada pemaksaan cara berpakaian dengan alasan kewajiban agama. Dan jangan lupa, SKB 3 Menteri ini juga menolak praktik pelarangan jilbab. Ini penting karena sampai beberapa waktu yang lalu, kita masih mendengar adanya pelarangan siswa berjilbab di sejumlah daerah di mana muslim berposisi sebagai minoritas. Pelarangan jilbab adalah sama busuknya dengan pemaksaan berjilbab.

SKB 3 Menteri ini barulah langkah awal dari jihad melawan radikalisme beragama. Indonesia membutuhkan ketegasan ketegasan lain dari pemerintah untuk mencegah tumbuhnya penindasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

Terima kasih Mas Nadiem, Gus Yaqut, dan Pak Tito. Anda semua adalah orang-orang yang akan menyelamatkan Indonesia.

*Akademisi Universitas Indonesia

Berita terkait
Infografis: Poin Penting dalam SKB 3 Menteri Seragam Sekolah
Butir-butir penting dalam Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri perihal pakaian seragam di lingkungan sekolah negeri. Berikut isi dan pendapat MUI.
DPR Sambut Baik SKB 3 Menteri Terkait Seragam Sekolah
DPR mengapresiasi hadirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri terkait aturan penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri.
Laporan Khusus: Heboh Padang, Terbitlah SKB Tiga Menteri
Munculnya SKB Tiga Menteri tentang seragam sekolah disambut beragam pendapat. Federasi Serikat Guru Indonesia memberi sejumlah catatan.