BIN Lacak Kelompok Teroris yang Dekat Dengan Taliban di Indonesia

Badan Intelijen Negara (BIN) mulai lacak kelompok-kelompok mana saja di Tanah Air memiliki kedekatan dengan Taliban
Anggota polisi antiteror Densus 88 kepung sebuah jalan ketika mereka menggeledah sebuah rumah di Surabaya, Jawa Timur, 19 Juni 2017, menyusul penangkapan seorang pria yang diduga terkait dengan kelompok Negara Islam (ISIS) (Foto: voaindonesia.com - AFP/Juni K)

Jakarta – Taliban kembali berkuasa di Afghanistan sejak 15 Agustus 2021 memicu kehawatiran sejumlah pihak di Indonesia mengenai kebangkitan kembali kelompk-kelompok teroris di Indonesia. Untuk itu Badan Intelijen Negara (BIN) mulai melacak kelompok-kelompok mana saja di Tanah Air memiliki kedekatan dengan Taliban. Fathiyah Wardah melaporkannya untuk VOA.

Deputi VII BIN, Wawan Hari Purwanto, kepada VOA, 21 Agustus 2021, mengatakan lembaganya akan terus mengkaji dan menetralisir keadaan supaya kemenangan Taliban di Afghanistan tidak menimbulkan persoalan baru di Indonesia. Karena dulu ada beberapa warga Indonesia yang ikut berperang di Afghanistan melawan pasukan Uni Soviet.

prajurit tni tahan terorisPrajurit TNI menahan seseorang yang bertindak sebagai teroris dalam latihan antiteror di Gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta, 13 Maret 2010  (Foto: voaindonesia.com - REUTERS/Beawiharta)

"Para alumni Afghanistan juga kita kumpulkan supaya tetap kembali kepada NKRI. Dari data-data yang ada, kita verifikasi supaya tidak terjadi pengulangan-pengulangan yang lebih pada hal-hal yang merugikan di Indonesia," kata Wawan.

"Apalagi terkait dengan aksi-aksi teror yang terjadi. Kita tetap mengedepankan situasi damai dan tidak lantas terafiliasi kembali terhadap mereka yang ada di sana (Afghanistan)," lanjutnya.

Wawan menambahkan yang akan diawasi adalah organisasi-organisasi yang berafiliasi kepada Jamaah Islamiyah (JI), Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dia mengatakan organisasi-organisasi teroris itu akan didekati agar tidak menjadikan kemenangan Taliban di Afghanistan sebagai inspirasi untuk melancarkan lagi serangan teror di Indonesia.

menlu retno di dohaMenteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, ikut menyaksikan penandatanganan perjanjian perdamaian Amerika-Taliban di Doha, Qatar, Sabtu, 29 Februari 2020 (Foto: voaindonesia.com/Kemlu RI-Courtesy)

1. “Alumni” Perang Afghanistan

Berdasarkan data BIN, lanjut Wawan, ada 98 alumni perang di Afghanistan. Namun dia menambahkan BIN terus mendekati mereka dan melakukan pembinaan agar tidak lagi meyakini paham ekstrem dan teroris.

BIN juga selalu berkomunikasi dan mengadakan pertemuan secara berkala dengan para alumni Afghanistan tersebut.

Menurut Wawan, BIN tidak ingin para alumni Afghanistan yang sudah berumur itu mempengaruhi generasi muda di Indonesia untuk melanjutkan cita-cita mereka mendirikan negara Islam.

Wawan menegaskan yang dilakukan BIN sekarang ini adalah deteksi dini dan antisipasi dari kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di Indonesia akibat euforia terhadap kemenangan Taliban di Afghanistan.

BIN juga akan terus memantau siapa saja warga Indonesia yang masih bergabung dengan kelompok teror di Afghanistan. Namun wawan tidak menyebutkan berapa jumlah mereka.

Mengenai warga Indonesia yang baru dievakuasi dari Afghanistan, lanjut Wawan, BIN akan melakukan verifikasi data-data mereka untuk melihat sejauh mana kecenderungan mereka terhadap kelompok-kelompok beroperasi di Afghanistan.

Dia menyebut informasi awal menyebutkan ada satu warga Indonesia yang terlibat ISIS namun BIN akan masih mengumpulkan bukti pendukung yang kuat.

Pengamat terorisme Al ChaidarPengamat terorisme, Al Chaidar (Foto: voaindonesia.com/Dok Pribadi)

2. Ormas yang Dekat Taliban

Pengamat terorisme dari Univeristas Malikussaleh, Al Chaidar, mengaku merasa ane jika BIN mendeteksi organisasi teroris yang memiliki kedekatan ideologi dengan Taliban. Menurutnya, BIN harus menyebut organisasi mana yang memiliki kemiripan ideologi dengan Taliban.

"Taliban sendiri juga sudah memutuskan hubungannya dengan al Qaeda dan sudah berjanji tidak akan menjadikan negara itu (Afghanistan) sebagai tempat untuk menyerang negara lain. Artinya dia tidak bekerjasama dengan teroris yang lain," ujar Al Chaidar.

Al Chaidar menilai kebijakan BIN untuk mendeteksi kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan ideologi Taliban sebagai langkah yang salah kaprah.

Dia mengakui kemenangan Taliban di Afghanistan akan sangat berpengaruh terhadap mereka yang berafiliasi kepada Al-Qaidah. Mereka akan mengadopsi cara-cara yang dipakai Taliban. Bagi anggota ISIS di Indonesia, seperti JAD, JAT, dan MIT, juga akan berusaha melawan kemenangan Taliban ini karena merasa malu dengan kemenangan kelompok militan tersebut.

Al Chaidar mengatakan jaringan ISIS di Indonesia mungkin akan melakukan serangan habis-habisan karena takut anggota mereka bisa bersimpati kepada Taliban.

Al Chaidar mengakui perubahan ideologi Taliban dari jihadis Wahabi menjadi bermazhab Hanafi, sangat menarik diikuti. Ini merupakan adaptasi ijtihadiyah di mana mereka harus bekerja sama dengan masyarakat internasional dan mengakui hak-hak asasi manusia, hak perempuan, kaum minoritas, dan sebagainya.

Kemungkinan kecil lainnya adalah anggota ISIS di Indonesia yang akan mengubah ideologinya menjadi inklusif dan bersahabat.

Menurut Al Chaidar, faktor pemicu utama perubahan ideologi Taliban adalah adanya ulama-ulama yang bermazhab Syafii dan Hanafi, seperti Abdul Ghani Baradar. Perubahan itu juga dipengaruhi karena adanya tekanan masyarakat internasional untuk berubah (fw/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Pesan Teroris Lewat Serangan ke Markas Besar Kepolisian Indonesia
Apa yang ingin disampaikan kelompok teroris dengan menyerang Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia? Bagaimana seharusnya masyarakat bersikap?