Berapa Banyak Sampah Plastik Dihasilkan Indonesia?

Indonesia termasuk salah satu negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia setelah China.
Tumpukan sampah terlihat di sejumlah sudut Kota Yogyakarta belum lama ini. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Sampah menjadi persoalan serius bangsa ini. Indonesia termasuk negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia setelah China.

Kasubdit Barang dan Kemasan, Direktorat Pengelolaan Sampah, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Ujang Solihin Sidik mengatakan, sampah telah menjadi masalah serius di Indonesia. Untuk mengatawinya, sampah harus menjadi tanggung jawab bersama.

"Harus ada kolaborasi antar stakeholder, itu rumusnya," kata Ujang dalam lokakarya Pengelolaan Sampah Domestik di Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM, Selasa 23 April 2019.

Menurut dia, hasil survei dan riset sampah plastik KLHK 2015 dan 2018, mencatat jumlah pemakaian kantong belanja plastik di 32 ribu retail modern anggota Aprindo pada 2016 sebesar 9,85 miliar lembar pe tahun. Temuan tersebut menunjukkan masih tingginya masyarakat yang menggunakan kantong plastik. "Tentu itu menambah produksi sampah oleh masyarakat," ungkapnya.

Hari BumiMahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Kolektif Independen melakukan aksi damai saat peringatan Hari Bumi di Universitas Singaperbangsa, Karawang, Jawa Barat, Senin (22/4/2019). Aksi tersebut digelar untuk mengkampanyekan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan plastik sekali pakai dan membuang sampah pada tempatnya. (Foto : Antara/M Ibnu Chazar)

Ujang mengatakan, tidak hanya dalam kuantitas, komposisi sampah plastik tiap tahun juga mengalami peningkatan. Di sisi lain, jumlah yang didaur ulang hanya 11-12 persen dari total sampah. Sisanya masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Peningkatan sampah plastik, lanjut Ujang, disebabkan kebiasaan masyarakat. Artinya, jika prilaku tidak berubah maka jumlah terus bertambah. Tantangan terbesar pada SDM untuk mengubah prilaku penanganan sampah.

"Jika pun teknologi sudah ada, tetapi kalau prilaku tidak berubah ya akan sulit. Prilaku yang harus diubah. Jika tidak maka menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja," tegasnya.

Menurut dia, ancaman overload TPA juga menjadi ancaman tersendiri. Persoalan itu tidak hanya berlaku di TPA Piyungan Yogyakarta, tetapi hampir di semua TPA di Indonesia. "TPA Bantar Gebang, Jakarta secara teknis umurnya tinggal dua tahun. Setelah itu sampah mau dibuang kemana," ujarnya bernada tanya.

Dia menegaskan, gerakan cepat dalam menangani sampah perlu dilakukan. Seperti pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah dengan mencegah adannya sampah, meminimalkan produksi sampah, seperti mengurangi penggunaan kantong belanja plastik.

"Penanganan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah yang masih bisa digunakan dan mendaur ulang sampah langsung di sumbernya," jelasnya.

Menurut dia, KLHK RI sudah mendorong kolaborasi antara pemerintah pusat maupun derah, swasta, masyarakat, dan berbagai pihak dalam penanganan sampah. Dulu persoalan sampah hanya diurus KLHK dan Kementrian PU-PR. "Saat ini semua kementerian ikit terlibat secara bersama-sama dalam menangani sampah," ungkapnya.

Dia menyontohkan, Kementerian Keuangan yang tidak ada rumusnya mengurus sampah, tapi sekarang terlibat. "Kementerian Keuangan misalnya dengan mengeluarkan cukai kantong plastik dan mengeluarkan dana insentif bagi daerah yang berhasil mengurangi sampah," jelasnya.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) UGM Subaryono menjelaskan, lokakarya ditujukan memetakan permasalahan sampah dari berbagai sudut pandang. Selain itu juga dalam memantapkan peranan tiap pemangku kepentingan dalam mengelola sampah.

Menurut dia, sampah menjadi tanggung jawab bersama, termasuk UGM. Dari lokakarya ini diharapkan bisa menghasilkan rekomendasi penanganan sampah. "Harapannya UGM dan Yogyakarta menjadi percontohan dalam pengelolaan sampah yang baik," tandasnya.

Baca juga:

Berita terkait