Belum Bayar SPP Siswi SD Dihukum Push Up, KPAI: Langgar Pasal Perlindungan Anak

Kasus push up masuk dalam bentuk kekerasan terhadap anak dan melanggar pasal perlindungan anak.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti (kanan) dan Komisioner KPAI Susianah Affandy (kiri). (Foto: Tagar/Morteza Syariati Albanna)

Jakarta, (Tagar 30/1/2019) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan atas dugaan kekerasan di sekolah yang menimpa GNS, seorang siswi sekolah dasar (SD) swasta yang dihukum push up 100 kali oleh pihak sekolah lantaran belum melunasi uang sumbangan pembinaan pendidikan atau SPP.

Orangtua GNS diketahui tak punya biaya, sehingga belum dapat melunasi biaya pendidikan. Karena hukuman tersebut, kini murid berusia 10 tahun itu mengalami trauma berat hingga tidak mau lagi datang ke sekolahnya di Bogor.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan jika tindakan semena-mena yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap para siswa yang orangtuanya belum dapat melunasi uang SPP, terlebih dalam kasus push up, sudah masuk dalam bentuk kekerasan terhadap anak.

"Itu bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikis, berpotensi kuat melanggar pasal 76C UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Apalagi jika push up dilakukan berpuluh kali, tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan anak tersebut. Ini masuk kategori kekerasan fisik," ucap Retno melalui keterangan tertulis yang diterima Tagar News, Selasa (29/1).  

Selain itu, kata dia, dampak menghukum siswa dengan hukuman push up dapat menimbulkan tekanan bagi murid. Karena pada satu sisi, murid yang dihukum akan merasa direndahkan dan dipermalukan di lingkungan sekolah.

Dalam kasus tersebut, lebih lanjut ia menerangkan, banyak teman ataupun pihak guru yang jelas sudah mengetahui bahwa orang tua GNS memang belum mampu melunasi uang SPP. Lalu, jika belum mampu melunasi SPP diganjar dengan hukuman push up, maka itu Retno tegaskan bahwa tindakan ini sudah masuk bentuk kekerasan psikis.

"Jadi sepatutnya, jika ada anak yang belum bayar SPP, maka sekolah tidak berhak melakukan semua itu. Anak harus tetap mendapatkan haknya atas pendidikan, seperti mengikuti pembelajaran, ujian, dll," ujar Retno.

Retno menyatakan bila orang tua siswa belum mampu melunasi kewajiban membayar SPP, hal tersebut salah alamat jika dilampiaskan ke pihak murid. Semestinya, kata dia, pihak sekolah dapat memanggil atau menegur orangtua melalui proses surat menyurat secara resmi. "Yang harus dipanggil, ditegur dan disurati pihak sekolah adalah orangtuanya," jelasnya.

Kalau memang ada perjanjian antara orangtua siswa dengan pihak sekolah saat pendaftaran masuk, maka perjanjian itu kata Retno juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dalam konteks ini, menurut dia, sekolah sebaiknya dapat berkomunikasi langsung dengan para orangtua siswa, bukan justru siswanya yang ditekan dan diperlakukan menjalani push up sebanyak 100 kali.

"Semestinya sekolah dapat membantu mencari solusi bagi pemenuhan hak atas pendidikan terhadap para siswanya yang orangtuanya kurang mampu secara ekonomi. Jika ternyata orangtua siswa tidak bisa melunasi uang SPP beberapa bulan karena ketidakmampuannya, maka hal ini harus dibicarakan baik-baik oleh pihak sekolah dan orang tua siswa," ucap Komisioner KPAI itu.

Sebaiknya, sekolah juga bisa berkoordinasi dengan pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan setempat agar menemui solusi. Misalnya, kata Retno, membantu memindahkan anak ke sekolah negeri terdekat. Karena sekolah negeri untuk SD itu gratis, berbeda dengan sekolah swasta yang memang operasional sekolah sangat bergantung dengan SPP sehingga berbiaya.

"Selain itu, pihak sekolah juga bisa berkomunikasi dengan para orangtua lainnya melalui komite sekolah sehingga bisa dicarikan solusi lain. Misalnya dengan mencarikan orangtua asuh atau bantuan beberapa orangtua yang mampu, melalui program subsisi silang bagi siswa yang orang tuanya kurang mampu secara ekonomi," pungkasnya.

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.