Belanda Tawarkan Ganti Rugi Kepada Korban di Indonesia

Pemerintah Belanda menawarkan ganti rugi kepada janda dan anak-anak korban pembantaian pasukan Belanda antara tahun 1945 hingga 1950
Penduduk diminta berkumpul untuk menyaksikan eksekusi di Sulawesi Selatan tahun 1947 [Foto: bbc.com/indonesia - NETHERLANDS INSTITUTE OF MILITARY HISTORY (NIMH)].

Jakarta - Pemerintah Belanda menyatakan akan menawarkan ganti rugi kepada anak-anak dari warga Indonesia yang dieksekusi oleh serdadu Belanda dalam perang kemerdekaan antara tahun 1945 hingga 1950. Pemerintah Belanda menjanjikan ganti rugi sebesar 5.000 euro atau sekitar Rp 86 juta kepada anak-anak yang ayahnya terbukti dieksekusi oleh Belanda pada periode itu.

Kepastian itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Belanda, Stef Blok dan Menteri Pertahanan Belanda, Ank Bijleveld, dalam surat kepada parlemen. "Anak-anak yang dapat membuktikan ayah mereka adalah korban dari eksekusi semena-mena sebagaimana diuraikan... berhak mendapatkan kompensasi," kata dua menteri Belanda ini pada Senin, 19 Oktober 2020, seperti dilaporkan bbc.com/indonesia, 20 Oktober 2020.

Ditambahkan hingga kini belum jelas berapa orang yang akan mengajukan permintaan ganti rugi berdasarkan skema baru.

Pemerintah, menurut kedua menteri itu, juga tidak akan mengajukan banding atas keputusan pengadilan pada Maret 2020 yang memberikan ganti rugi kepada janda dan anak dari 11 pria yang dieksekusi di Sulawesi Selatan antara tahun 1946 hingga 1947. Kini pemerintah menawarkan "instrumen yang dapat diakses " kepada anak-anak korban.

Mereka yang mengajukan ganti rugi harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain bukti bahwa ayah mereka memang dibunuh dalam eksekusi yang terdokumentasikan dan juga dokumen yang membuktikan mereka anak dari ayah yang dibunuh.

Disebutkan pula tawaran ganti rugi dimaksudkan untuk mengakhiri gugatan-gugatan yang berkepanjangan menyusul berbagai kasus yang diajukan oleh anak-anak korban kekejaman Belanda, termasuk dalam peristiwa yang dikenal dengan pembantaian pimpinan Raymond Westerling di Sulawesi Selatan pada tahun 1946 sampai 1947.

1. Ganti Rugi Janda dan Anak Berbeda Jauh

Banyak penduduk laki-laki dieksekusi lantaran dianggap prokemerdekaan ketika itu. Oleh karena itu, anak-anak mereka menuntut agar kompensasi tidak hanya diberikan kepada para janda, tetapi juga anak-anak mereka.

Sebagian janda yang mengajukan ganti rugi telah menerima ganti rugi 20.000 euro atau setara Rp 346 juta berdasarkan kurs saat ini melalui perintah pengadilan pada tahun 2013.

abdul halikAbdul Halik sengaja berkunjung ke Jakarta untuk menyatakan penolakan terhadap kedatangan Raja-Ratu Belanda pada Maret 2020 (Foto: bbc.com/indonesia - BBC INDONESIA/CALLISTASIA WIJAYA).

Beberapa tuntutan dari anak korban juga telah diputuskan meskipun nilai ganti rugi jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah yang diberikan kepada janda.

Sebagai contoh, Pengadilan Sipil Den Haag pada tanggal 30 September 2020 memerintahkan pemberian ganti rugi 874.80 euro atau sekitar Rp 15 juta kepada Malik Abubakar, putra dari Andi Abubakar Lambogo, pejuang asal Sulawesi Selatan yang kepalanya dipenggal oleh serdadu Belanda pada tahun 1947.

Menanggapi tawaran ganti rugi pemerintah Belanda ini, Syamsir Halik, cucu dari Becce Beta, warga Bulukumba yang dieksekusi tentara Westerling mengatakan ia akan berunding dengan ayahnya, Abdul Halik sebagai keturunan langsung dari korban. Namun, karena jumlah tawaran jauh dari tuntutan, mungkin tawaran itu sulit diterima.

"Mungkin kalau tawaran ganti rugi sesuai dengan permintaan anak korban yaitu setidaknya sama dengan yang diberikan kepada janda 20.000 euro, mungkin anak korban mau," kata Syamsir Halik melalui sambungan telepon kepada wartawan "BBC News Indonesia", Rohmatin Bonasir pada Senin, 19 Oktober 2020, malam.

"Kalau janda setelah suaminya ditembak tentara Belanda, ia menikah lagi. Tapi kalau anak ditinggal ayahnya, maka tak ada yang menafkahinya sehingga tidak bisa bersekolah dan masa depannya hilang," ia memberikan alasan mengapa ganti rugi untuk anak semestinya sama dengan janda.

raja belandaKunjungan Raja Willem-Alexander ke Indonesia dipusatkan pada kerja sama di sejumlah bidang dan ia menyampaikan permintaan maaf secara resmi atas \'kekerasan berlebihan\' selama tahun-tahun sesudah Proklamasi (Foto: bbc.com/indonesia - ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN/NZ).

Syamsir Halik aktif di LSM Lidik Pro yang antara lain terlibat dalam pendampingan keluarga korban pembantaian di Sulawesi Selatan. Sepengatahuannya, hingga kini terdapat sekitar 146 anak korban yang masih hidup dari sekitar 200 orang yang menuntut.

Pengadilan Belanda masih menangani sejumlah kasus tuntutan ganti rugi atas kekejaman yang dilakukan oleh pasukan Belanda sesudah Proklamasi Kemerdekaan.

Untuk pertama kalinya, Kerajaan Belanda melalui Raja Willem-Alexander dalam kunjungan ke Indonesia pada Maret lalu menyampaikan permohonan maafnya kepada Indonesia atas kekerasan yang terjadi di masa lalu, khususnya sesudah Prokolamasi.

Permintaan maaf Raja Willem Alexander yang hanya dikhususkan pada periode waktu itu menimbulkan kritikan sejumlah sejarawan Belanda. Keluarga korban pembantaian Westerling menerima permintaan maaf tersebut ketika itu meskipun mengatakan kesalahan Belanda harus tetap ditebus (bbc.com/indonesia). []

Berita terkait
Sri Mulyani: Belanda Wariskan Perekonomian Rusak dan Utang
Sri Mulyani mengatakan, Belanda tidak hanya mewariskan perekonomian yang rusak, melainkan juga beban utang kepada Indonesia.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.