Beda Agama, Satu Doa Untuk Korban Selandia Baru dan Bencana Sentani

Beda keyakinan namun tidak menyurutkan warga Semarang, Jawa Tengah untuk bermunajat bersama.
Umat lintas agama menggelar doa bersama untuk korban penembakan di Selandia Baru dan korban bencana alam di Sentani. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang, (Tagar 18/3/2019) - Beda keyakinan namun tidak menyurutkan warga Semarang, Jawa Tengah untuk bermunajat bersama. Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) merapatkan barisan, melantunkan harapan atas tragedi di Selandia Baru dan di Sentani, Jayapura, Papua.

Nyala lilin ditengah suasana gelap dan tenang di halaman Gereja Katedral, di Jalan Pandanaran No 9, Semarang, pada Minggu (17/3) malam menjadi saksi keikhlasan doa yang terpanjat.

Doa lintas agama untuk satu tujuan, para korban dan keluarga penembakan di dua masjid di Kota Christchurch, Selandia Baru. Serta para korban dan keluarganya imbas bencana alam di Sentani.

Di tempat tersebut ada pemuka agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghucu hingga penghayat Ketuhanan Sapto Dharma. Menjalin rasa, menengadah tangan dan menyatukan hati demi untaian-untaian doa diantara sesama ciptaan Tuhan.

Unik memang. Meski berada di lingkungan gereja namun tidak mengurangi kekhusyukan ritual doa yang diihtiarkan para pemuka agama. Tidak berbarengan namun bergiliran dan saling mengamini.

Rangkaian doa untuk para korban dan keluarganya, baik tragedi Selandia Baru maupun bencana Sentani, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan puisi. Dilanjutkan refleksi oleh Romo Aloysius Budi Purnomo dan Penghayat Sapto Dharma, Arifin.

"Kita bergandengan tangan agar bisa menjadi benteng untuk kebaikan, kebenaran dalam melawan kekerasan di manapun berada," kata Romo Budi.

Dalam kesempatan itu Romo Budi mengajak umat lintas agama turut mendoakan pelaku penembakan di Selandia Baru. Agar pelaku menyadari kesalahan dan dibuka hatinya atas kebrutalan yang telah dilakukan.

"Paus Fransiskus pernah berkata, jagalah lidahmu karena lidahmu dapat meledak dan menjadi teror. Melalui lidah kita dapat menteror dengan fitnah, hoaks, ghibah," paparnya.

Khusus kejadian di Sentani, Romo Budi menyatakan bencana alam bisa terjadi kapanpun dan dimana saja. Mengingat waktu kejadian bersamaan dengan perhelatan pesta demokrasi, ia menyerukan politisi Tanah Air berkampanye berbasis kemanusian. Bukan untuk pencitraan diri namun momen Pemilu 2019 saat ini akan lebih baik dimanfaatkan untuk membantu sesama.

"Bukan dalam rangka pencitraan, tetapi tergerak dari hati untuk membela mereka yang terkena bencana. Itu yang penting," tegasnya.

Koordinator Pelita Setyawan Budi meminta semua pihak tidak mudah terpancing dan terprovokasi atas kejadian di Selandia Baru. Keutuhan dan kebhinekaan yang telah terjalin kuat di Indonesia tidak boleh terkoyak oleh ulah pelaku penembakan.

"Kami sangat prihatin dengan kekerasan yang terjadi di tempat ibadah yang sakral dan seharusnya menjadi tempat yang aman untuk menjalankan ibadah. Hal ini telah mengoyak rasa kemanusiaan sebagai sesama ciptaan Tuhan," paparnya.

Doa lintas agama merupakan implementasi persatuan dan dukungan kepada mereka yang jadi korban. "Mereka tidak sendiri. Kami hadir di sini untuk memberikan kekuatan moril kepada mereka maupun kepada keluarga korban," tukas Setyawan Budi.

Baca juga: Mengenal Naeem Rashid, Perebut Senjata Teroris di Masjid Selandia Baru

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.