Banjir Zaman Anies Baswedan vs Banjir Zaman Ahok

Anies Baswedan menganggap banjir yang melanda Jakarta, kondisinya lebih baik dibandingkan zaman Ahok.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (kanan). (Foto: Tagar/Gemilang I/Instagram/basukibtp)

Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menganggap, banjir yang melanda Jakarta pada Jumat 26 April kemarin, kondisinya lebih baik dibandingkan banjir tahun 2015 saat Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok masih memimpin sebagai DKI-1.

Parameter keyakinannya yang lebih baik dari era Ahok, merujuk pada menurunnya jumlah pengungsi banjir tahun 2019 ini.

"Coba bayangkan, tahun 2015 ada 230.000 orang mengungsi, kemarin 1.600 orang," kata Anies saat ditemui wartawan di Jakarta Timur, Senin 29 April 2019.

Dikatakan Anies, hal tersebut terjadi lantaran sebelumnya volume air dari hulu, yang berasal dari sungai di Bogor, Jawa Barat tidak dikendalikan.

"Karena volume air dari hulu tidak dikendalikan. Jadi sangat kecil dibandingkan dengan 2015," ujar Anies.

Anies merasa sudah memiliki 'jurus jitu' untuk mengendalikan banjir yang kerap merendam permukiman warga di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS), yakni dengan menahan air di hulu dan pertengahan antara area Bogor-Jakarta.

"Justru yang harus dibereskan adalah bagaimana airnya bisa ditahan di hulu, dan antara hulu dan Jakarta, sehingga volume air yang masuk di Jakarta terkendali," jelas Anies saat dijumpai awak media di Pintu Air Manggarai, Jakarta Timur, pada Jumat 26 April 2019.

Dalam konteks ini, solusi dari Pemprov DKI untuk mengentaskan masalah banjir di Jakarta ialah dengan membangun waduk-waduk untuk mengontrol debit air di bagian hulu.

Berbeda dengan klaim Anies, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) justru mencatat sedikitnya ada 2.258 jiwa yang mengungsi akibat banjir di Jakarta, Jumat kemarin.

Bahkan dua pengungsi di antaranya meninggal dunia karena terseret arus dan serangan jantung.

Menurut Ketua Fraksi PDIP DKI Gembong Warsono, Gubernur Anies kebingungan dalam mengatasi banjir yang belum lama ini terjadi, lantaran enggan melanjutkan program normalisasi sungai seperti yang dikonsepkan oleh Ahok.

"Persoalan ini muncul karena kita tidak mempersiapkan diri mengantisipasinya. Gubernur memilih untuk naturalisasi karena enggan merelokasi. Di sini kendalanya karena kondisi sungai eksisting kita perlu dinormalisasi," kata Gembong.

Mau tidak mau, menurut Gembong, kalau DAS semakin menyempit, maka perlu dilakukan normalisasi.

"Kita tidak mungkin menghindari itu. Tidak mungkin. Kenapa Pak Anies membuat naturalisasi, karena Pak Anies anti-penggusuran," tandasnya.

Sorotan tajam terhadap kinerja Anies juga datang dari Anggota DPRD Hasbiallah Ilyas. Ketua DPW PKB DKI itu menilai Jakarta justru mengalami penurunan semenjak mantan Mendikbud itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan duet Ahok-Djarot.

"Intinya gubernur nggak becus, nggak ada hujan kok banjir. Jauh sama gubernur sebelumnya ini, zaman Ahok," kata Hasbiallah kepada wartawan, Jumat 26 April 2019.

Hasbiallah kemudian menyoroti Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta yang penyerapan anggarannya ia soroti tak maksimal. Bahkan, dinas tersebut belum punya Kepala Dinas dan masih dipimpin oleh Pelaksana tugas (Plt).

Selain itu, istilah naturalisasi sungai ala Anies ia pandang justru menghambat kinerja bawahannya di lapangan.

Sementara itu, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru kurang berani menyikapi permasalah banjir di wilayah Jakarta.

"Pak Anies harus lebih berani. Kalau tegaskan, harus tegas terukur. Tegas tapi tidak membawa dampak di masyarakat. Kalau lebih berani mengambil risiko," ujar Yayat kepada Tagar, Sabtu 27 April 2019.

Yayat mengatakan, rencana Kementerian PUPR dalam menormalisasi sungai untuk mengikis banjir di Jakarta seharusnya disambut Anies. Ditambahkannya lagi, karena ketidaktegasan Anies itu-lah yang membuat program normalisasi sungai menjadi terganjal. Utamanya, dalam merelokasi warga yang terdampak oleh banjir.

"Nah bagi Kementerian PU sebetulnya rencananya kan sudah ada, untuk menormalisasi sungai Ciliwung. Tapi permasalahannya untuk melakukan penataan Ciliwung sangat tergantung kebijakan Pemprov DKI dalam konteks merelokasi warga. Sejauh mana warga-warga itu bisa dipindahkan," kata dia.

Lebih lanjut menurut Yayat, ketidaktegasan Anies inilah yang menjadi hambatan dalam mencegah banjir di ibu kota. Pasalnya, Anies tak mau ambil risiko dalam penggusuran, karena untuk melebarkan sungai di Ibu Kota yang tidak sesuai ukuran ini harus merelokasi warga.

"Tapi memang kalau memindahkan ini, Pak Anies cenderung gak mau konflik dengan masyarakat," tutup Yayat. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.