Jakarta - Nama Bahlil Lahadalia yang merupakan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), akhir-akhir ini dikabarkan akan menjadi menteri di kabinet Joko Widodo (Jokowi) periode 2019 hingga 2024.
Kabar tersebut ternyata menjadi perhatian masyarakat. Disinggung mengenai hal itu, Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati menyatakan bahwa sosok Bahlil yang mewakili masyarakat Indonesia bagian timur memiliki nilai tambah.
Dia menilai Bahlil memang sangat layak menjadi calon menteri di pemerintahan Jokowi selama lima tahun ke depan ini. Dia melihat karakter yang dimiliki Bahlil itu nantinya akan menjadi perhatian dari Jokowi.
"Saya pikir beliau tepat untuk merepresentasikan figur dari Indonesia Timur. Disamping itu, karirnya yang merangkak dari bawah menunjukan adanya etos kerja yang disukai Jokowi," ucap Wasisto kepada Tagar pada Sabtu 27 Juli 2019.
Menakertrans
Dia mengatakan Bahlil sangat cocok menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) karena melihat pengalaman dan latar belakang Bahlil selama ini.
"Saya kira Menakertrans karena beliau punya pengalaman kerja di berbagai bidang. Terlebih lagi di Indonesia Timur menjadikan beliau menyelesaikan masalah pemerataan dan persebaran tenaga kerja Jawa dan luar," kata dia.
Bahlil adalah sosok pria yang ulet. Semangat juangnya dalam merintis dunia kewirausahaan sudah terlihat sejak kecil. Itu terbukti dia pernah menjajakan kue, sopir angkot hingga memiliki perusahaan sendiri.
Tak perlu diragukan lagi kemampuannya berwirausaha. Sebagai anak yang lahir dari keluarga kurang mampu, pria kelahiran 7 Agustus 1976 itu selalu berusaha mandiri dan tak menyusahkan kedua orangtuanya.
Ayahnya adalah seorang kuli bangunan yang menerima upah Rp 7.500 per hari sedangkan ibunya seorang tukang cuci. Melihat latar belakang kedua orangtuanya, anak kedua dari sembilan bersaudara itu selalu ingin membantu orangtua dengan cara mencari penghasilan tambahan dengan menjajakan kue-kue buatan ibunya.
Menyekolahkan Adik-Adiknya
Dari kecil Bahlil memang sudah mulai tertarik untuk mencari uang, sehingga dia tak malu-malu untuk berjualan kue. Dari hasil menjajakan kue, pria berusia 42 itu berniat membantu membayar uang sekolah adik-adiknya dan kebutuhan hidup sehari-hari.
Memilukan memang keadaaan ekonomi keluarganya saat itu. Apalagi ketika dia masuk sekolah menengah pertama (SMP), kondisi keuangan orangtuanya semakin sulit.
Menyadari kehidupan keluarganya yang sangat kekurangan, tak membuat dia menjadi menyerah. Dari menjajakan kue, Bahlil beralih menjadi kondektur angkot, berjualan ikan di pasar, dan menjadi sopir angkot.
Dengan tekad untuk memperbaiki ekonomi keluarga, apapun dia kerjakan. Itu juga terlihat saat dia menjadi operator ekskavator dan tinggal di hutan ketika musim liburan tiba.
Setelah lulus sekolah menengah atas (SMA), Bahlil muda juga memiliki keinginan yang kuat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bermodalkan ijazah, tiga baju dan surat izin mengemudi (SIM), serta kantong kresek, Bahlil nekat pergi ke Jayapura. Kedua orangtuanya, saat itu hanya mengetahui kalau dia bekerja, bukan kuliah.
Busung Lapar Karena Kelaparan
Niat hanya ingin mengubah nasib, ternyata dia harus menerima kenyataan yang sangat pahit. Miris sekali saat tiba di Jayapura, tidak ada kampus yang bersedia menerimanya.
Namun seorang teman yang saat itu menjadi ketua asrama menyarankan Bahlil untuk mendaftar ke perguruan tinggi swasta. Hingga akhirnya Bahlil diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay, Jayapura Papua.
Kuliah yang dijalaninya juga tak berjalan dengan selalu mulus. Ada saja masalah yang harus dihadapinya. Pada semester 6, Bahlil pernah menderita busung lapar. Saat itu keadaannya juga tidak jauh dari kata susah, mengingat saat beras habis, dia makan mangga yang jatuh di samping asrama.
Dengan keadaan itu, Bahlil semakin bertekad untuk mengakhiri kemiskinan. Tak mau hanya berdiam diri, Bahlil juga selalu mengisi masa kuliahnya dengan bekerja sebagai marketing asuransi.
Bahlil juga aktif menjadi pengurus senat mahasiswa hingga bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang membawannya menduduki posisi sebagai Bendahara Umum PB HMI.
Dimasa-masa kuliah, dia pernah menjadi pegawai kontrak Sucofindo. Setelah menyelesaikan kuliah, dia bersama temannya membangun perusahaan, dimulai dari perusahaan konsultan keuangan dan teknologi informasi (TI).
Di perusahaan yang dibangunnya tersebut, dia menjadi direktur wilayah Papua. Inilah kali pertama Bahlil merasa memiliki gaji yang besar, yaitu Rp 35 juta pada usia 25 tahun.
Dia merintis perusahaannya itu secara bersungguh-sungguh. Karyawan yang dimilikinya itu juga tak tanggung-tanggung, berlatar belakang pendidikan keuangan dan TI dari perguruan tinggi yang sangat bergengsi dan ternama yaitu alumni Universitas Gajah Mada (UGM) dan Jerman.
Rp 10 Milyar
Dengan keahliannya menjalankan perusahaan, tak disangka Bahlil dapat memajukan perusahaan yang dikembangkannya itu. Terbukti dia dapat memberikan keuntungan mencapai lebih dari Rp 10 miliar untuk perusahaannya.
Meskipun dia sudah mampu mengembangkan perusahaan tersebut, nyatanya dia memutuskan untuk mengundurkan diri karena ingin mencari suasana baru dan membangun perusahaan yang berbeda dari yang selama ini dia tekuni.
Setelah mengundurkan diri, Bahlil diberi dividen (pembagian laba kepada pemegang saham) sebesar Rp 600 juta yang kemudian digunakannya sebagai modal untuk membangun perusahaan perdagangan (trading) kayu.
Saat kontestasi politik Pemilihan Presiden 2019 lalu, Bahlil Lahadalia masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. []
Baca juga: