Bagaimana Nasib IPEF Pasca KTT APEC 2023?

Kemajuan substantif baru pada pilar kedua, berupa persetujuan rantai pasokan, tercapai dalam pertemuan IPEF tingkat menteri di Detroit 22 Mei 2023
Para pemimpin negara mitra IPEF. (Foto: voaindonesia.com/VOA/Rivan Dwiastono)

TAGAR.id, Washington DC, AS - Indo-Pacific Economic Framework (IPEF), sebuah prakarsa AS untuk menyusun tatanan perdagangan dan investasi, telah menyelesaikan konferensi tingkat menteri dan putaran perundingan IPEF ketujuh pada bulan November 2023 lalu. Apa kemajuan yang dihasilkan dari pertemuan itu? Jimmy Manan melaporkannya untuk VOA.

Kerangka Kerja Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) terdiri atas empat pilar utama, yaitu perdagangan, rantai pasokan, ekonomi bersih, dan ekonomi adil. Kemajuan substantif baru pada pilar kedua, berupa persetujuan rantai pasokan, tercapai dalam pertemuan IPEF tingkat menteri di Detroit, AS, pada 22 Mei 2023, sementara pilar lainnya masih menghadapi hambatan.

Mireya SolisMireya Solis, peneliti senior dan Direktur Pusat Studi Kebijakan Asia Timur di Brookings Institution, Washington DC, AS. (Foto: voaindonesia.com/Courtesy: Pribadi)

Dihubungi VOA, Mireya Solis, peneliti senior dan direktur Pusat Studi Kebijakan Asia Timur di Brookings Institution, Washington DC, mengakui tidak meratanya kemajuan yang dicapai keempat pilar utama IPEF itu.

“Kemajuan lintas pilar itu tidak merata. Memasuki KTT APEC lalu kami tidak berharap IPEF terselesaikan, tetapi paling tidak mampu mengumumkan beberapa hasil awal di beberapa bidang, namun hal itu tidak tercapai. Menurut saya kesulitan dan kelemahannya sudah sangat jelas, dan sudah tentu sangat memperihatinkan ketika mereka bahkan tidak dapat mengumumkan sebagian hasil dari pilar pertama, yaitu perdagangan, termasuk standar tenaga kerja, standar lingkungan, serta prinsip dan aturan main ekonomi,” jelasnya.

Menurut Solis, ada dua penyebab utama hambatan ini. Pertama, asumsi pemerintahan Biden bahwa mereka akan bisa meraih persetujuan tenaga kerja yang ambisius dan mengikat tanpa membuka akses pasar kepada negara-negara mitra sebagai imbalannya.

Alasan lainnya adalah tidak adanya konsensus di Amerika sendiri atas peraturan ekonomi digital. Kelompok-kelompok berbeda di AS memiliki pandangan dan kepentingan berbeda terkait penataan ekonomi digital. Akibatnya pemerintah sulit untuk merundingkan dan memastikan komitmen peraturan dengan mitra-mitra IPEF-nya.

Untuk memperoleh pandangan dari sisi Indonesia, VOA menghubungi Fithra Faisal, pakar perdagangan internasional yang juga dosen ilmu ekonomi di Universitas Indonesia.

Fithra FaisalFithra Faisal, pakar perdagangan internasional yang juga dosen ilmu ekonomi di Universitas Indonesia. (Foto: voaindonesia.com/Courtesy: Pribadi)

“Ketika belum ada yang konkrit, terus ada langkah maju itu bisa disebut sebuah perkembangan, meskipun belum sampai mengikat seperti yang dilakukan Indonesia dengan yang lain. Tetapi setidaknya kita sudah ada langkah maju, pun pilar-pilar tersebut sesuai dengan pilar-pilar yang lebih dulu disepakati di forum-forum yang berbeda, seperti misalnya di ASEAN. ASEAN punya tiga pilar economic recovery, kemudian ada economic sustainability, green economy dan juga digital economy. Dan itu berkesesuaian dengan pilar-pilar IPEF, dan saya rasa itu semuanya saling berhubungan. Meskipun itu inisiatif yang berbeda, tetap ada koneksinya. Oleh karena itu ASEAN bisa menjadi hub dan anchor dari persetujuan dan komitmen-komitmen tersebut,” jelasnya.

Dengan blak-blakan Solis mengatakan ia prihatin dengan masa depan IPEF karena akan segera berlangsungnya pemilu presiden Amerika tahun depan. Pergantian pemerintahan di Amerika umumnya akan berdampak pada intensitas untuk menggolkan IPEF.

Sebaliknya, Fithra yakin pemilu presiden dan pergantian pemerintahan, yang juga akan terjadi di Indonesia tahun depan, tidak akan mengubah kebijakan ekonomi Indonesia di gelanggang internasional. (jm/em)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Presiden Biden Bahas Perubahan Iklim Global dengan Pemimpin APEC
Presiden Biden juga berbicara tentang upaya yang didanai oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi untuk meningkatkan kesinambungan