Asa di Pulau Dua Tuan Itu...

Asa di pulau dua tuan. Pulau ini pernah menjadi ajang pertempuran Indonesia-Malaysia. Dalam perang ratusan korban tewas dan cedera.
Peserta program Siswa Mengenal Nusantara (SMN) menaiki KAL Bunyu TNI AL Lantamal XIII Tarakan dari Pelabuhan Malundung menuju Pulau Sebatik di Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (16/8). Kegiatan SMN 2018 yang diikuti 23 pelajar dari DKI Jakarta tersebut diselenggarakan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) guna memperkenalkan kehidupan masyarakat di Pulau Sebatik, Nunukan, yang berbatasan langsung dengan Tawau, Malaysia. (Foto: Ant/Fachrurrozi)

Sebatik, (Tagar 19/8/2018) – Banyak pria belia harus berpisah dengan tunangan, istri serta keluarga ke medan laga.

Saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1963-1966, Pulau Sebatik adalah sebuah daerah penuh "romantisme" dan "heroik" yang menjadi bagian dari sebuah perjalanan sejarah Indonesia.

Pulau Sebatik Indonesia yang kini masuk wilayah Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, pernah menjadi ajang pertempuran Indonesia-Malaysia.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah, dan Sarawak, yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia.

Dalam perang itu ratusan korban tewas dan cedera.

Perang berawal dari keinginan Federasi Malaya, Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan Sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila.

Keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang sekarang dikenal sebagai Malaysia, sebagai "boneka Inggris".

Soekarno menilai itu kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Bagi warga Indonesia di Kabupaten Bulungan --dulu Kabupaten Nunukan, hanya bersatus kota kecamatan, dan Sebatik hanya sebuah desa--, merasakan pahit getir perjuangan itu.

Warga Bulungan yang berusia 70 tahun dan masih hidup menuturkan, mereka ikut merasakan suasana heroik karena mengikuti program wajib militer.

Romantisme era perjuangan melengkapi perjalanan Sebatik karena banyak pria belia harus berpisah dengan tunangan, istri serta keluarga ke medan laga.

Bukan hanya medan laga yang membunuh tapi sebagian meninggal saat wajib militer akibat latihan terlalu berat dengan gizi makanan sangat buruk.

Masih Memprihatinkan

 Sayangnya, wilayah yang dipertahankan dengan darah dan air mata itu kini belum banyak berubah.

Sejak Indonsia merdeka sampai kini berbagai ketimpangan masih terlihat, jika dibandingkan dengan daerah lain, apalagi dengan Kota Tawau, Sabah, Malaysia.

Guru pendamping pelajar Siswa Mengenal Nusantara (SMN) H Mohamad Sodeli dari SMAN 44 Jakarta di Sebatik, belum lama ini mengaku sedih melihat kondisi Sebatik.

Perbatasan itu ibarat ruang tamu, kata dia, sehingga perlu ditata dengan baik, dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai.

Sebagai "ruang tamu" atau beranda negara maka kondisi Pulau Sebatik masih memprihatinkan, terutana kelemahan infrastruktur perhubungan serta berbagai fasilitas umum.

Apalagi jika dibandingkan dengan kemajuan Kota Tawau, Sabah, di seberang Sebatik yang kondisinya sangat kontras.

Dia juga menyarankan agar perlu diperhatikan keperluan hidup atau kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di perbatasan.

Jangan sampai mereka sebagai WNI merasa tidak diperhatikan sehingga bisa saja berpaling ke negara tetangga.

"Dua Tuan"

Salah satu keunikan Pulau Sebatik karena pulau kecil itu terbagi dua, yakni uang ringgit dan rupiah bisa digunakan.

Siswa Mengenal Nusantara Kunjungi PerbatasanSeorang peserta program Siswa Mengenal Nusantara (SMN) memperlihatkan mata uang Ringit Malaysia saat melakukan transaksi jual beli di wilayah Aji Kuning, Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, Kamis (16/8). Kegiatan SMN 2018 yang diikuti 23 pelajar dari DKI Jakarta tersebut diselenggarakan oleh PT Pupuk Indonesia (Persero) guna memperkenalkan kehidupan masyarakat di Pulau Sebatik, Nunukan, yang berbatasan langsung dengan Tawau, Malaysia. (Foto: Ant/Fachrurrozi)

Pulau Sebatik sebuah pulau di sebelah timur laut Provinsi Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Kota Tawau, Sabah, Malaysia dan termasuk Daerah Istimewa 3T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan).

Sebatik terdiri atas lima Kecamatan dan 19 Desa yang siap menjadi daerah otonomi.

Kecamatan Sebatik terdiri atas Desa Padaidi, Desa Sungai Manurung, Desa Tanjung Karang, dan Desa Balansiku. Kecamatan Sebatik Barat terdiri atas Desa Setabu, Desa Binalawan, Desa Liang Bunyu, dan Desa Bambangan.

Kecamatan Sebatik Tengah terdiri atas Desa Sungai Limau, Desa Maspul, Desa Bukit Harapan, dan Desa Aji Kuning. Kecamatan Sebatik Utara terdiri atas Desa Seberang, Desa Lapri, dan Desa Pancang. Sedangkan Kecamatan Sebatik Timur terdiri atas Desa Tanjung Harapan, Desa Sungai Nyamuk, Desa Bukit Aru Indah, dan Desa Tanjung Aru.

Pulau Sebatik terbelah menjadi dua zona teritorial, yakni sebelah utara 187,23 km persegi milik Malaysia. Sedangkan 246,61 km persegi yang dimiliki oleh Indonesia.

Sebagian wilayah Sebatik Malaysia jadi areal perkebunan sawit, sedangkan wilayah Indonesia jadi pemukiman warga.

Meski seringkali dikunjungi para pejabat pusat dan daerah, kondisi Pulau Sebatik masih jauh dari layaknya sebuah kota apik, yang layak disejajarkan dengan kota "tetangga" di Malaysia, yang berbatasan langsung.

Program utama yang perlu dilakukan di Pulau Sebatik antara lain adalah pembangunan sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan pariwisata serta peningkatan hukum dan pengawasan keamanan.

Keunikan lain pulau "dua tuan" itu adalah "berburu ringgit". Itu pula yang membuat para pelajar yang ikut program Siswa Mengenal Nusatara (SMN) oleh Pupuk Indonesia (BUMN hadir untuk negeri) ikut melakukannya.

Caranya, belanja menggunakan rupiah dan kembalian menggunakan ringgit sebagai oleh-oleh. Ini menggambarkan bahwa Pulau Sebatik dengan segala ketertinggalannya memiliki keunggulan atau potensi bagi perdagangan bebas.

Sebagian kebutuhan pokok tergantung barang dari Malaysia, tapi juga warga negeri jiran tergantung pasokan berbagai komoditas perikanan serta hortikultura dari Indonesia.

Asa warga perbatasan agar pemerintah bisa mengoptimalkan potensi ekonomi.

Pada gilirannya, Sebatik bukan hanya cerita tentang romantisme sejarah namun "ruang tamu" yang layak dibanggakan karena mampu mensejajarkan diri dengan kota lain di Indonesia atau Malaysia. (Iskandar Z Datu/ant)

Berita terkait
0
Staf Medis Maradona Akan Diadili Atas Kematian Legenda Sepak Bola Itu
Hakim perintahkan pengadilan pembunuhan yang bersalah setelah panel medis temukan perawatan Maradona ada "kekurangan dan penyimpangan"