Apakah Donald Trump dan Joe Biden Akui Kekalahan Pilpres

Pidato kekalahan berperan penting pada pemindahan kekuasaan secara damai dalam demokrasi AS, tahun ini diperkirakan tak ada yang mau mengaku kalah
Ilustrasi: Capres AS dari kedua kubu partai yang bersaing Donald Trump (kiri, Republik) dan Joe Biden (kanan, Demokrat) diperkirakan tidak akan mengaku kalah pada malam pemilihan atau segera setelahnya, jika hasil Pilpres yang berlangsung 3 November 2020 bersaing ketat. (Foto: VOA).

Jakarta – Pidato kekalahan dari saingan politik sejak lama berperan penting pada pemindahan kekuasaan secara damai dalam demokrasi di Amerika Serikat (AS). Tapi, sebagaimana dilaporkan wartawan “VOA”, Brian Padden, pada pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2020 para kandidat presiden, Donald Trump dan Joe Biden, mungkin tidak akan mengaku kalah pada malam pemilihan atau segera setelahnya, jika hasilnya bersaing ketat.

Seperti yang terjadi pada pemilihan presiden tahun 2000, selama 36 hari setelah pemilihan margin kemenangan bergantung pada beberapa ratus suara di negara bagian penting Florida, kandidat dari Partai Demokrat Al Gore dan saingannya dari Partai Republik George W. Bush terlibat dalam perselisihan hukum mengenai penghitungan suara.

Tapi, setelah mayoritas konservatif di Mahkamah Agung berpihak pada kampanye Bush, Gore mengaku kalah dan berjanji untuk mendukung Presiden Bush. “Malam ini demi persatuan kita sebagai rakyat dan kekuatan demokrasi, saya mengaku kalah,” kata Al Gore, Capres dari Partai Demokrat dalam Pilpres AS Tahun 2000.

al goreCapres AS dari Partai Demokrat Al Gore (kiri) dan Capres dari Partai Republik, George W. Bush berjabat tangan sebelum debat presiden pertama pada tahun 2000. (Foto: dok/voaindonesia.com/AP).

Pada malam pemilihan 2016, calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, memberikan nada pemersatu yang serupa dalam memberi selamat kepada Donald Trump dari Partai Republik atas kemenangannya yang mengejutkan.

"Kita harus menerima hasil ini dan kemudian melihat ke masa depan. Donald Trump akan menjadi presiden kita, kita harus membuka wawasan dan memberinya kesempatan untuk memimpin," kata Hillary Clinton.

Baik Gore dan Clinton kalah dalam sistem electoral college resmi yang dirancang memberi negara bagian yang masih diliputi pedesaan dan jarang penduduknya suara tambahan, meskipun jumlah suara populer nasional mereka lebih banyak.

Tahun ini Clinton menyarankan calon Partai Demokrat, Joe Biden, untuk tidak menyerah "dalam keadaan apa pun," karena ia memperkirakan kampanye Trump akan menentang surat suara melalui pos yang menurut survei menunjukkan diberikan lebih banyak oleh Partai Demokrat daripada Partai Republik.

Pada debat pertama presiden, Biden mengatakan akan menerima hasil pemilihan, tetapi hanya setelah semua suara dihitung. Itu bisa memakan waktu lama.

“Dalam hal apakah surat suara dihitung atau tidak, dan jika semuanya dihitung, itu akan diterima. Jika saya menang, akan diterima. Jika saya kalah, itu akan diterima," kata Joe Biden.

Trump, yang tertinggal dalam jajak pendapat presiden, berulang kali mengatakan ia mungkin tidak menerima hasil pemilihan jika Biden dianggap sebagai pemenang, mengutip klaim yang belum diverifikasi mengenai penipuan dan penyalahgunaan suara melalui pos secara besar-besaran.

“Mereka menemukan beberapa, yang mencantumkan nama Trump beberapa hari yang lalu di keranjang sampah. Dikirim ke mana-mana. Mereka mengirim dua di wilayah Demokrat. Mereka mengirimkan seribu surat suara. Setiap orang mendapat dua surat suara. Ini akan menjadi penipuan yang belum pernah kita saksikan,” tegas Trump.

Para analis khawatir penolakan kandidat yang kalah untuk menerima hasil pemilu, dan meminta pendukung untuk melakukan hal yang sama, bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap demokrasi.

"Perselisihan yang berkepanjangan bisa sangat merusak kepercayaan pada demokrasi kita dan legitimasi presiden berikutnya," kata Whit Ayres, pakar strategi Partai Republik dari Lembaga riset North Star Opinion Research.

Dengan ketegangan partisan yang begitu tinggi tahun ini, kedua belah pihak juga khawatir pemilu yang diperebutkan dengan sengit bisa memicu kekerasan politik dari ekstremis sayap kanan. (my/jm)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Pilpres Amerika Serikat Demokrasi Tak Langsung dan Misoginis
Hari ini, 3 November 2020, rakyat Amerika Serikat akan memilih kandidat presiden antara Trump atau Biden yang sebenarnya bukan pemilihan langsung
Pemilih Hispanik Pilih Joe Biden di Pilpres Amerika Serikat
Sehari jelang pemungutan suara, jajak pendapat dari televisi NBC dan Wall Street Journal Biden unggul atas Trump 2-1 di antara pemilih Hispanik
71 Juta Pemilih Berikan Suara di Pilpres Amerika Serikat
Sekitar 71 juta warga Amerika telah berikan suara lebih awal Pilpres tahun 2020 yang dilangsungkan pada 3 November 2020, juga hindari kerumunan