Jakarta - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 untuk DKI Jakarta naik sekitar 5,1 % senilai Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854 Hal ini diungkapkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada Minggu, 19 Desember 2021.
Diketahui, kenaikan UMP sebelumnya hanya 0,85 persen yang ditetapkan berdasarkan formula Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, Anies berpendapat bahwa kenaikan UMP tersebut tidak cocok diterapkan di Jakarta karena inflasi di ibu kota yang menyentuh 1,1 persen.
UMP itu harus dikeluarkan pada 21 November 2021 pak Gubernur sudah mengeluarkan Pergub 1395 tiba-tiba sekarang revisi. Apakah yang lama salah?
Sebelum di revisi, kenaikan upah DKI Jakarta hanya Rp 37.749 yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 1395 Tahun 2021. Penaikan UMP dilakukan Anies agar buruh mendapatkan gaji dan pendapatan yang rasional dan sepadan, serta memberikan rasa keadilan pada para buruh.
- Baca Juga: Anies baswedan: Soft Lauching JIS Ditunda, Ini Alasannya!
- Baca Juga: Anies Baswedan Ajak Masyarakat Borong Produk Clothing Lokal
"Bagi pengusaha, dengan pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini, juga menjadi rasional," ucap Anies.
Hasil revisi UMP Anies Baswedan didasarkan pada perhitungan kajian Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dengan angka inflasi terkendali sekitar 3 persen.
Namun, ternyata kebijakan sepihak Anies tersebut mendapat respon negatif perlawanan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta bahkan asosiasi itu mengancam akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap kebijakan yang dibuat Anies.
Pasalnya, kebijakan Anies itu telah menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
- Baca Juga: Anies: Haji Lulung Bergerak di Jalan yang Benar
- Baca Juga: Kampung Akuarium Anies Baswedan Rampung Desember 2021
"Ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UMP itu harus dikeluarkan pada 21 November 2021. Pak Gubernur sudah mengeluarkan Pergub 1395, tiba-tiba sekarang revisi. Apakah yang lama salah? Kalau ada salah ya kami setuju direvisi, tapi kalau tidak ada salah kenapa mesti direvisi," ujar Nurjaman, Wakil Ketua DPP Apindo Jakarta.
(Fasya Aldiza Mutasyifa)