TAGAR.id – Harapan akan terwujudnya perdamaian di Gaza semakin tipis sementara konflik di sana berlanjut dan sudah berlangsung hampir satu tahun. Baru-baru ini masyarakat marah atas tewasnya sandera dan khawatir akan menyebarnya polio. Negosiasi yang rumit terus berlangsung, dipimpin Amerika Serikat. Anita Powell melaporkannya untuk VOA Indonesia.
Setelah berminggu-minggu penderitaan, muncul secercah harapan dari Gaza. Gerakan vaksinasi polio selama dua hari yang dipimpin PBB telah menjangkau 25 persen anak yang rentan di daerah kantong itu. Namun, menurut pejabat-pejabat kemanusiaan, jeda kemanusiaan ini tidak cukup.
Dr Rik Peeperkorn, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) untuk Wilayah Palestina yang diduduki Israel, mengatakan, “Menurut saya, supaya gerakan tersebut nyata atau mendapatkan kemajuan yang nyata, tentu saja kita membutuhkan gencatan senjata. Dan kita perlu memulai proses perdamaian yang tepat, dan bergerak maju.”
Justru di situ masalahnya. Sementara konflik berlangsung hampir satu tahun, tidak ada tanda-tanda perdamaian; dan kemarahan berkobar.
Kemarahan itu dirasakan semua pihak. Pengunjuk rasa Israel marah karena mereka menilai pemerintah gagal menyelamatkan enam sandera sebelum Hamas membunuh mereka. Pengunjuk rasa juga menilai pemerintah tidak berbuat cukup untuk membantu sandera yang tersisa. Warga Palestina marah karena kekerasan berlanjut padahal Gaza telah hancur.
Di pihak lain, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga tampak kesal. Ia telah menghabiskan waktu berminggu-minggu mengarahkan negosiasi untuk mengakhiri konflik. Gedung Putih mengatakan bahwa mereka berharap akan segera mencapai kesepakatan, tetapi Biden baru-baru ini mengisyaratkan adanya hambatan.
Seorang wartawan bertanya, "apakah sudah waktunya bagi Perdana Menteri (Benjamin) Netanyahu untuk berbuat lebih banyak dalam masalah ini? Apakah menurut Biden, Netanyahu sudah berbuat cukup?" "Tidak," cetus Biden.
Di Gedung Putih, Selasa (3/9/2024), pejabat pemerintah mengatakan mereka "masih bekerja" dengan berbagai pihak di Mesir dan Qatar untuk mencapai kesepakatan. John Kirby, penasihat Dewan Keamanan Nasional untuk komunikasi strategis, mengatakan kesepakatan itu memiliki tiga elemen. Namun, ia menolak merinci rencana Amerika Serikat.
"Kami sedang mengupayakan proposal yang akan membebaskan sandera yang tersisa. Proposal ini akan mencakup bantuan besar-besaran dan segera bagi rakyat Gaza dan diakhirinya perang," jelasnya.
Kalangan analis berpendapat semua pihak bersikap keras kepala. Hamas khawatir kesepakatan akan menepiskan statusnya di wilayah Palestina, dan Israel berusaha mempertahankan kendali atas bagian-bagian wilayah Gaza. Namun, ada pemain lain dalam drama ini yang akan kalah jika kesepakatan itu gagal yaitu Amerika Serikat.
Seorang analis di Middle East Institute, Mirette Mabrouk, melalui Zoom mengatakan, "Jika kita bernegosiasi, jika kita tidak dapat memberi tekanan kepada sahabat kita, pada sekutu kita, demi kebaikan mereka sendiri, apalagi demi kebaikan kawasan, dan juga demi kebaikan semua pihak, saya tidak tahu mengapa ada orang yang menganggap keterlibatan kita nantinya akan sangat berharga.”
Dan bagaimana dengan orang-orang yang lahir di tengah semua konflik ini? Bagi mereka, perdamaian adalah sesuatu yang tidak pernah mereka ketahui. (ka/ab)/voaindonesi.com. []